AKU INI BINATANG JALANG adalah sebuah antologi puisi yang sajak-sajaknya dijadikan satu sejak tahun 1942 hingga 1949, dan tentunya sajak tersebut di tulis oleh pengarangnya sendiri, yaitu ialah Chairil Anwar. Karya dari Chairil Anwar sudah sangat melegenda hingga saat ini, terutama yang berjudul Aku Ini Binatang Jalang. Buku ini pertama kali dibukukan pada tahun 1986, saat ini bukunya merupakan cetakan ketiga puluh tiga pada November 2022.
Chairil Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949 di Jakarta. Chairil Anwar pernah berpendidikan di MULO singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs sekolah yang didirikan oleh belanda, setingkat dengan SMP pada saat ini.
Chairil Anwar, pernah mengenyam pendidikan di MULO Medan dan harus berpindah MULO di Jakarta karena mengikuti Ibunya, namun pendidikan Chairil di MULO harus terhenti dikelas dua lalu dia memutuskan untuk belajar sendiri. Meskipun Chairil hanya berhenti sampai kelas dua di MULO, tetapi Chairil Anwar memiliki banyak karya sastra salah satunya ialah Aku Ini Binatang Jalang dan puisi inilah yang menjadikan Chairil Anwar dijuluki sebagai Si Binatang Jalang.
Chairil Anwar, dijuluki Si Binatang Jalang karena puisi Aku Ini Binatang Jalang dianggap terlalu individualistis dan berbau pemujaan pada diri sendiri. Chairil Anwar juga dijuluki sebagai pelopor angkatan 45 karena karya-karya dari Chairil Anwar memiliki pembaharuan yang telah mendobrak aturan-aturan kaku yang membatasi kebebasan pribadi.
Karena julukan pelopor Angkatan 45 yang dimiliki oleh Chairil Anwar, membuat saya bernafsu untuk mengulik buku AKU INI BINATANG JALANG. Untuk mencari tahu seperti apa majas-majas yang ada pada puisi dalam buku kumpulan puisi tersebut.
Pada buku kumpulan puisi yang berjudul AKU INI BINATANG JALANG banyak puisi yang ingin saya bahas, tetapi saya memilih satu dari sekian banyak puisi yang ada di dalam buku tersebut untuk saya bahas yaitu puisi yang berjudul “Senja Di Pelabuhan Kecil”. Saya memilih puisi tersebut untuk saya bahas karena puisi tersebut di buat dan di tujukan untuk Sri Ajati, orang yang ia kagumi.
Puisi tersebut menggambarkan kepedihan yang mendalam, karena itu lah saya memilih puisi ini. Karena pada puisi yang pada penulisannya melibatkan perasaan penulis pasti sangat banyak majas-majas yang di muat dalam puisi tersebut. Yang akan saya bahas dari puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini yakni tentang majas-majas yang terkandung di dalam puisi tersebut.
Pada puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil terdapat” terdapat majas metafora, majas metafora sendiri adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pada larik “di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali”, “Kapal, perahu tiada melaut” dan “tanah dan air tidur” Chairil Anwar menggunakan kata kiasan untuk memperdalam rasa duka dan pedih yang dia rasakan.
“di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali” adalah gambaran dari ketidakberdayaan Chairil Anwar, berfokus pada “tiang serta temali” yang tidak berguna dalam “gudang yang berada di rumah tua”. Chairil Anwar menggambarkan bahwa harapannya kandas bagaikan “kapal, perahu” yang “tiada melaut” berdiam tak berguna di tepi pantai. Chairil Anwar menggambarkan kebekuan hati yang dirasakannya bagai “tanah dan air” yang “tidur” dan tidak bergerak.
Terdapat juga majas personifikasi yaitu majas yang membandingkan benda-benda mati seperti memiliki sifat seperti manusia, ada beberapa larik dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” yang memiliki majas personifikasi. “Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang”, “dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”, “sedu penghabisan bisa terdekap” pada larik-larik inilah terdapat majas personifikasi.
Lewat larik tersebut Chairil Anwar seperti mencoba menghidupkan “kelepak elang” yang “menyinggung” perasaan orang yang sedang “muram”. “Haripun berlari dan berenang” menjauh hingga Chairil Anwar sebagai penyair dapat memutar waktu kembali. Chairil Anwar mencoba “menidurkan tanah dan angin” hingga terasa dalamlah kebekuan hati seorang yang ia cintai.
Dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini juga terdapat majas sinekdok yakni majas yang menyebutkan bagian untuk menggantikan benda keseluruhan secara keseluruhan atau sebaliknya. Majas sinekdok terdapat dalam larik “tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut” dalam larik tersebut Chairil Anwar menggambarkan “tiang” sebagai rumah, serta “kapal dan perahu” memiliki arti sebagai pelabuhan.
Ada pula majas hiperbola yang termuat dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil”, majas hiperbola sendiri ialah majas yang berupa pernyataan yang di lebih-lebihkan dengan maksut untuk memberikan maksut atau kesan mendalam. Salah satu larik yang mengandung majas hiperbola dalam puisi tersebut ialah “dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”, pada larik Chairil Anwar menjelaskan kepada pembaca bahwasannya hati seseorang yang dipuja itu teramat beku bagai “tanah” yang “tidur” atau bumi yang berhenti berputar dan “air” yang “hilang ombak” atau “air” yang memiliki “ombak” atau air laut yang tidak lagi memiliki ombak.
Dari majas-majas yang telah diulas kita dapat mengetahui seberapa liar pikiran dari sang Pelopor Angkatan 45, Chairil Anwar. Demikianlah ulasan tentang majas-majas yang terkandung pada puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” dalam buku kumpulan puisi karya Chairil Anwar “Aku Ini Binatang Jalang”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H