(Sebuah Catatan dari AC Andre Tanama untuk Pameran Tunggal Alfin Rizal “Ruang Angan” 5 November 2015 di Omah Alas Art House)
Oopsss… Kopi hitam dalam cangkirku sudah berkurang tiga perempat. Malam ini kopiku sudah dingin. Ya tentu saja! Bikin kopi sudah sejak tadi pagi, gimana nggak dingin?! Hahaa… Kini aku bisa melihat ada ruang dalam cangkirku saat kopi tak penuh. Kopi dalam cangkir itu pun memiliki ruang sendiri. Baik ruang dalam cangkir maupun ruang di teras rumahku –yang menjadi tempat (ruang) dimana cangkir kopiku diletakkan.
Kini –karena imaji tentang kopi di atas sudah tertuliskan– kopi hitam itu sendiri menjadi ruang yang baru, yakni ruang imajinasiku yang telah mengada. Ia telah mewujud dalam pengamatan. Proses pengamatan sederhana terhadap ruang dalam cangkir kopi –yang telah dingin– itu setidaknya membantuku dalam usaha (belajar) mengerti keberadaan ruang yang ada di sekitar kita. Sekecil apapun, tentu saja ruang memiliki kaitan erat dan bahkan melekat pada diri kita serta di luar diri kita.
Demikian pula perihal waktu. Ruang dan waktu bisa menjadi dimensi yang tak pernah habis untuk kita pikirkan/ kita perbincangkan. Hmm… aku ingin melanjutkan tulisan ini untuk Alfin Rizal. Tapi tak seru rasanya jika proses melanjutkan tulisan ini tak ditemani tembakau kretek dan secangkir kopi hitam panas yang semlonyoh. Pun lebih asoy bersama bumi yang semakin panas ini. Jadi, ijinkanlah aku sebentar untuk ke dapur dan membuat secangkir kopi hitam yang baru dan menikmati proses ini.
#tuangkopihitam
Tulisan di atas bukan serta-merta dihadirkan tanpa maksud. Pengamatan (sederhana) terhadap objek atau hal-hal sederhana yang ada di dekat kita bisa menjadi metode (sederhana pula) untuk memahami hal-hal lain yang lebih kompleks. Terlebih jika hendak membicarakan Ruang Angan –yang dipilih Alfin Rizal– sebagai tajuk pameran tunggal perdananya kali ini (sekaligus sebagai judul buku Rere yang akan diluncurkan pada pembukaan pameran). Ruang Angan di sini merangkum sejumlah karya-karya Alfin Rizal dalam sebuah ruang presentasi bernama Omah Alas.
#menghisapkretek
Pameran tunggal ini ternyata juga pernah tercatat sebagai hal yang penting dalam angan Alfin Rizal di masa lalu. Berangkat dari sanalah, Rizal berusaha untuk menuruti apa yang ada dalam angannya untuk kemudian diwujudkan dalam kenyataan. Alfin Rizal pernah mengatakan bahwa sejatinya angan-angan yang bijak itu adalah angan-angan yang berupaya mewujudkan/ merealisasikan bentuk akan sesuatu hal yang semula masih begitu abstrak, lewat proses demi proses.
Dengan kata lain pameran tunggal Alfin Rizal ini merupakan sebuah hasrat dirinya ketika kini ia tengah berproses dalam dunia seni. Selain itu pameran tunggal ini juga merupakan bentuk (ruang) nyata dari setiap angannya yang bergerak dan berubah terus-menerus seiring melajunya sang waktu.
#hembuskanasapkretek
Ruang Angan atau Matra Hati (bisa juga disebut sebagai Ruang Kontemplasi) bukanlah ruang yang sulit untuk ditemukan. Ruang itu menyimpan abstraksi kehidupan dan berada di dalam setiap manusia –yang meskipun begitu tidak semua manusia mampu melahirkan apa yang berada di dalamnya. Ruang Angan ini penting dipresentasikan oleh Alfin Rizal karena bagi dirinya semua berawal dari angan-angan. Lantas angan-angan itu menjelma menjadi hasrat dan keinginan.