Mohon tunggu...
Alfin Febrian Basundoro
Alfin Febrian Basundoro Mohon Tunggu... Freelancer - Menuliskan isi pikiran, bukan isi hati

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UGM 2018, tertarik pada isu-isu politik dan keamanan internasional, kedirgantaraan, militer, dan eksplorasi luar angkasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Invasi Grenada: Kemenangan Fisik AS, Kemenangan Ideologis Uni Soviet

23 Juli 2019   22:17 Diperbarui: 23 Juli 2019   22:23 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pinterest.com/toymatz21 

Invasi tersebut berlangsung selama empat hari, mulai 25 Oktober dan berakhir pada 29 Oktober 1983 dengan sandi Operasi Urgent Fury. Meskipun begitu, pada dokumen resmi Departemen Pertahanan AS, invasi dan pendudukan akan dilakukan selama sebulan. Terdapat empat misi yang harus dilaksanakan oleh pasukan gabungan AS dan Karibia tersebut. 

Pertama, pendudukan terhadap kota-kota penting. Kedua, perebutan Bandara Internasional Point Salines dan Pearl yang diyakini menjadi basis Uni Soviet dan Kuba. Ketiga, penindakan terhadap warga negara Kuba dan Uni Soviet yang masih bertahan, dan keempat, penggulingan pemerintahan Maurice Bishop dan mengembalikan pemerintahan prakudeta 1979.

Sebagaimana diduga banyak pihak, AS berhasil memenangi pertempuran dan seluruh misi dapat dilaksanakan oleh AS dan Pasukan Perdamaian Karibia. Seluruh aspek pemerintahan komunis Grenada dikembalikan seperti sedia kala. Jenderal Hudson Austin, panglima tertinggi Tentara Revolusioner Grenada menyerahkan diri bersama seluruh pasukannya. Jumlah korban tewas di pihak AS sebanyak 18 prajurit, sementara Grenada kehilangan 45 prajurit, Kuba 25 prajurit, dan terdapat dua prajurit Tentara Merah Uni Soviet yang terluka. Korban jiwa dari warga sipil sebanyak 24 jiwa.

Laiknya operasi militer lain yang melibatkan AS, Invasi Grenada juga menimbulkan kontroversi. Meskipun invasi tersebut terlegitimasi secara internasional karena kondisi Perang Dingin dan merupakan bentuk Containment Policy AS, namun tentangan demi tentangan tetap dilancarkan, terutama dari kalangan negara dunia ketiga dan negara persemakmuran. Kanada dan Inggris merupakan dua negara yang paling keras mengutuk invasi tersebut. 

Sebagai sesama negara Persemakmuran, wajar bagi Inggris dan Kanada mengkritik Invasi Grenada. Grenada merupakan salah satu anggota Persemakmuran yang termuda, sehingga tiada satu pun negara yang diizinkan untuk mengintervensi politik dalam negerinya, apalagi menginvasi. Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher sempat terpancing emosi dan mengatakan invasi tersebut tak beralasan. 

Invasi ini dapat dikatakan hanya terlegitimasi setengah hati, karena dikecam keras pula oleh dunia internasional. Majelis Umum PBB pun mengeluarkan resolusi yang berisi tentangan terhadap Invasi Grenada dan memerintahkan pasukan militer AS untuk segera mengundurkan diri dari pulau tersebut. Inilah yang menjadi alasan mengapa invasi dan pendudukan Grenada hanya berlangsung empat hari, dari rencana semula, selama sebulan.

Meskipun begitu, invasi ini memberi arti penting bagi Amerika Serikat. Moral prajurit militer AS yang sempat runtuh akibat kekalahan di Vietnam terobati dengan kemenangan di Grenada. Apalagi, banyak di antara mereka yang pernah bertugas di Vietnam kemudian ditugaskan kembali dalam invasi ini. Secara politik, Invasi Grenada meningkatkan popularitas Ronald Reagan yang juga sempat menurun, meskipun invasi ini dikecam secara internasional. 

Publik Amerika Serikat pun semakin percaya bahwa negara mereka kuat dan mampu memenangi Perang Dingin. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, ketika Uni Soviet berhasil menginvasi Afghanistan dan memperluas pengaruhnya di Afrika, sempat terjadi 'gelombang pesimisme' pada publik Amerika Serikat.

Memang, Amerika Serikat berhasil unggul atas Uni Soviet di Grenada, namun hanya secara fisik (persenjataan militer). Apapun hasilnya, Uni Soviet tetap menjadi pihak yang unggul secara pengaruh karena lagi-lagi berhasil menyebarluaskan ideologi komunisme di belahan dunia lain, bahkan pada jarak yang cukup dekat dengan Amerika Serikat. Uni Soviet bahkan dapat menampilkan citra yang lebih 'positif' pada dunia ketimbang AS. 

Mengapa? Meskipun pada hakikatnya Uni Soviet tetap melakukan intervensi pada politik dalam negeri negara-negara yang lebih 'kecil', namun mereka berhasil menciptakan image bahwa apa yang mereka lakukan (secara ideal) bertujuan untuk meruntuhkan rezim otoriter, membangun demokrasi, dan menciptakan kehidupan politik yang lebih bebas, meskipun pada akhirnya justru sebaliknya terjadi. Amerika Serikat kala itu dianggap sangat identik dengan dukungan terhadap rezim otoriter, kejam, dan menindas masyarakat, sebut saja Rezim Somoza, Duvalier, Mobutu Sese Seko, hingga Soeharto dan Ferdinand Marcos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun