Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet berhasil memberikan dampak yang begitu luas di seluruh dunia. Meskipun sebatas saling tantang, gertak, dan adu ideologi tanpa melibatkan bentrokan senjata secara langsung, kedua pihak dengan berbagai cara memanfaatkan negara-negara dunia ketiga yang lantas dijadikan sekutu, untuk kemudian diadu satu sama lain.Â
Dengan kekuatan fisik dan ideologis masing-masing, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet berhasil mengintervensi politik dalam negeri negara-negara ketiga dengan cara apapun, demi kepentingan mereka sendiri.Â
Grenada, sebuah negara pulau mungil di Karibia pun tak luput dari intervensi dua negeri adidaya tersebut. Kedua pihak sama-sama menjadikan Grenada 'palagan perang', baik secara fisik maupun ideologis. Negeri mungil tersebut merdeka pada 7 Februari 1974 dan membentuk pemerintahan sendiri segera mendapat pengakuan internasional. Sebagai negara bekas koloni Inggris, Grenada secara langsung menjadi anggota negara-negara Persemakmuran (Commonwealth States). Â
Dinamika politik pascakemerdekaan Grenada tak berlangsung mulus. Dua partai yang berkuasa sejak sebelum kemerdekaan, Partai Nasional yang beraliran konservatif dan Partai Buruh Bersatu yang berideologi sosialis saling bertikai, terutama menyangkut ideologi negara. Pertikaian tersebut menjalar hingga ke ranah kehidupan masyarakat sipil. Berkali-kali terjadi kerusuhan antarwarga pendukung dua partai tersebut.
Polaritas tersebut membuat kehidupan demokrasi Grenada terancam. Apalagi, Perdana Menteri Eric Geiry yang didukung Partai Buruh Bersatu semakin lama semakin otoriter. Mereka membentuk milisi rahasia bernama Mongoose Gang yang bertujuan untuk melawan segala bentuk oposisi, terutama warga pendukung Partai Nasional. Pendukung Partai Buruh Bersatu tentu merasa di atas angin, mengingat sejak pemilu periode 1970an, partai mereka selalu menang.Â
Grenada dapat dikatakan merdeka pada saat yang kurang baik. Perang Dingin berada pada 'puncak kebekuannya'. Sementara itu angin kemenangan dalam Perang Dingin sedang berpihak pada Uni Soviet dan sekutu-sekutu komunisnya yang tergabung dalam Blok Timur dan Pakta Warsawa.Â
Bersama-sama dengan Tentara Vietnam Utara dan gerilyawan Viet Cong, Uni Soviet berhasil menancapkan kuku besarnya di Asia Tenggara seiring dengan jatuhnya Vietnam Selatan dan terusirnya Amerika Serikat pada 1973. Meskipun kelak Amerika Serikat secara tidak langsung berhasil mempertahankan hegemoninya di Asia Tenggara dengan membantu Indonesia menduduki Timor Leste, namun kekalahan di Vietnam merupakan bekas luka yang tak mudah hilang dalam sejarah negara tersebut.
Tak hanya berhasil merebut serta menyatukan kembali Vietnam dalam ideologi Komunisme, Uni Soviet dan Blok Timur berhasil memperluas pengaruh ideologisnya dengan menyokong negara-negara Afrika secara politik maupun finansial. Republik Kongo, Benin, Madagaskar, Tanzania, Zimbabwe, dan Angola adalah sebagian di antaranya.Â
Di dua negara terakhir, Uni Soviet bahkan mendukung mereka dalam perang kemerdekaan melawan penjajah masing-masing. Adapun di Amerika Tengah dan Karibia, Uni Soviet berhasil mempertahankan posisinya dengan mencegah Invasi Teluk Babi di Kuba. Di Nikaragua, Pemberontak Sandinista berhasil merebut pemerintahan, juga berkat bantuan Uni Soviet dan sekutunya.
Situasi dan kondisi politik Grenada yang amburadul inilah yang membuat mata Leonid Brezhnev, sang pemimpin besar Uni Soviet berbinar. Ia sekali lagi dapat membawa negerinya unggul dari Amerika Serikat secara ideologis dengan menanamkan pengaruh komunisme di Grenada. Apalagi, mulai muncul gerakan-gerakan oposisi yang menentang pemerintahan Eric Geiry dan partainya.Â