Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sehelai Sirih Islam Hulu Sungai Kalimantan Selatan

13 Juli 2023   10:20 Diperbarui: 23 Agustus 2023   20:52 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis pun menyadari, dahulu sewaktu penulis masih kecil, penulis tidak berani menyebut nama ayah penulis dan penulis akan sangat marah jika disebut nama ayah penulis oleh orang lain. Itu lah mengapa tidak semua orang di hulu sungai akan mampu menyebut nama kakek dan buyut mereka, umumnya mereka hanya akan mengenal bubuhan saja, bubuhan si anu, keturunan bubuhan si anu dan sebagainya.

Selain itu tradisi kebangsawanan di hulu sungai juga menghilang seiring kondisi sosial, pemberian gelar bangsawan kepada anak cucu sudah mulai hilang, hal tersebut bukan tiada sebab, ada beberapa sebab seperti banyaknya migrasi yang dilakukan oleh orang hulu sungai ke luar dari hulu sungai membuat ingatan ikatan bubuhan menghilang seiring waktu, juga hilangnya pemimpin traditional mereka akibat dari migrasi tersebut, bangsawan-bangsawan utama di hulu sungai banyak menjadi pejabat, pedagang, ulama di luar hulu sungai dan meninggalkan kampung halaman mereka, alasan lain adalah kemiskinan yang mendera sebagian keluarga-keluarga tersebut selama dan setelah perang dunia, alasan lainnya adalah ketidakinginan adanya keterikatan terhadap tradisi yang mengikat dan dianggap memberatkan jika memakai gelar-gelar bangsawan, karena ada tradisi-tradisi yang dianggap tidak sesuai jaman dan tidak sesuai dengan agama. selain itu juga ada  wacana nasionalis setelah kemerdekaan yang menyebabkan keluarga-keluarga bangsawan menghilangkan gelar bangsawannya akibat relasi mereka dimasa lalu dengan kolonial.

Memang tidak mengherankan, tradisi keulamanan sebagian berasal dari kalangan bangsawan, bahkan hal tersebut dominan di Hulu sungai. Dalam hal ini kita harus memakai kaca mata politik, sejarah , pemerintahan, serta ekonomi. Untuk menjadi Ulama, bukanlah hal mudah atau dalam sekejap mata, harus ada kemampuan ekonomi yang benar-benar mapan, apalagi dijaman dahulu, Pendidikan agama islam tidak lah murah dan mudah, kemudian juga harus ada tradisi menuntut ilmu pada keluarga tersebut sehingga ada kemauan, tanggung jawab untuk menjaga tradisi dalam keilmuan untuk tetap dimiliki oleh keluarga tersebut, karena islamisasi di hulu sungai sendiri dilakukan dan didukung oleh para bangsawan.

Setiap Ulama tahu bahwa belajar Ilmu agama tidaklah semudah membalik telapak tangan, tapi harus dimulai semenjak kecil dan perlu waktu bertahun-tahun dengan mempelajari ilmu dasar Bahasa arab dan ilmu ushul agama lainnya, hal itu harus benar-benar dikuasai sebelum mereka pergi ke Mekkah atau ke Mesir atau ke daerah lainnya untuk menuntut Ilmu. Untuk belajar ilmu dasar tersebut, seorang anak memerlukan seorang guru atau belajar kepada seorang guru benar-benar mumpuni, kesempatan seperti itu tidak dimiliki oleh banyak orang di jamannya. kemapanan ekonomi juga harus dijadikan pertimbangan, menuntut ilmu agama tidaklah murah, membeli kitab-kitab agama atau mendatangi guru-guru diberbagai tempat lain yang jauh, atau menuntut ilmu sampai ke timur tengah, tentu membutuhkan kemapanan ekonomi yang sangat-sangat kuat. Itulah mengapa beberapa ulama besar di jaman dahulu terikat pertalian darah dengan para Bangsawan. Untuk daerah barabai, para bangsawan yang mempunyai pertambangan emas di pegunungan meratus adalah modal kapital utama mereka dalam membiayai Pendidikan agama keluarga besar mereka, seperti contoh keluarga dari haji Abdurahman bin Penghulu Yudha Lelana yang diinformasikan wilayah konsesi tambang emas di pegunungan meratus, keluarga ini memang keturunan Bangsawan Asli barabai yang Sebagian keluarganya masih memakai gelar Andin atau Rama.

Dalam wacana politik, islam adalah agama yang dipercaya disebarkan oleh para Bangsawan, sehingga ada tanggung jawab moral untuk mempertahankan Islam sebagai agama utama, sehingga tradisi pendidikan islam bisa dikatakan sebagai tuntutan utama. Dengan itu akan selalu ada ketersedian ulama yang menjadi pejabat pemerintahan untuk menjaga hukum dan simbol islam di pemerintahan dan ulama yang menjadi penjaga islam dimasyarakat.

Pendidikan islam di hulu sungai, semakin mudah dan murah Ketika pusat  Pendidikan islam dibangun pada dekade akhir 1800an di distrik Negara, yang dikomandoi oleh keluarga besar Mufti Muhammad Taib bin Andin Dumanaf (andin Nambar), beliau adalah Mufti Besar pertama hulu sungai di jaman Belanda, keturunan Bangsawan Bernama Kiai Martapati pemimpin Alai, yang merupakan keturunan Pangeran Tumenggung Raja Daha Terakhir yang berdiam di Alai.

Kemampuan politik dan pemerintahan, serta jejaring keluarga bangawan yang dimiliki keluarga besar Mufti Muhamamd Taib bisa membuat belanda tidak mengganggu bahkan mendukung dibukanya Pendidikan islam di distrik Negara, apalagi ada kepentingan politik Bersama di antara mereka untuk melawan berkembangnya Gerakan baratip baamal yang dilihat sebagai sebuah Gerakan Tarikat yang agak menyimpang dalam islam. Sehingga dengan kuatnya Pendidikan Islam di Negara berhasil meredupkan Gerakan beratip baamal hingga hari ini.  

 Semenjak itu Pendidikan islam tidak lagi menjadi dominasi para keturunan Bangsawan, stabilitas politik dan ekonomi juga menjadi lebih baik, sehingga kesempatan menuntut ilmu tersedia bagi seluruh masyarakat dari berbagai kalangan. Hal tersebut semakin menguatkan islam di hulu sungai.

Saya adalah orang yang menolak pernyataan sebagian kelompok orang dari luar Hulu sungai yang merendahkan islam di hulu sungai, dengan menyebut islam hulu sungai sebagai islam yang baru kemarin datang, atau menyebut orang hulu sungai baru-baru saja masuk islam. Atau menyebut islam di hulu sungai sebagai islam yang tidak murni. tiap orang Hulu sungai tahu bahwa bukti-bukti otentik dan tradisi islam di Hulu Sungai adalah sangat tua dan otentik.

Meski begitu, harus pula diakui ada beebrapa catatan yang perlu dibahas, seperti orang Hulu sungai mempunyai tradisi tutur yang dominan daripada tradisi tulis, yang membuat bukti-bukti sejarah tidak mampu diungkapkan dengan mudah. Bahkan sebagian orang yang melihat islam hanya dari segi sempit misal melihatnya dari segi "silsilah yang tercatat lewat tulisan" kemudian menilai Islam hulu sungai sebagai sesuatu yang lemah. Hal tersebut perlu dijawab bahwa, bukti-bukti tertulis hanyalah satu satu bahan sejarah, dan tanpa bukti tertulis bukan berarti akhirnya sejarah harus dihilangkan, diremehkan atau ditinggalkan. Bukti-bukti lain baik secara arkeologis, budaya, tradisi, serta perannya dalam mengembangkan peradapan islam di Kawasan adalah bukti-bukti lain yang bisa dijadikan jalan bagi penelitian sejarah islam.  memang, bukti tulisan menjadikan sejarah lebih mudah untuk diteliti, tapi kekurangan bukti tulisan jangan sampai menjadikan kita menjadi malas bekerja keras untuk meneliti dengan bukti non-tulisan.

Hal lainnya adalah Tidak disemua tempat islam menjadi kuat di hulu sungai, ada beberapa wilayah yang dimana islam masih lemah selama ratusan tahun, dan bahkan menjadi seolah mirip seperti islam kejawen atau islam abangan yang ada di pulau jawa. Saya pribadi pernah mendengar istilah islam balian, islam kaharingan, dimana saudara-saudara kami di hulu sungai masih mempraktikan tradisi islam dan lama mereka dalam tarik menarik budaya mereka, saya pribadi juga belum meneliti hal tersebut lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun