ekonomi nya sehingga tidak terdampak dikarenakan virus tersebut.Â
Pandemi Covid-19 menyebabkan negara-negara di seluruh dunia berusaha membuat kebijakan semaksimal mungkin demi melindungiDi kawasan Asia Timur sendiri, beberapa negara seperti Korea Selatan, Jepang, maupun China dapat dibilang cukup tanggap dalam menghadapi gelombang virus Corona sehingga dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi. China pun menjadi negara yang tanggap dalam mengkontrol perekonomian tersebut dengan menggunakan beberapa strategi yang dilakukan oleh pemerintahnya. Sampai saat ini, China menjadi negara yang sudah lumayan pulih dari status pandemi.Â
Covid-19 pertama kali muncul di China tengah di Wuhan pada bulan Desember dan pada awal April 2020, lockdown dicabut ketika China secara bertahap membuka kembali pabrik dan bisnis sementara pembatasan perjalanan dicabut.Â
Pembuat kebijakan merilis langkah-langkah stimulus yang ditargetkan dari pemotongan pajak dan suku bunga yang lebih rendah untuk memberi kredit kepada pemerintah daerah dan pinjaman yang lebih murah untuk bisnis. Sebagian besar kota di China telah kembali normal dengan sekolah dan kantor dibuka kembali. Sebelum wabah baru di provinsi timur Shandong, negara itu sudah hampir dua bulan tanpa ada kasus baru yang ditularkan secara lokal.
Dengan masyarakat yang kembali normal, inovasi dan digitalisasi yang sudah ada sebelumnya memperkuat pertumbuhan ekonomi di sana. Guncangan pandemi telah memperkuat tren menuju digitalisasi dan investasi inovasi di China, dan dampaknya yang dipercepat secara bertahap dilepaskan dengan ekonomi yang kembali normal. Â
China melaporkan pertumbuhan PDB kuartal ketiga naik 4,9 persen dari tahun lalu, membawa pertumbuhan untuk tiga kuartal pertama tahun ini menjadi 0,7 persen, menurut data yang dirilis pada 20 Oktober 2020 oleh Biro Statistik Nasional.Â
Impor dan ekspor China tumbuh pesat di bulan September, dengan impor meningkat 13,2 persen dan ekspor naik 9,9 persen dari tahun sebelumnya. Seperti yang diamati dalam perdagangan internasional, pandemi sangat memukul negara-negara maju sehingga menyebabkan penurunan tajam dalam tingkat sentralitas mereka dalam jaringan perdagangan.
Tetapi hal ini tidak mempengaruhi posisi China. Perusahaan-perusahaan China merupakan bagian yang besar dari ekspor dunia, manufaktur elektronik konsumen, peralatan perlindungan pribadi, dan barang-barang lain yang sangat diminati selama pandemi.Â
Pemulihan ekonomi China juga telah bergantung selama berbulan-bulan pada investasi besar di jalan raya, jalur kereta api berkecepatan tinggi, dan infrastruktur lainnya. Dan dalam beberapa pekan terakhir, negara tersebut telah melihat awal pemulihan konsumsi domestik.Â
Melalui kepemimpinan China, yang mengantisipasi pertumbuhan yang lebih lambat dan lingkungan internasional yang lebih sulit, sedang mengejar strategi baru yang dikenal sebagai ekonomi sirkulasi ganda.Â
Konsep yang pertama kali diusulkan oleh Xi Jinping ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan negara pada pasar dan teknologi luar negeri serta mendorong konsumsi domestik dan kemajuan teknologi. Hal ini pun menjadi salah satu strategi yang dilakukan China.
Selain itu, pemerintah juga telah mengambil sejumlah langkah untuk membatasi pengetatan kondisi keuangan, termasuk memperpanjang periode yang terukur untuk membantu rumah tangga, bisnis, dan daerah yang terkena dampak dengan masalah keuangan. Nilai Tukar dan Neraca Pembayaran juga menjadi salah satu strategi China.Â
Nilai tukar diberikan kebebasan untuk berfluktuasi. Dalam formasi paritas sentral band perdagangan harian, faktor penyesuaian kontra-siklus telah dihapus. Pada bulan Maret, kerangka penilaian makroprudensial untuk lembaga keuangan dan perusahaan menaikkan plafon pembiayaan lintas batas sebesar 25 persen. Kuota investasi investor institusi asing dihapus, dan kuota baru untuk investor institusi domestik diberikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H