Lewat larik tersebut Chairil Anwar seperti mencoba menghidupkan “kelepak elang” yang “menyinggung” perasaan orang yang sedang “muram”. “Haripun berlari dan berenang” menjauh hingga Chairil Anwar sebagai penyair dapat memutar waktu kembali. Chairil Anwar mencoba “menidurkan tanah dan angin” hingga terasa dalamlah kebekuan hati seorang yang ia cintai.
Dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini juga terdapat majas sinekdok yakni majas yang menyebutkan bagian untuk menggantikan benda keseluruhan secara keseluruhan atau sebaliknya. Majas sinekdok terdapat dalam larik “tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut” dalam larik tersebut Chairil Anwar menggambarkan “tiang” sebagai rumah, serta “kapal dan perahu” memiliki arti sebagai pelabuhan.
Ada pula majas hiperbola yang termuat dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil”, majas hiperbola sendiri ialah majas yang berupa pernyataan yang di lebih-lebihkan dengan maksut untuk memberikan maksut atau kesan mendalam. Salah satu larik yang mengandung majas hiperbola dalam puisi tersebut ialah “dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”, pada larik Chairil Anwar menjelaskan kepada pembaca bahwasannya hati seseorang yang dipuja itu teramat beku bagai “tanah” yang “tidur” atau bumi yang berhenti berputar dan “air” yang “hilang ombak” atau “air” yang memiliki “ombak” atau air laut yang tidak lagi memiliki ombak.
Dari majas-majas yang telah diulas kita dapat mengetahui seberapa liar pikiran dari sang Pelopor Angkatan 45, Chairil Anwar. Demikianlah ulasan tentang majas-majas yang terkandung pada puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” dalam buku kumpulan puisi karya Chairil Anwar “Aku Ini Binatang Jalang”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H