Mohon tunggu...
Alfikri Lubis
Alfikri Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - Sarjana Hukum

“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” (H.O.S. Tjokroaminoto)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Sehat di Tengah Pandemi Covid19

4 Oktober 2020   17:00 Diperbarui: 4 Oktober 2020   17:01 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah atau yang disingkat dengan (Pilkada) pada tahun 2020 ini akan terasa berbeda dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Mengapa? Barangkali kita semua sudah tahu jawabannya. Indonesia saat ini masih terus berjuang dan berupaya melawan Pandemi Covid19 yang sudah hampir beberapa bulan mewabah di negeri ini.

Semangat pelaksanan Pilkada serentak ini ditandai dengan adanya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 Mei 2020.Daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak yaitu terdiri dari 9 Provinsi dan 224 kabupaten dan 37 kota.

Adapun data terbaru yaitu kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 221.523 orang. Ada penambahan 3.141 kasus baru. Jumlah pasien sembuh bertambah 3.395, total menjadi 158.405 orang. Kasus meninggal bertambah 118, total menjadi 8.841 orang. Kemungkinan angka tersebut akan terus bertambah. Data tersebut dapat diakses melalui halam resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 yaitu https://covid19.go.id.

Jika kita pantau tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak, saat ini sudah memasuki tahapan pemberitahuan hasil verifikasi yaitu pada tanggal 13 - 14 September 2020 dan selanjutnya tahapan pengumuman dokumen perbaikan syarat calon pada 14 - 22 September 2020. Tanggal 9 Desember 2020 merupakan puncak dari pelaksanan Pilkada serentak tahun 2020.

Ada hal yang menarik dari pelaksanan Pilkada serentak pada 2020 ini. Hal yang menarik tersebut antara lain adanya suara pro dan kontra terhadap pelaksanaan pilkada serentak ini. Disatu sisi, pihak kontra berharap pelaksanaan pilkada serentak ini harus di tunda. Ada beberapa alasan antara lain, tidak patuhnya terhadap protokol kesehatan selama mengikuti proses pendaftaran paslon. Bahkan ada salah satu paslon yang diduga terkonfirmasi positif Covid19. 

Tentu saja dalam hal ini, saya tidak akan menyebutkan namanya. Pada akhirnya, pelaksanaan Pilkada serentak 2020 berpotensi menyebabkan terjadinya klaster baru penyebaran Covid-19. Sementara disisi lain, pihak pro punya alasan kuat agar tetap melaksanakan pilkada serentak ini. Alasan tersebut antara lain yang pertama untuk melaksanakan amanat peraturan yang berlaku. 

Alasan kedua yaitu hingga saat ini tidak ada satu pihak pun yang bisa memastikan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Alasan ketiga mengenai hak konstitusional memilih dan dipilih dalam jangka waktu lima tahunan pergantian kepemimpinan kapala daerah yang harus dilaksanakan. Dan alasan yang keempat adalah terkait dengan tata kelola anggaran penundaan pelaksanaan Pilkada ke tahun berikutnya. Beberapa alasan ini masih ada jejak digitalnya jika ingin menggali lebih dalam diberbagai media.

Pada kesempatan ini, penulis tidak ingin masuk terlalu jauh kepada perdebatan "ditunda atu tidaknya" pelaksanaan pilkada. Apalagi penyebaran Covid-19 terus berlanjut. Bahkan ada beberapa daerah yang "kembali" menerapakan kebijakam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dikalangan sarjana hukum, pasti sangat tidak asing lagi istilah yang disampaikan oleh Cicero filsuf berkebangsaan Italia yaitu "Salus populi suprema lex esto". Adapun artinya adalah keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Apakah istilah tersebut hanya dianggap sebagai angin yang berlalu atau bagaimana? Tentu ini menjadi tanggung jawab penyelanggra negara agar tidak semakin banyak korban yang berjatuhan.

Pilkada ini juga akan menjadi penentu dalam memilih pemimpin yang bisa membawa masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Masyarakat jangan sampai terlena dengan politik uang atau serangan fajar selama berlangsungnya proses Pilkada. Para kandidat pun diharapkan jangan memancing masyarakat untuk ikut serta dipaksa menerima "fulus" agar dipilih. Apalagi keadaan ekonomi yang cukup sulit saat in, tentu menjadi peluang besar dalam melancarkam aksi "Politik Uang".

Disinilah integritas para kandidat di uji. Walaupun sebagian kalangan menilai bahwa sangat sulit memberangus dan menghilangkan politik uang serta dimaklumi jika ada terjadi politik uang selama proses Pilkada. Sebagiannya lagi masih optimis bahwa politik uang perlahan-lahan akan "lenyap". Karena di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, aturan tersebut diatur cukup jelas dan tegas lantaran ada redaksi mampu menghukum semua orang yang terbukti menerima maupun memberi uang untuk kepentingan politik. 

Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 187A ayat (1) bahwa Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bawah Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Harapan saya dan kita semua tentu Pilkada serentak ini dilaksanakan secara sehat. Sehat penyelenggaraannya, sehat para kandidatanya dan juga sehat para masyarakat yang menggunakan hak pilihnya. Sehat yang kita inginkan disini bukan hanya sekedar sehat jasmani, tetapi djauhkan dari perilaku-perilaku curang ataupun tindak pidana Pilkada.

Serta Pilkada serentak ini tidak menimbulkan ledakan baru terkait dengan penyebaran Covid-19. Sudah banyak tenaga medis yang wafat berjuang dan juga sudah banyak masyarakat yang telah meninggal. Semoga tulisan ini bisa mewakili suara para tenaga medis yang semakin kewalahan menangani jumlah korban yang semakin meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun