Menurut mereka, sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat 1969 dilaksanakan, Pepera telah melenceng jauh dari amanat rakyat Papua. Kemudian, kontrak yang dilakukan Pemerintah Indonesia bersama PT. Freeport Indonesia mereka nilai tidak mengakomodasi hak rakyat Papua.Â
Mereka menilai otonomi khusus belum mampu meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan rakyat rakyat, apalagi menciptakan lapangan kerja yang produktif. Kebijakan pemekaran yang sewaktu itu digembar-gemborkan juga dianggap upaya "memecah belah". Hal ini juga dapat dilihat dari yang mendapat keuntungan besar sudah tentu mereka yang terlibat dalam pengelolaan pertambangan itu.Â
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa globalisasi juga berpengaruh terhadap kemiskinan terutama bagi rakyat kecil. Kasus ini pun saya rasa sesuai dengan pandangan dari kaum marxisme, mengenai eksplotasi buruh. Yaitu adanya ketimpangan antara kaum borjuis dan proletar. Ini terjadi karena kekuasaan dalam produksi kapitalis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H