Mohon tunggu...
Alfi Pangest
Alfi Pangest Mohon Tunggu... Pendidik -

Pembelajar, pekerja sosial, penikmat buku, penggiat pendidikan, pecinta seni dan budaya, desain, serta sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengeja Angin

25 Desember 2014   17:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:28 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dara bukan pribadi yang mudah percaya dengan orang lain, pun kali ini. Sulit baginya yakin dengan kebaikan hati orang lain, tapi itu hanya masalah waktu sampai ia sepenuhnya percaya. Entah peristiwa apa yang menjadikannya yakin dengan Elang, nama pria rupawan yang dingin ini. Kami pun bertahan di kampung ini lebih lama, dibersamai kebajikan manusia-manusianya, sebab Elang berjanji mengantar kami pada Pendekar Naga Putih lusa. Namun, Dara mengubah pendiriannya tetiba pasca melihat potret wajah kami disebar di kampung sebelah. Dugaanku, ini disebar oleh mereka yang menginginkan Tongkat Emas milik Dara. Aku begitu ingin bertahan di sini lebih lama, tetapi malam itu juga kami terpaksa pergi tanpa sempat berpamit diri.

Perasaanku berkata, akan ada bahaya mendatangi kampung yang kami singgahi tadi. Benar adanya, penduduk diancam oleh sekelompok orang yang mencurigai keberadaan kami, aku sendiri tidak mau tinggal diam menyaksikannya. Akalku berpikir cepat, mereka bisa ditahan sementara apabila aku melawan sembari berharap Dara bisa kabur sejauh mungkin sambil menemukan Pendekar Naga Putih. Namun, pertimbangan terbesarku tentu saja untuk menghindarkan Dara dari marabahaya, berikut Tongkat Emas yang dimilikinya. Maaf, Dara, ini adalah demi kebaikanmu. Tidak mengapa bila sampai aku tertangkap, asalkan Dara terbebas untuk sementara.

Bertahun-tahun aku dan Dara bersama, tidak pernah terbayang kami akan berpisah dengan cara seperti ini. Ancaman sekelompok orang ini untuk menyakiti penduduk desa harus ditebus dengan penyerahan diriku. Akhirnya aku merelakan diriku sebagai tebusan untuk diserahkan kepada empunya sayembara. Kala terbangun suasana seperti tidak asing bagiku, aku mengenal sekali tempat ini. Ya, aku disekap di gubuk yang sudah aku anggap seperti rumah bagi kami. Sesuai prakiraan, Biru-lah dalang penangkapan ini. Tidak hanya menyekap, dia juga mengancam dan menyiksaku. Tujuan Biru menangkapku tentulah, agar Dara mau menukar Tongkat Emasnya dengan aku. Astaga, ini tidak seperti yang aku kira! Aku tentu berharap Dara lebih dulu menemukan Pendekar Naga Putih, berlatih jurus Melingkar Bumi, kemudian datang menyelamatkanku. Tetapi bisa saja ia memilih menukarku dengan warisan mahaguru Cempaka saat itu juga. Sejujurnya, saat itu aku tidak ingin Dara menyelamatkanku.

Tidak, aku tidak menginginkan ini terjadi! Dara betul-betul datang untuk menyelamatkanku. Kalau hanya untuk menyerahkan Tongkat Emas kepada orang yang tidak seharusnya, mengapa tidak sedari awal saja, mengapa justru ketika pencarian Pendekar Naga Putih sudah menemui titik terang, mengapa saat Elang sebetulnya tinggal sedekat ini mengantarkan kami, mengapa? Toh aku sadar, Biru tidak hanya menginginkan senjata ini tetapi juga ajal kami berdua. Aku tidak paham cara berpikir Dara kali ini, tapi sudahlah. Angin mesti tetap berhembus, biarkan hawa membius.

Pertukaran berlangsung dan seperti perkiraan, Biru seketika mengejar aku dan Dara. Pelarian kali ini mungkin yang paling melelahkan, kami menyusuri bukit, melewati padang rumput, lalu menyingkap rimba. Cepat atau lambat, kuda yang kami tunggangi akan tersusul. Dara dan aku harus bergegas mengalihkan perhatian Biru, atau kami berdua bakal tewas pada akhirnya. Lagi-lagi aku dihadapkan pada pilihan yang semuanya tidak aku inginkan. Tapi sekali lagi, aku harus setia pada janjiku melindungi Dara. Pertemuan kami selepas sempat berpisah, sepertinya tertakdir sebagai salam perpisahan kami. Maaf kakak, aku terpaksa meninggalkanmu kali ini. Mungkin untuk selama-lamanya.

***

[caption id="attachment_343283" align="alignnone" width="642" caption="Sumber Inspirasi Gambar : http://harnas.co/2014/12/12/sosok-anak-kecil-di-pendekar-tongkat-emas"]

1419478340996936598
1419478340996936598
[/caption]

Mungkin, engkau akan mengenangku sebagai seorang adik yang merelakan jiwa raganya untuk melindungimu. Tapi, aku akan mengenangmu sebagai pribadi mulia yang pantas untuk dilindungi, karena keteduhan hatimulah yang membuatku melakukan apapun asalkan engkau bertahan hidup dan mampu berbuat kebajikan pada sebanyak-banyaknya manusia di luar sana. Terima kasih atas kasih sayangmu selama ini, Dara.

Aku mungkin menjadi dosa terbesarmu, yang menyimpan sejuta misteri dari masa lalumu. Tapi engkaulah mengajari kami yang polos dan tidak menahu apapun menjadi pendekar dengan beribu kemampuan. Yang lebih penting dari itu, engkau mengajari kami menjadi manusia seutuhnya, yang membela yang baik dan benar, serta melawan yang buruk lagi salah. Terima kasih menjadikan masa hidupku yang singkat ini lebih bermakna dan berguna. Engkau sosok pendidik luar biasa, mahaguru Cempaka.

Kita memang saling mengenal kurang dari satu purnama, tapi aku serasa mengenalmu dua belas tahun lamanya. Aku hanya berharap engkau mampu menggantikanku dalam menjaga dan membahagiakan Dara. Tatapan tajam itu, caramu bertutur pada Dara jua padaku, sikap bajikmu, dan bagaimana Dara menanggapimu. Aku rasa aku tahu apa artinya meski aku tidak tahu ungkapan yang tepat untuk menyebutnya. Jadilah lelaki yang memegang teguh janji-janji, karena pendekar sejati takkan pernah mengkhianati kata-katanya sendiri. Terima kasih telah hadir dan menyelamatkan kami, Elang.

Aku banyak berguru dari kalian berdua, tidak hanya tentang ilmu dan jurus-jurus, tetapi belajar menjadi pendekar yang seharusnya. Aku belajar untuk menepikan egoku, menyingkirkan nafsu menjadi yang terkuat, tidak menghalalkan segala cara demi tujuan pribadi. Terima kasih untuk mengajariku, bahwa keterampilan bertarung yang hebat, ternyata harus diimbangi dengan niat yang tulus nan kuat. Dan dari kalian aku belajar, untuk tidak menjadi seperti kalian. Terima kasih banyak, Biru dan Gerhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun