Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Adakah Manusia yang Lebih Nekat dari Sukab?

15 Oktober 2019   15:37 Diperbarui: 26 Desember 2020   08:59 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa hadiah terindah yang telah kita beri untuk orang-orang terkasih? 

Pernah dengar cerita seorang pria yang memotong senja di sebuah pantai, lantas memasukkannya ke dalam amplop, lalu dikirim ke pacarnya yang beralamat di ujung dunia lewat seorang tukang pos? Kalau belum, segera baca buku ini. Mana tahu nanti bisa jadi inspirasi, kan? Hehehe...Pertama kali saya tertarik dengan buku ini adalah ketika melihat sebuah video pembacaan cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku oleh Abimana Aryasatya di Youtube.Ya, buku ini berawal dari sebuah cerpen yang dipulikasikan di harian Kompas tahun 1991. Sampai sekarang, cerpen ini masih dapat dinikmati secara bebas oleh siapapun karena telah diposting ke dalam blog Dunia Sukab. Lantas, jika memang sudah diposting, mengapa kita masih harus membaca bukunya? Bukankah isinya sama saja? 

Well, dulu saya juga dihantui oleh pemikiran-pemikiran seperti itu. Nyatanya, di dalam buku SSUP karya SGA ini tidak hanya ada cerpen tersebut. Buku ini berisi 16 cerpen tentang senja yang terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu Trilogi Alina (3 cerpen), Peselancar Agung (10 cerpen), dan Atas Nama Senja (3 cerpen). Namun, pada tulisan kali ini saya hanya akan membahas bagian pertama dari buku ini.

Bagian pertama merupakan Trilogi Alina yang berisi tiga cerpen yaitu Sepotong Senja Untuk Pacarku, Jawaban Alina, dan Tukang Pos dalam Amplop. Ketiga cerita ini saling berhubungan satu sama lain dan disajikan secara "tidak masuk akal". 

Bagaimana tidak? SGA menuliskan alur yang mungkin tidak pernah terbayang dalam pikiran manusia, setidaknya manusia itu adalah saya. Nyatanya cerita ini dikembangkan oleh SGA dengan apik hingga saya dibuat berimajinasi begitu liar sambil tetap menikmati cerita yang saya baca. 

Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku bercerita tentang seorang pria bernama Sukab yang suatu hari sedang duduk seorang diri di tepi pantai. Ketika senja mulai nampak, dia tiba-tiba teringat dengan kekasihnya, Alina. Barangkali senja ini bagus untuk Alina, pikirnya. 

Maka Sukab kemudian memotong senja itu, lalu dikerat di keempat sisinya, kemudian dimasukkannya senja tersebut ke dalam sakunya. Senja ini nantinya akan dikirimkan lewat tukang pos. Semua ini dilakukannya semata-mata untuk Alina. Akibatnya, terjadi aksi kejar-kejaran dengan polisi karena adanya laporan tentang senja yang telah hilang karena diambil oleh Sukab.

Cerita diatas hanyalah gambaran kecil dari keseluruhan cerita yang ditulis oleh SGA. Dalam tulisannya, terselip beberapa kalimat yang saya pikir adalah sebuah sindiran kepada manusia. Contohnya adalah seperti ini:

"Cahaya kota yang tetap gemilang tanpa senja membuat cahaya keemasan dari dalam mobilku tidak terlalu kentara. Lagipula di kota, tidak semua orang peduli apakah senja hilang atau tidak. Di kota kehidupan berjalan tanpa waktu, tidak peduli pagi siang sore atau malam. Jadi tidak pernah penting senja itu ada atau hilang. Senja cuma penting untuk turis yang suka memotret matahari terbenam. Boleh jadi hanya demi alasan itulah senja yang kubawa ini dicari-cari polisi."

Betapa kesibukan telah membuat kita lupa untuk setidaknya menikmati keindahan alam semesta. Coba pikirkan kembali, sudah berapa banyak waktu yang telah kita korbankan untuk mengejar pencapaian tertentu dan lupa memberi kesempatan pada diri sendiri untuk sekadar menikmati dan merenungi betapa dunia yang indah ini diciptakan untuk kita. Amatilah sejenak, minimal kita akan dibuat terpukau.

Di bagian awal paragraf, terdapat pula kalimat yang saya pikir juga merupakan sebuah sindiran. Kalimatnya adalah seperti ini:

"... karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina. Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagipula, siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina..."

Bagaimana menurut anda? Saya pikir, masing-masing dari kita bisa memahami dengan sangat jelas maksud kalimat diatas. Sebenarnya, masih banyak sesuatu yang "wah" ketika membaca buku ini, tetapi tidak mungkin saya tulis semuanya. Silakan dibaca sendiri, yaa. Hehehe...

Kemudian, pada bagian kedua terdapat Jawaban Alina yang telah menerima senja dari Sukab 10 tahun kemudian. Betapa banyak yang telah terjadi dalam 10 tahun, namun tetap saja diterima oleh Alina untuk menghargai tukang pos yang telah bersusah payah mengantarkannya ke ujung dunia, alamat Alina kala itu. Di bagian ini penuh jenaka, tak jarang saya tertawa sendiri saat membacanya. Meski begitu, tentu ada juga bagian yang penuh dengan emosional.

Di bagian akhir bab pertama ini, cerpen terakhir diberi judul Tukang Pos dalam Amplop, menceritakan perjuangan tukang pos saat mengantarkan surat dari Sukab untuk Alina yang berisi sepotong senja yang diambil Sukab di pinggir pantai sepuluh tahun yang lalu. Ternyata banyak hal yang terjadi pada tukang pos ini sehingga suratnya baru sampai sepuluh tahun kemudian. Semua itu diceritakannya kepada Alina saat beliau berhasil menemukan Alina. 

Amplop yang berisi buku Sepotong Senja Untuk Pacarku | dokpri
Amplop yang berisi buku Sepotong Senja Untuk Pacarku | dokpri
Secara keseluruhan, buku ini merupakan salah satu buku kumpulan cerpen "tergila" yang pernah saya baca. Ide dari penulis agaknya tidak pernah terpikirkan oleh siapapun, namun Seno Gumira Ajidarma berhasil menuangkan idenya ke dalam bentuk tulisan yang secara bersamaan membuat pembacanya menjadi bingung dan kagum namun masih tetap bisa menikmati tulisannya. 

Bingung karena pembaca akan disajikan dengan cerita yang "tidak masuk akal" namun dibuat kagum saat berhasil memvisualisasikan kata demi kata yang disusun oleh Seno ke dalam pikiran mereka sendiri, terlebih penggambaran senja yang begitu indah di setiap cerita dalam buku ini. Bukankah apa saja bisa terjadi dalam sebuah tulisan? 

Akhir kata, terima kasih telah membaca ulasan ini. Jangan lupa baca bukunya ya.. Selamat membaca! Bagikan perspektif anda mengenai buku ini di kolom komentar:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun