Mohon tunggu...
Alfi Pangest
Alfi Pangest Mohon Tunggu... Pendidik -

Pembelajar, pekerja sosial, penikmat buku, penggiat pendidikan, pecinta seni dan budaya, desain, serta sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sebuah Cerita dari Gol Lampard

26 Agustus 2010   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:41 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan ini kadang seperti gol Frank Lampard, ketika niat, usaha, dan segalanya baik, tetapi hasil akhir yang kita dapat belum tentu baik pula. Ada kesalahan dan itu mungkin bukan pada diri kita, dan kita harus bersyukur kita bisa bangkit dari keterpurukan itu. Bola telah melewati garis. Kehidupan ini sering dipandang tidak adil. Setidaknya di mata manusia, seperti itu. Seperti gol Frank Lampard ke gawang Manuel Neuer kala Inggris bersua Jerman di perempat final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Sebuah gol yang terlahir dari proses yang baik dan bersih, menatap tiang gawang, memantul ka bawah dan sudah melewati garis, seluruh isi stadion tahu bila itu masuk, seluruh penonton televisi di dunia pun tahu kalau Inggris berhasil mencetak skor, kecuali beberapa orang pengadil yang lantas tidak mengesahkan gol tersebut, dan selebrasi pun tidak terjadi. Ekspresi Lampard. Protes dari pemain Inggris, suporter, pelatih, dan semua yang merasa dirugikan pun tak berarti karena sang Pengadil memang merasa bola itu tidak masuk. Wajar, sebagian orang mengatakannya, itu murni human error. Yang jelas, kala itu wasit tidak siap untuk melihat posisi bola dan akhirnya menyatakan itu bukan sebuah gol, meski di tengah laga dia menyadari kekeliruannya tersebut. Apa yang bisa kita tuai dari peristiwa di atas, saya analogikan itulah perjuangan kita. Di saat kita telah melakukan suatu hal dengan baik. Dimulai dengan niat yang baik, dikerjakan dengan baik, dan bisa selesai dengan baik, ada kalanya kita gagal dikarenakan suatu hal. Mungkin kita telah bekerja dengan baik dan sepenuh hati, tetapi hal itu belum menjamin kita bisa menuai kesuksesan di saat itu. Saat kita melamar pekerjaan, kita memenuhi kualifikasinya, melewati berbagai tahap-tahapnya, dan saat pengumuman nyatanya kita tidak diterima. Pantaskah kita menyalahkan orang-orang yang menyebabkan kegagalan kita? Tidak, ada kesalahan itu adalah hal yang wajar bagi manusia, karena manusia tidak didesain untuk tanpa kesalahan. Apakah kita akan menyalahkan Tuhan? Oh, tentu tidak. Bahkan Tuhan meng-create ini semua demi kebaikan Anda. Tahukah Anda bahwa di balik kegagalan Anda, apapun faktor penyebabnya, telah menanti skenario yang akan berjalan lebih sukses bila Anda menekuninya? Ya, terlepas dari cara Anda memandang suatu problema, Anda harus lepas dari rasa sesal. Kecewa, sedih, itu wajar. Tetapi Anda mesti bangkit. Tidakkah Anda malu berlama-lama dengan raut kusam, rasa sesal, dan hati yang duka. Maafkan diri Anda sendiri, mulai dengan satu tekad untuk bangkit dan lebih baik, dan mulailah hari Anda dengan penuh keyakinan bahwa Anda bisa sukses lewat jalan yang lain. Kadang, ketika keadilan yang banyak orang sebut ketidakadilan itu menghampiri orang lain, kita akan jauh lebih sakit. Seperti halnya gol Carlos Tevez yang jelas offside tetapi disahkan oleh wasit, ketika sebuah kesalahan manusia menyebabkan keuntungan di satu pihak dan kerugian di pihak lain, dan kita tahu itu dikarenakan sebuah kesalahan. Jangan berhenti untuk menendang, Frank. Mari belajar memaafkan diri sendiri, agar apa yang kita telah usahakan tidak percuma. Semua ada hikmahnya, bahkan dalam sebuah tindakan yang bodoh sekalipun. Belajarlah dari Frank Lampard, meski golnya kala itu (yang kemudian tidak menjadi gol, meski sebenarnya itu gol) digagalkan oleh sebuah ketidaksiapan sang wasit, tetapi akankah super-Lamps akan berhenti untuk melakukan tendangan-tendangan ke arah gawang untuk mencetak gol? :) seperti kata-kata mutiara saya, hidup cuma sekali, kesempatan tak datang dua kali, berusahalah berkali-kali Maximizing the minimum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun