Mohon tunggu...
Alfin Nur Ridwan
Alfin Nur Ridwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kader IMM Sukoharjo, Mahasiswa S1 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Surakarta

Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang mempunyai hobi membaca dan menulis, serta menyukai kerja-kerja jurnalistik. Jasadku memang tak abadi, namun kuyakin diriku bisa abadi dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Refleksi Hari Kelahiran dengan Realitas

16 Juli 2024   20:43 Diperbarui: 16 Juli 2024   21:09 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peringatan hari kelahiran atau hari ulang tahun, bisa dikatakan menjadi hal yang sudah familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Terkhusus di kalangan milenial dan juga Gen-Z, peringatan hari kelahiran ini kerap kali dirayakan dengan euforia-euforia tertentu. Tak kalah dengan peringatan hari kemerdekaan, peringatan hari pahlawan, ataupun hari ibu, momentum hari ultah - untuk menyebut ulang tahun - juga seakan sudah menjadi hari khusus yang perlu disematkan dalam kalender.

Banyak ceremonial-ceremonial tertentu dilakukan ketika hari itu tiba. Dari yang mengadakan pesta, memberi kejutan, hingga hal kecil seperti makan bersama dengan rekan terdekat. Semua itu dilakukan dengan berbagai macam motif masing-masing individu, sesuai dengan bagaimana mereka memaknai hari kelahirannya itu.

Dari berbagai macam bentuk perayaan tersebut, tak jarang hari kelahirannya itu bertepatan dengan momen-momen tertentu yang monumental. Seperti tanggal kelahiran yang bertepatan dengan hari kemerdekaan (17 Agustus), hari kartini (21 April), sampai hari sumpah pemuda (28 Oktober).

Rasa-rasanya cukup menjadi kebahagiaan tersendiri jika tanggal kelahiran yang kita miliki berpas-pasan dengan hari-hari besar tertentu - baik yang skala nasional maupun internasional. Karena bagiku bisa menjadi refleksi diri jika hari kelahiran yang kita miliki sama dengan momen masyarakat luas memperingati momen atau tokoh tertentu.

Inilah yang agaknya juga coba saya telusuri. 17 Juni, agaknya bukan angka yang spesial. Bukan tanggal di dalam kalender yang mendapatkan blok merah karena kekhususannya. Bukan pula tanggal di mana sosok-sosok luar biasa yang seluruh dunia tahu lahir. Terlebih, beberapa tokoh yang lahir di tanggal tersebut pun kebanyakan sosok seniman - yang berbeda dengan background diriku. Sebut saja seperti, Igor Stravinsky (1882), yang merupakan komposer paling berpengaruh di abad ke-20, atau Ken Loach (1936), seorang kritikus tajam asal Inggris yang menyuarakan ketidakadilan sosial lewat karya filmnya.

Namun tak kusadari, bahwa di tanggal 17 Juni, selain tokoh-tokoh tadi yang sebagaimana disebutkan di atas lahir, ternyata dunia juga menjadikan tanggal tersebut sebagai suatu pengingat khusus. Karena pada tanggal itulah PBB melalui resolusi majelis Umum A/RES/49/115 di tahun 1994, menandakan tanggal 17 Juni sebagai Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia. Bukan tanpa sebab, hal tersebut diperingati sebagai pengingat bagi manusia akan degradasi lahan dan krisis kekeringan dunia yang bisa mengancam kehidupan.

Sekilas memang tak ada yang spesial. Namun bagiku cukup spesial. Kejurusan yang kutempuh saat ini - tanpa sepengetahuanku kalau di tanngal 17 Juni itu diperingati sebagai Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia - cukup sama dengan keilmuan yang sedang ditempuh. Yup, Pendidikan Biologi. Walaupun bukanlah kejurusan biologi murni, tapi apa yang kupelajari tentang alam dan manusia kurasa selaras dengan apa yang menjadi peringatan di tanggal 17 Juni.

Lagi-lagi memang tak ada yang spesial dan perlu untuk dibahas lebih dalam. Akan tetapi, refleksi hari kelahiran untuk melangkahi tapak kilas kehidupan yang lebih baik nampaknya perlu. Bukankah memperingati hari kelahiran merupakan bentuk introspeksi dan refleksi diri dengan tujuan hidup di dunia dan apa yang mesti dilakukan dalam kehidupan ini.

Jikalau 17 Juni dalam skala global diperingati sebagai momentum untuk mengingatkan kita akan isu krisis kekeringan yang menjadi momok mengerikan di sejumlah negara, maka hal tersebut juga nampaknya harus direfleksikan dalam diri sendiri. Apa gunanya diri ini menggali ilmu terkait AMDAL, ekologi dasar, fisiologi tumbuhan, filsafat sains, dan banyak lagi mata kuliah lain jika itu semua tidak direfleksikan terlebih dahulu oleh diri pribadi.

Berkutat dalam diskursus keilmuan biologi berarti menelusuri lebih jauh tentang manusia dan alam di sekitarnya. Sebelum berbicara soal pemanasan global yang menyebabkan kekeringan sebagai salah satu dampak banyak problem sosial, kekeringan yang menimpa diri juga tak boleh tentunya dibiarkan begitu saja.

Keringnya lisan yang kurang dibasahi dengan mengingat Tuhan dan senantiasa mengucap rasa syukur. Keringnya jasad karena tak pernah mencairkan diri dengan orang lain. Dan keringnya kaki ini sehingga tak mampu meninggalkan jejak baik bagi orang di sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun