Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang-Orang Baik

1 Desember 2021   12:28 Diperbarui: 1 Desember 2021   12:49 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja saya buka kembali foto-foto waktu berkunjung ke Bulukumba dulu, kemudian saya menemukan foto yang saya ambil ketika berada di masjid H. Abdurrahman Anis di Gowa.

Seketika saya teringat bahwa dulu saya berencana untuk menulis kisah ini, tapi entah karena kesibukan atau kelalaian saya jadi luput. Baiklah sekarang saya akan menceritakan sedikit pengalaman sewaktu berada di masjid ini.

Hari itu kami berangkat dari rumah menuju kabupaten Bulukumba. Perjalanan memakan waktu sekitar 10 hingga 11 jam lamanya. Menjelang pukul tujuh malam, kami mampir sebentar di daerah Gowa untuk melaksanakan shalat maghrib sekalian isya di masjid ini.

Beberapa waktu sebelumnya, adik saya sempat mual di perjalanan. Entah karena belum makan atau memang mengalami mabuk darat karena kami sudah terlalu lama di perjalanan. Sewaktu tiba di masjid ini, pas sekali ada penjual bakso yang berdagang di halaman masjid. Jadilah kemudian adik saya mengisi perut dengan semangkuk bakso (yang mual cuma satu orang, tapi yang makan bakso malah tiga orang alias dua adik saya yang lain ikutan juga wkwkwk).

Selepas shalat isya, kami duduk di gazebo dekat gerobak bakso tadi sembari menunggu mas penjual bakso keluar dari masjid (tiga mangkuk yang dipesan adik-adik saya belum dibayar). Sempat heran sekaligus kagum ketika mengetahui bahwa mas penjual bakso ini meninggalkan dagangannya begitu saja di depan masjid untuk ikut berjamaah di dalam. Tersirat bahwa beliau sama sekali tidak takut ada pembeli yang akan mengambil diam-diam lalu kabur tanpa membayar. Mungkin karena yakin bahwa rezeki sudah diatur, atau mungkin percaya bahwa pencuri tidak akan ke masjid(?) entahlah.

Skip skip skip, akhirnya mas penjual bakso datang. Beberapa pembeli lain yang juga membeli baksonya menunggu untuk membayar. Oiya, saya lupa menceritakan bahwa di antara pembeli tersebut ada yang memberi adik saya ketupat sewaktu makan bakso (mungkin bekal perjalanan jauh mereka). Jadilah setelah penjual bakso datang, kami beserta orang-orang itu (yang membagikan ketupatnya) menghampiri mas tersebut dan menanyakan jumlah tagihan kami masing-masing. Tapi kemudian tebak apa yang terjadi????

"Semuanya sudah dibayar. Tadi ada bapak-bapak yang bayarkan", kata si mas penjual bakso sambil tersenyum.

Woaaah, saya kagetlah tentu saja. Siapa gerangan orang yang sungguh sangat amat baik hatinya mau membayarkan beberapa mangkuk bakso yang dimakan oleh orang yang bahkan tidak dikenalinya? Hei hei siapa dia?! *malah nyanyi*

Sampai kami meninggalkan tempat itu, kami tidak mengetahui siapa orang tersebut. Bahkan sampai tulisan ini dibuat, sebenarnya.

Ya, begitu saja.
Tapi pengalaman ini mungkin tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya. 

Bahwa, orang-orang baik selalu ada. Mereka berbuat tanpa pamrih, tanpa masalah terlihat atau tidak terlihat kebaikan yang dia lakukan. Karena mereka tahu bahwa perbuatan baik tidak sedangkal untuk mendapatkan pengakuan manusia.

Mereka mungkin berbuat semata-mata untuk mendapat pahala dari Dia. Tapi tahukah kau kawan, perbuatan tulus akan selalu sampai ke hati penerimanya (bahkan mungkin oleh orang yang hanya menyaksikan macam saya). Siapa yang tahu kalau ternyata mereka mendapat balasan yang bahkan lebih besar lagi? yaitu aliran doa kebaikan dari orang-orang yang telah mereka perlakukan juga dengan baik.

Karena nyatanya, saya yang bahkan hanya menyaksikan kejadian itu, alias bukan saya yang dibayarkan baksonya, merasa... apa ya istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk kata heartwarming? ya, pokoknya itulah, dan tanpa sadar saya merapal doa waktu itu; semoga orang tersebut senantiasa diberi rezeki yang berlimpah. Lantas, bisakah kau bayangkan, kawan, bagaimana dengan orang yang mendapat perlakuan itu?

Semoga sepenggal pengalaman ini bisa memotivasi pembaca sekalian untuk terus melakukan perbuatan baik, tidak peduli walau orang lain (mungkin) akan memperlakukan sebaliknya. Yakinlah kawan, penilaian manusia tidak ada apa-apanya dibanding penilaian dari Dia. 

Semoga bermanfaat ya, terima kasih sudah membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun