Beberapa hari yang lalu saya login kembali ke laman facebook untuk membaca tulisannya yang mungkin sempat saya lewatkan. Namun sejak 20 Desember tidak ada lagi tulisan baru yang dipostingnya. Hingga hari ini, kabar itu akhirnya datang, sekaligus menjawab pertanyaan mengapa beliau tidak pernah lagi memosting apapun. Beliau telah menghembuskan nafas setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, berjuang melawan sakit. Tulisannya yang berjudul Puja-Hujat yang saya tanggapi dengan super ini ternyata menjadi tulisan terakhirnya.
Terus terang saya sedih sekali mendengar kabar ini. Dengan cepat memori lama ketika berada di kelasnya terulang kembali di kepala saya. Saya ingat sekali, di akhir pertemuan kelas Makroekonomi dulu, saat ujian final dilangsungkan, saya bahkan menunggu sampai waktu benar-benar habis. Teman-teman saya satu per satu sudah keluar ruangan, tapi saya mengurungkan niat untuk keluar meskipun sudah selesai mengerjakan soal-soalnya. Saya sadar, tidak akan ada lagi kesempatan untuk menjadi mahasiswanya di dalam kelas, karena dia bukan dosen jurusan saya. Dia mengajarkan mata kuliah umum yang tidak akan ada lagi di semester berikutnya.Â
Dengan keberanian yang sudah saya kumpulkan sejak awal datang ke kelas, saya akhirnya meminta tolong kepada salah satu teman yang juga belum keluar ruangan. Sisa kami berdua di dalam ruangan yang belum mengumpulkan lembar jawaban. Saya minta tolong kepada teman tersebut untuk difoto bersama Prof. WIM sebagai kenang-kenangan. Setelah meminta izin, terjadilah percakapan yang tidak pernah saya lupakan sampai sekarang,
"Kenapa kamu mau foto sama saya?" tanya Prof WIM.
"Sebagai kenang-kenangan Prof. Saya kagum sekali dengan Anda."Â
"Memangnya pacar kamu tidak marah ya, kalau foto sama saya?"
"Hehehe, saya tidak punya pacar Prof."Â
"Wah, kenapa tidak punya? Kalau begitu, kamu mau jadi pacar saya saja?"
"..."
"Ya sudah, ayo kita foto. Nanti kalau sudah punya pacar lapor ke saya ya!"Â
Dan ya, itulah percakapan terakhir saya dengan Prof. WIM yang sangat baik hatinya.Â
Sejak dulu saya mengagumi tiga guru besar, Pak Habibie, Pak Sapardi, dan Prof. WIM Poli. Ketiganya kini telah pergi, meninggalkan dunia yang di penghujung tahun masih gaduh disana-sini. Ketiganya bukan siapa-siapa saya, tapi ketiganya berhasil membuat saya menangis karena kepergiannya.Â
Selamat jalan, Prof. Terima kasih atas segala ilmu yang kau bagikan tanpa pamrih. Semoga kau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H