Mohon tunggu...
Alfino Hatta
Alfino Hatta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Membaca, menulis puisi dan tertarik belajar hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kerja Cerdas vs. Kerja Keras: Mana yang Lebih Efektif?

6 November 2024   09:56 Diperbarui: 6 November 2024   10:03 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja keras adalah sesuatu yang sudah lama kita kenal dan pahami, namun bagaimana dengan istilah "kerja cerdas"? Kerja cerdas bukan hanya tentang berusaha dengan keras, melainkan juga tentang mengoptimalkan cara kita bekerja, menggunakan strategi yang efisien, dan berpikir secara lebih matang dalam menyelesaikan tugas. Baik kerja keras maupun kerja cerdas, keduanya memiliki satu elemen penting yang sama: kesungguhan.

Kesungguhan inilah yang menjadi pembeda antara bakat dan keberuntungan dengan kesuksesan sejati. Seseorang bisa saja memiliki bakat luar biasa, tetapi jika ia mudah merasa jenuh, kesuksesan akan menjauh. Begitu juga dengan keberuntungan; seseorang mungkin saja beruntung, tetapi jika ia mudah menyerah di tengah jalan, keberhasilan pun tak akan tercapai. Sebaliknya, orang yang mungkin tidak berbakat atau tidak selalu beruntung, tetapi bekerja dengan penuh kesungguhan, lambat laun akan menjadikan kesuksesan bagian dari rutinitas hidupnya.

Saya teringat sebuah seminar yang pernah saya hadiri. Meskipun saya lupa tema diskusinya, ada satu pengalaman yang membekas pada saya. Saat sampai di seminar, setiap peserta diberikan selembar kertas origami. Saya sempat bertanya-tanya dalam hati, apa tujuan dari pemberian kertas ini? Di tengah-tengah seminar, pembicara memberikan tantangan kepada para peserta: membuat pesawat dari kertas tersebut.

Ketika tiba waktunya untuk memamerkan hasil pekerjaan, seorang peserta maju dengan pesawat kertas yang terlihat sangat sederhana dan cepat dibuat. Hal ini memicu perdebatan di antara para peserta lain, yang menganggap karya tersebut tidak sesuai dengan bentuk pesawat pada umumnya. Namun, sang pembicara menjelaskan bahwa tindakan peserta tersebut adalah contoh dari kerja cerdas. Ia tidak terpaku pada aturan atau pola pikir konvensional tentang bagaimana pesawat seharusnya terlihat. Yang diminta oleh pembicara hanyalah pesawat kertas yang bisa sampai di panggung dengan cepat, bukan pesawat yang harus terbang atau memiliki bentuk tertentu. Peserta itu fokus pada tujuan utama, yaitu menyelesaikan tugas dengan efisien.

Hal ini membawa saya pada pemikiran tentang keberuntungan. Bagaimana jika seseorang terlahir dalam keluarga yang kurang mampu? Apakah ia bisa berhenti berjualan koran dan mulai berpikir tentang masa depannya? Jika tidak ada pilihan lain, tentu yang bisa dilakukan adalah bekerja keras. Namun, ada kalanya seseorang memiliki keberuntungan yang membawanya ke arah yang lebih baik.

Namun, tidak ada orang yang selalu beruntung. Keberuntungan adalah faktor yang tidak bisa diandalkan sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Pada akhirnya, kerja keras tetap menjadi dasar utama. Orang-orang sukses adalah mereka yang belajar mengantisipasi risiko, mencari peluang, dan memanfaatkan keberuntungan yang datang. Mereka juga tahu cara menyaring upaya yang tidak perlu dan fokus pada hal-hal yang benar-benar mendatangkan hasil.

Sebagai refleksi, apakah kita sudah bekerja keras? Apakah kita bisa meningkatkan cara bekerja sehingga lebih cerdas? Pada akhirnya, kesungguhan dalam bekerja---baik kerja keras maupun kerja cerdas---adalah kunci yang akan membawa kita pada kesuksesan yang konsisten.

Berbicara tentang "kerja cerdas, bukan lebih keras," saya teringat dengan pengalaman saya sebagai freelance writer. Sebagai seseorang yang bekerja di agensi kepenulisan, saya memiliki dua rekan kerja dengan sikap yang sangat berbeda terkait etos kerja. Sebut saja mereka Mr. Tiger dan Mrs. Stork.

Mr. Tiger adalah lulusan program dual-degree dari luar negeri dan baru bekerja sebagai freelance art design selama enam bulan. Sementara itu, Mrs. Stork adalah lulusan dari universitas swasta di Jakarta dan bekerja sebagai art director tanpa pengalaman freelance.

Mr. Tiger memiliki pandangan bahwa bekerja keras berarti lembur setiap hari, tidur di kantor, dan secara simbolis menunjukkan dedikasi tinggi kepada perusahaan. Namun, sering kali ia datang terlambat, mengulur-ulur pekerjaan, dan akhirnya bekerja mendekati tenggat waktu, yang menyebabkan klien marah dan ia terpaksa harus lembur. Intinya, ia ingin terlihat sibuk dan berdedikasi, meskipun produktivitasnya sering kali dipertanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun