Jakarta -- Bukan Indonesia namanya jika tak ada kasus-kasus nyeleneh di dalamnya. Bukan Indonesia namanya jika isu keagamaan selalu menarik untuk dikaji oleh masyarakatnya. Padahal data yang dikeluarkan oleh Statista pada bulan Juli 2023 lalu memaparkan hasil yang menunjukkan kalau negara yang berada di Asia Tenggara tersebut menjadi negara dengan tingkat kepercayaan pada Tuhan paling tinggi di Indonesia.
Kendati demikian, 'tameng' agama dalam setiap lembaga ataupun institusi tidak bisa menjamin bahwa apa yang ada di dalamnya bersih dari dosa -- perilaku menyimpang. Bukan tentang Mama Gufron dengan karangan kitab suryaninya, bukan pula tentang oknum ustad cabul di pondok pesantren, tapi ini tentang pelecehan seksual di menara gading berlabelkan Islam.
Siapa yang menyangka kalau Perguruan Tinggi Muhammadiyah bisa kecolongan dosen dengan nafsu tinggi yang memangsa mahasiswanya? Karena begitulah yang baru-baru ini terjadi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yang dengan kejadian viral tersebut, kampus pimpinan Sofyan Anif itu baru membentuk Satuan Gugus Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagaimana arahan dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) No. 30 Tahun 2021.
Arahan itu sudah ada, himbauan untuk memperhatikan persoalan kekerasan seksual itu telah hadir, tinggal bagaimana setiap Perguruan Tinggi merespon hal tersebut. Hal inilah yang ternyata ditanggapi baik oleh Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta, pada November 2023 lalu dengan membentuk Satgas PPKS.
Walaupun masih berumur jagung, akan tetapi sudah ada pergerakan yang dilakukan oleh Satgas PPKS UHAMKA sebagai wadah penanganan dan pencegahan untuk permasalahan kekerasan seksual. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Tohirin, yang merupakan Wakil Dekan IV Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UHAMKA, dalam sebuah wawancara yang penulis lakukan pada Sabtu, 13 Juli 2024.
"Program pencegahan kekerasan seksual ini sudah aktif yang bernaung di bawah Wakil Rektor IV," ungkap Tohirin (13/7).
Kendati demikian, respon yang berbeda justru penulis dapatkan ketika bertemu dan mewawancari langsung mahasiswi semester enam Program Studi (Prodi) Manajemen bernama Viola Maulidia. Pendapat dari Viola selaku mahasiswa sendiri terkesan baru tahu jika ada Satgas PPKS yang mempunyai tugas sebagai pencegahan dan penanganan untuk kasus kekerasan seksual di kampusnya sendiri.
Bukan tanpa sebab, ketidaktahuan narasumber selaku mahasiswa memang dikarenakan sosialisasi yang belum pernah dilakukan oleh pihak kampus terkait keberadaan Satgas PPKS tersebut. Di sisi lain juga sepanjang pengamatan penulis sebelum melakukan wawancara, tidak ditemukan poster-poster ataupun informasi yang berbentuk visual berkenaan dengan pencegahan kekerasan seksual di ranah kampus. Juga kegiatan ataupun program-program Satgas PPKS yang katanya telah dibentuk pun belum sama sekali menyentuh mahasiswa.
"Semoga bisa berjalan, karena sebesar UHAMKA ini memang sudah seharusnya mempunyai pelayanan kampus yang mencegah adanya pelecehan seksual serta pencegahannya," harap Viola di akhir wawancara (13/7).
Apa yang telah dihadirkan oleh UHAMKA merupakan bentuk pengaplikasian dari pribahasa yang menyebutkan, "sedia payung sebelum hujan". Namun agaknya para stakeholder lupa kalau payung yang disediakan bagi keluarga besar UHAMKA disimpan di bagasi mobil sang stakeholder. Begitulah yang kira-kira menggambarkan keberadaan Satgas PPKS yang telah dibentuk oleh UHAMKA. Keberadaannya ada namun tidak nampak dan tidak bisa dirasakan oleh mahasiswanya.