Buku menjadi mahal karena ada ilmu didalamnya. Kita mendambakan pendidikan Finlandia. Namun dalam praktik, kita justru melakukan hal yang kontradiktif. Jadwal sekolah yang padat, tugas sekolah yang sangat susah, kepala sekolah yang lebih memedulikan harga paku dibanding harga buku, kata Kang Maman.Â
Bagaimana tidak? Kenyataan sekarang, yang lebih dipedulikan adalah infrastruktur sekolah dibanding isi perpustakaan itu sendiri. Saya lupa siapa yang mengatakan ini, katanya perpustakaan itu ibarat otak dan sekolah adalah tubuh.Â
Sekolah yang tidak memiliki perpustakaan artinya tidak memiliki otak.Â
Sebagai pelajar, belakangan saya jarang sekali ke perpustakaan. Saya senang membaca, tetapi berada di perpustakaan rasa-rasanya cukup membosankan bagi saya. Saya jarang menemui buku keluaran terbaru.Â
Rata-rata isinya adalah buku lama, itupun sudah berdebu. Masuk ke perpustakaan hanya untuk meminjam buku yang berkaitan dengan mata kuliah, itupun karena diwajibkan memiliki buku pegangan.Â
Saya tidak tahu ini hanya terjadi pada saya atau orang lain juga mengalaminya. Namun, besar harapan saya agar perpustakaan dibuat menjadi lebih menarik.Â
Buku-buku keluaran terbaru agaknya bisa menjadi daya tarik masyarakat untuk datang ke perpustakaan. Kata Prof. Djoko, jangan sampai perpustakaan kehilangan esensinya, yang hanya digunakan untuk kegiatan lain seperti seminar. Sedangkan fungsi utamanya tidak berjalan.
Acara sore itu berakhir sekitar pukul 17.30 WITA. Sebenarnya masih ada lanjutan acara menjelang penutupan, namun kami tidak mengikutinya hingga akhir rangkaian acara.Â
Kami bergeser ke Monumen Mandala untuk menghadiri Halal Fest yang juga sedang berlangsung malam itu. Â Akhir kata, Selamat Hari Aksara Internasional! Salam Literasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H