Mohon tunggu...
Alfionita Kusuma
Alfionita Kusuma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

putri pertama dari dua bersaudara, muslimah, cinta kesederhanaan, cinta kedamaian dan persahabatan,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepucuk Cinta di Ujung Senja

9 Juni 2012   08:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:12 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339235162584129133

"Saya, Cuma ingin anak saya bisa sekolah Nak. Seperti anak yang lain. Saya ingin anak saya , menjadi orang yang dihormati banyak orang kelak saat ia dewasa, bukan karena harta atau kedudukannya. Tetapi karena tingginya ilmu yang bermanfaat dan budi pekertinya. Tidak seperti saya. cuma lulusan SD, tidak punya ilmu yang tinggi, akhirnya di pandang rendah sama orang-orang.”

Begitulah kata-kata terakhir Pak Kirman bapak tua penjual batagor keliling di depan kampusku yang aku dan teman-temanku tolong dua hari lalu karena tiba-tiba pingsan akibat kanker darah putih yang ternyata tidak disadarinya selama ini. Kini ia telah damai di alamnya. Usai pemakaman, aku kembali ke rumah almarhum. Ku pandang Aldi, putra semata wayang Pak Kirman dengan penuh rasa iba. ia yang sedari tadi menangis menjadi-jadi, kini sudah mulai tenang di pangkuan Bu Tartik, tetangganya.

Aku sempat mengucap salam sebelum pergi. Saat itu Aldi sedang tertidur,jadi aku hanya pamit pada Bu Tartik dan beberapa orang yang masih ada di sana.

Sesampainya di rumah, aku segera melaksanakan sholat dhuhur dan beristirahat.

"Risma, ndak makan dulu Nduk? kok langsung tidur siang?" tanya ibu padaku.

"Risma lagi ndak lapar. Nanti saja ya Bu." jawabku datar.

Entah mengapa, langsung hilang selera makanku jika mengingat kejadian hari ini. Mengingat wajah Aldi kecil yang kini sebatangkara. Tak terasa air mataku menetes di pipi. Duh Gusti Allah, betapa berat cobaan yang harus dijalani anak seusia Aldi yang masih kelas dua SD itu, hidup tanpa bapak yang sangat menyayanginya. Sedangkan ibunya, entah sekarang berada di mana.

Menurut cerita dari almarhum Pak Kirman saat aku ,Diana, dan Arya menungguinya di rumah sakit waktu itu, cobaan kemiskinan yang menghimpit keluarganya membuat istrinya memutuskan untuk minggat, pergi dengan laki-laki lain.

"Padahal waktu saya masih punya pekerjaan dan gaji meski cuma kecil, istri saya sangat setia. Ndak pernah mengeluh. Pokoknya, buat saya dia adalah istri yang sangat sempurna. Tapi setelah saya kena PHK dan nggak juga dapat kerja selama berbulan bulan, dia minta izin saya untuk berangkat ke luar negeri, jadi TKW."  Pak Kirman berhenti sejenak dan menghela nafas dalam. " Tapi, tentu saja saya ndak izinkan. Akhirnya dia ndak jadi pergi." Pak Kirman menerawang, matanya terlihat berkaca-kaca. "Seminggu kemudian, kami bertiga diusir dari kontrakan karena sudah lima bulan ndak bisa bayar. Kemudian kami tinggal di rumah teman saya.Tapi, sayangnya istri teman saya sepertinya ndak terlalu suka dengan kehadiran kami dan membuat istri saya tidak betah. Lalu istri saya memaksa saya untuk segera mencari tempat tinggal lain. Dan akhirnya kami dapat di dekat sungai itu. Meski kumuh dan ndak pantas samasekali disebut rumah, cuma itu yang bisa kami tinggali."

"Dan sejak saat itu, Bapak memutuskan untuk jualan batagor?" tanya Arya kemudian.

"Iya Mas, lha wong duit yang ada cuma cukup buat usaha seadanya." ia pun tersenyum kecut. "Dan sejak saat itu juga kehidupan rumahtangga saya mulai diuji. saya sering bertengkar hebat dengan istri. Lalu istri saya minggat dari gubuk kami. Suatu hari saya liat dia gandengan sama lelaki lain, dan naik mobil mewah. Saya geram Mas, pengin benget waktu itu saya tampar dia. Tapi meski jelek-jelek begini saya masih punya harga diri untuk tidak melakukan itu."

"Saya bangga, salut sama Bapak. Bapak bisa sabar dan kuat hadapi ujian yang mungkin kalau orang lain udah bunuh diri kali ya.. Hehehe."  Diana menggugah sedikit senyuman ikhlas dari bibir pucat Pak Kirman.

"Saya selalu ingat sama Gusti Allah, Mbak. Saya juga ingat, masih ada Aldi yang membutuhkan saya. Kalau saya stress atau bunuh diri, nanti masa depan Aldi bagaimana. Saya tidak ingin jadi bapak yang tidak bertanggungjawab. Saya yakin Allah memberi ujian seperti ini bukan karena Allah tidak adil atau Allah benci sama saya. kata Pak ustadz, justru dengan kesabaran yang saya miliki, Allah akan memuliakan saya di dunia dan akhirat."

Sungguh, mulia betul akhlak Bapak ini, begitu tinggi semangat hidupnya. berbeda sekali denganku yang baru sedikit saja kena masalah, langsung rasanya galau dan pengin mati.

Dan pada akhirnya, Allah menyegerakan keputusan terindahNya. Keesokan harinya setelah dibantu Arya berwudhu di atas tempat tidurnya untuk melaksanakan sholat dhuhur, Pak Kirman mengucap Laa Ilahaillallah dan menutup usia buat selama-lamanya.

###

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Eh Risma sudah datang." Ibu menyambutku dengan riang.

"Iya Bu. Dan lihat nih Risma bawa siapa dong?"

seorang anak kecil dengan malu-malu mengintip dari balik badanku. Ya, dia adalah Aldi, putra sematawayang Pak Kirman. Alhamdulillah, setelah berunding dengan keluargaku, kami sepakat untuk mengangkat Aldi menjadi bagian dari keluarga ini.

"Sini Sayang.. Ooh, jadi ini yang namanya Aldi ya." Kata Ibu dengan senang, Ibu langsung menggandeng tangan Aldi dan mendudukkannya di pangkuannya.

"Sekarang, ini rumah Aldi." Kata ayah sambil membelai kepala Aldi dengan penuh kasih sayang.

Aldi terlihat bahagia, wajah polosnya kini dihiasi senyuman manja yang selama ini terlipat dalam kesedihan.

_WE LOVE YOU ALDI... ^_^_

(Nama ALDI terinspirasi dari almarhum adik angkatku, Aldi  tersayang. Aldi, meski kami hanya dapat memberimu sepucuk cinta di hidupmu, semoga menjadi cinta yang seindah cahaya senja.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun