Mohon tunggu...
Alfino Hatta
Alfino Hatta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Membaca, menulis puisi dan tertarik belajar hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saat Waktu Menghadirkan Rasa Tidak Percaya Diri

10 Oktober 2024   08:04 Diperbarui: 10 Oktober 2024   08:06 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: (unsplash.com/@nampoh)

Terkadang, perasaan tidak percaya diri adalah sesuatu yang sulit dihindari. Kita semua pernah mengalaminya, terutama ketika berbicara tentang penampilan atau perjalanan waktu yang tak terelakkan. Usia membawa perubahan yang mungkin membuat kita merenung lebih dalam tentang diri kita sendiri. Sebagai contoh, saya sering kali teringat pada ibu saya. Dulu, ketika saya masih kecil, ibu penuh energi, tampak segar, dan sangat kuat. Salah satu kesukaannya adalah bermain bulu tangkis. Namun, sekarang di usianya yang ke-55, dengan kondisi kesehatan yang tak lagi sama, hal-hal seperti itu telah menjadi bagian dari masa lalu.

Saya ingat bagaimana ibu selalu hadir dalam hidup saya. Dia akan menjemput dan mengantar saya ke sekolah, selalu dengan senyuman dan semangat yang tak pernah surut. Namun, waktu terus berjalan, dan perubahan perlahan mengukir tubuh dan wajahnya. Ini membuat saya berpikir, "Suatu hari nanti, saya juga akan melalui fase ini." Ada saat-saat di mana saya merasa tidak rela menerima kenyataan bahwa kecantikan dan kekuatan fisik kita akan memudar. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Waktu tak pernah berhenti. Setelah menyaksikan beberapa video tentang topik penuaan, saya pun sadar bahwa bukan hanya saya yang merasakan hal ini.

Banyak dari kita, di luar sana, yang menahan perasaan serupa. Kita takut membicarakannya karena khawatir dianggap terlalu memikirkan hal-hal yang sepele. Tetapi, ini bukan hal kecil. Ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi. Penuaan adalah bagian dari kehidupan yang tak terelakkan, dan pada akhirnya, kita semua akan berada pada titik itu. Yang paling penting adalah bagaimana kita menerima perubahan tersebut dan tetap menikmati hidup dengan segala yang berubah di dalam diri kita.

Ketidakpercayaan diri, atau insecure, adalah musuh yang sangat halus. Ia menyusup tanpa kita sadari, seperti bayangan yang selalu mengikuti kita ke mana pun kita pergi. Tak peduli seberapa baik hidup kita terlihat dari luar, rasa insecure itu tetap bisa hadir dan mengganggu. Mengapa bisa begitu? Karena kita manusia, dan kita cenderung lebih memperhatikan kekurangan diri sendiri daripada kelebihan yang kita miliki. Rasa insecure bisa datang dari mana saja---dari dalam diri, dari komentar orang lain, dari media sosial, atau bahkan dari ekspektasi yang kita buat sendiri.

Jika dibiarkan, rasa insecure bisa merusak hubungan kita dengan orang lain. Hubungan dengan teman, keluarga, atau bahkan pasangan bisa terpengaruh. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali perasaan ini ketika ia muncul, dan belajar bagaimana menghadapinya dengan bijak. Tidak mudah, memang, tetapi sangat mungkin dilakukan.

Saya sendiri pernah berada di titik di mana rasa percaya diri saya sangat rendah. Namun, saya beruntung memiliki sahabat-sahabat yang sangat mendukung. Kami sering duduk bersama, berbagi cerita, memberikan saran, dan membantu satu sama lain untuk membangun kembali kepercayaan diri yang hilang. Bukan hanya soal insecure, tetapi juga soal hal-hal lainnya seperti bagaimana berbicara dengan meyakinkan, bagaimana memengaruhi orang lain, hingga soal mengembangkan karier. Memiliki lingkaran pertemanan yang saling mendukung adalah salah satu hal terbaik yang bisa kita miliki dalam hidup.

Ada satu hal lagi yang perlu kita ingat: jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain. Apa yang orang lain miliki, yang mungkin terlihat sempurna di mata kita, belum tentu tepat untuk kita. Setiap individu memiliki perjalanan hidup, kelebihan, dan kekurangannya masing-masing. Tugas kita adalah menemukan apa yang membuat kita unik dan fokus pada hal itu. 

Jadi, mulai sekarang, mari kita berusaha lebih keras untuk menerima diri kita apa adanya. Jangan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, karena pada akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri. Kebahagiaan sejati datang dari menerima diri kita, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun