Mohon tunggu...
Muhamad Alfin Afrizal
Muhamad Alfin Afrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - autophile.

menulis apa yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film "A Man Called Otto"

1 Januari 2024   11:10 Diperbarui: 1 Januari 2024   11:11 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A Man Called Otto merupakan film adaptasi dari novel karya Fredrik Backman yang berjudulkan A Man Called Ove. Film ini dibintangi oleh Tom Hanks, Mariana Trevino, dan lain-lain.

A Man Called Otto menceritakan tentang laki-laki tua atau lansia yang pemarah bernama Otto. Otto tinggal seorang diri di rumahnya yang mengidamkan kehidupan tentram, tidak terganggu oleh tetangganya, dan sangat teramat taat ketertiban.

Otto selalu berusaha untuk segera menemui istrinya yang sudah meninggal dengan cara bunuh diri. Namun, suatu ketika, Otto kedatangan tetangga baru yang berasal dari Meksiko, Marisol dan Timmy, yang berusaha untuk akrab dengannya. 

Otto bersikeras menolak dengan anggapan semua orang bodoh. Namun, usaha tetangganya tidak pernah berhenti. Sampai banyak kejadian lainnya terjadi di lingkungan perumahan Otto.

Alur Cerita

Cerita yang disajikan dalam film ini memiliki alur maju-mundur. Pada alur maju, menceritakan kehidupan Otto yang selalu meronda di pagi hari, memeriksa sana-sini, dan tindakan bunuh diri untuk segera menemui istrinya.

Pada kilas balik, menceritakan bagaimana Otto pertama kali bertemu dengan istrinya, menceritakan keharmonisan hubungannya, menceritakan trauma yang dimiliki oleh Otto. Selain itu, sedikit cerita tentang kehidupan Otto dengan tetangganya pun disajikan.

Cerita yang Heartwarming

Cerita yang disajikan betul-betul menghangatkan hati. Otto memiliki sifat yang pemarah dan taat peraturan harus terganggu oleh kedatangan Marisol dan Timmy yang menjadi pencair suasana Otto.

Otto tidak pernah menginginkan orang lain mengurusi urusannya, tetapi di sisi lain orang-orang peduli terhadap dirinya. Seolah menggambarkan bahwa, semua orang tidak ada yang peduli terhadap dirinya, tetapi di antara mereka pasti ada yang peduli.

Otto mempunyai sifat tertutup, dia urung untuk menceritakan kisah masa lalunya terhadap tetangganya, sekalipun Marisol yang berusaha akrab. Namun, ada momen di mana Otto menceritakan kisah bersama istrinya tersebut. Selain itu juga, kelucuan dan romantisnya di alur kilas balik pun tidak kalah menghangatkan hati. 

Cerita Otto di sini dibangun pelan-pelan. Mulai dari denial dengan kedatangan tetangga baru, namun perlahan-lahan mulai menerima dan akrab satu sama lain. Sehingga, menghasilkan alur yang apik, hingga konfliknya pun sangat terasa karena sifat Otto ini.

Selain itu pun, banyak adegan komedi yang menjadi paduan drama dalam film ini.

Mengangkat Tema Depresi

Tentu, perilaku Otto yang selalu berusaha bunuh diri menjadi nilai dalam film ini. Otto kehilangan istrinya dan dia belum bisa menerima keadaan tersebut, membuatnya jatuh dalam fase depresi, sampai ingin bunuh diri.

Di sisi lain, Otto tidak pernah menerima orang dengan baik karena anggapannya semua orang itu bodoh. Sehingga, Otto menyadari bahwa tidak ada satu orang pun yang peduli terhadap dirinya.

Marisol menjadi cahayanya Otto. Dia berusaha untuk akrab dan akhirnya bisa saling mengobrol, meksipun harus bertahap dan susah. Peran Marisol sangat kuat dalam film ini.

Dengan adanya Marisol sebagai pencegah Otto untuk bunuh diri, menjelaskan bahwa masih banyak orang yang peduli terhadap diri kita, seburuk apa pun kondisi kita, separah apa pun kondisi kita, tetapi masih ada orang yang masih peduli.

Oleh karena itu, pesan moral dalam film ini cukup dalam.

Terselip Unsur LGBT

Sebenarnya ini tidak terlalu panjang dan banyak LGBT yang dijual dalam film tersebut, tetapi tetap saja menjadi hal yang kurang disuka.

Malcolm, karakter yang digambarkan sebagai seseorang yang transgender. Karakter tersebut muncul saat Otto memergoki dirinya melempar koran harian dan berkenalan bahwa dirinya adalah murid istrinya dulu.

Meski hanya satu scene saja yang menyuarakan bahwa adanya transgender dalam film tersebut dan tidak berpengaruh pada ceritanya, tetapi perlu di-notice saja.

Kesimpulan

Secara singkat, film ini bagus untuk mengenal bagaimana buruknya depresi yang bisa mengakibatkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Dan pesan yang disajikannya pun penting, bahwa orang-orang yang mengalami depresi perlu untuk dirangkul.

Akting dari bintang seperti Tom Hanks tidak perlu diragukan lagi. Malah film ini terlalu bagus dalam akting dan sinematografi, apalgi musik-musik yang pas saat mengiringi adegan-adegan tertentu.

Rating : 4/5

Semoga Bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun