Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yuk, "Kenalan" dengan Investasi Syariah!

26 Juli 2021   16:33 Diperbarui: 26 Juli 2021   17:52 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak Covid-19 mewabah di Indonesia pada awal tahun 2020 lalu, masyarakat dilanda kepanikan pada berbagai sektor, salah satunya dalam sektor ekonomi. Kepanikan dalam sektor ekonomi dapat dilihat dari fenomena panic buying, yaitu masyarakat berlomba-lomba membeli barang dalam jumlah besar melebihi kebutuhan yang sebenarnya sehingga berdampak signifikan pada harga barang yang melonjak naik di pasaran. Pun dalam bidang investasi juga tidak ketinggalan. Fenomena panic selling terjadi sebagai respon atas kebijakan pengetatan pembatasan aktivitas oleh pemerintah untuk menahan laju penyebaran Covid-19. Banyak investor saham di pasar modal yang ingin segera menjual sahamnya karena khawatir harganya akan turun drastis selama pandemi. Hal ini tercermin dari posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Januari lalu yang ditutup melemah 71,66 poin atau sebesar 1,17 persen. Selain itu, pelemahan juga terjadi pada kelompok 45 saham unggulan dalam indeks LQ45 sebesar 15,71 poin atau 1,63 persen.

Tak dapat dipungkiri, topik tentang investasi memang sedang hype belakangan ini. Kemajuan teknologi merupakan salah satu aspek pendukung sehingga masyarakat dengan mudah mengakses hal-hal berkaitan dengan investasi. Terlebih sejak pemberlakuan work from home (WFH), durasi waktu yang dihabiskan bersama gadget terbilang tidak sebentar. Selain itu, peran influencer melalui media sosial juga tidak bisa dikatakan kecil. Dengan media sosial mereka dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat, salah satunya terkait investasi. 

Namun, dampak negatifnya yaitu masyarakat yang masih minim tingkat literasi keuangannya tidak jarang menjadi korban penipuan melalui media sosial. Iming-iming keuntungan besar di masa depan menjadi daya pikat para penipu ulung untuk menarik korbannya agar ikut serta dalam investasi bodong yang mereka buat. Oleh karena itu, literasi keuangan sangat penting perannya agar tidak semakin banyak yang menjadi korban penipuan investasi bodong ini.

Diresmikannya Bank Syariah Indonesia pada 1 Februari 2021 lalu menjadi tonggak sejarah baru perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, ajakan untuk menggunakan produk-produk syariah semakin digalakkan, termasuk dalam bidang investasi. Hal ini sejalan dengan kesadaran bahwa transaksi yang dilakukan dengan berdasar pada prinsip syariah lebih adil pelaksanaannya dan tidak mengandung kezaliman di dalamnya, karena menghindari praktik-praktik pincang yang dilarang di dalam Islam, seperti maysir, riba, gharar, dan tadlis. 

Lalu, bagaimana sih investasi itu? Apa perbedaan investasi konvensional dan syariah? Apa yang harus diperhatikan dalam berinvestasi? Mengapa harus berinvestasi pada instrumen syariah dan bagaimana strateginya? Yuk, kita bahas bersama!

Apa Itu Investasi?

Investasi merupakan proses penundaan konsumsi dengan menempatkan modal secara produktif untuk disimpan dengan harapan memberi keuntungan di masa depan. Investasi dapat dilakukan dalam bentuk emas, properti, tanah, maupun surat berharga seperti saham, obligasi, sukuk, dan reksa dana. Adapun investasi syariah merupakan investasi yang dilakukan dengan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah Islam, seperti tidak mengandung maysir, riba, gharar, tadlis, dan aturan lainnya yang tidak diperbolehkan di dalam Islam. Investasi syariah ada berbagai macam, beberapa di antaranya yang ada di pasar modal syariah adalah saham syariah, sukuk, dan reksa dana. 

Landasan untuk melakukan investasi dalam Islam terdapat dalam surah Yusuf ayat 47, yaitu berkaitan dengan mimpi raja yang ditakwilkan oleh Nabi Yusuf di bidang ekonomi. Allah memerintahkan untuk tidak secara rakus menghabiskan pangan, namun perlu disimpan untuk masa yang akan datang, utamanya untuk berjaga-jaga. Di masa modern, investasi dilakukan untuk berjaga-jaga bukan lagi hanya karena paceklik, namun juga karena adanya fluktuasi ekonomi, seperti inflasi.

Apa Perbedaan Investasi Konvensional dan Investasi Syariah?

Ada beberapa perbedaan utama antara investasi konvensional dan investasi syariah, yaitu sebagai berikut:

  • Tujuan Investasi. Dalam investasi syariah lebih mengutamakan misi sosial, yang dikenal dengan istilah Social Responsible Investment (SRI). SRI merupakan suatu bentuk investasi yang menggabungkan antara perolehan keuntungan dengan kebajikan sosial, yaitu menyelipkan unsur ibadah dalam bentuk sedekah. Hal ini berbeda dengan investasi konvensional yang umumnya hanya bertujuan untuk mendapatkan return sebanyak-banyaknya.
  • Adanya Akad yang Jelas. Dalam investasi syariah, akad yang digunakan harus jelas, entah menggunakan akad bagi hasil (mudharabah), kerja sama (musyarakah), ataupun sewa menyewa (ijarah). Sementara pada investasi konvensional hanya membuat kesepakatan tanpa acuh pada jenis akad dan halal haramnya transaksi yang dilakukan.
  • Sistem Perolehan Keuntungan. Dalam investasi syariah menggunakan sistem bagi hasil, sehingga terbebas dari unsur maysir, gharar, riba, serta aturan lainnya yang diharamkan dalam Islam. Adapun dalam investasi konvensional menggunakan sistem bunga yang notabene diharamkan dalam Islam karena merupakan salah satu bentuk riba.  
  • Aspek Pengawasan. Dalam investasi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertanggung jawab untuk memastikan proses yang dilakukan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Sedangkan dalam investasi konvensional tidak ada dewan pengawas yang mengawasi dan menjamin transaksi yang dilakukan di pasar modal sesuai dengan syariat Islam.
  • Proses Screening. Dalam investasi syariah terdapat proses screening yang terdiri atas business screening dan financial screening. Business screening merupakan proses screening terhadap bisnis perusahaan, yaitu perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan perusahaan yang dalam menjalankan bisnisnya tidak melanggar syariat Islam, seperti tidak menjual makanan atau minuman haram. Adapun financial screening yaitu proses screening terhadap keuangan perusahaan apabila telah lolos dalam business screening. Dalam financial screening mempertimbangkan rasio total utang berbasis bunga dibandingkan total aset tidak lebih dari 45%, dan rasio pendapatan non halal terhadap total pendapatan tidak lebih dari 10%.

Apa yang Harus Diperhatikan dalam Berinvestasi?

Dalam melakukan investasi, perlu memperhatikan tiga aspek utama, yaitu tujuan, waktu, dan instrumen. 

Sebelum memulai investasi, hendaknya menentukan terlebih dahulu apa tujuan investasi dilakukan, misalnya untuk dana pendidikan, persiapan pensiun, biaya haji, atau tujuan-tujuan lainnya. Setelah itu, tentukan waktu kapan rencana tersebut akan direalisasikan. Semakin dini seseorang memulai investasi, maka semakin potensial pula dalam menuai hasilnya. Apabila telah jelas tujuan dan waktunya, barulah kemudian menentukan jenis instrumen apa yang akan digunakan dalam berinvestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun