Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cicak Buaya Berseteru, Daerah Jadi Korban

23 Oktober 2017   07:16 Diperbarui: 23 Oktober 2017   12:51 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti  kita ketahui bersama bahwa korupsi tidak selalu berdiri sendiri, banyak sebab yang melatarbelakanginya, salah satu yang ditengarai adalah biaya politik baik tingkat pusat dan daerah yang begitu besar. Para ahli dan peneliti telah banyak melakukan penelitian dan seminar terhadap hal ini.

Jika kita setuju dengan adanya istilah pusat dan daerah sebagai pelaksana otonomi maka kritik penulis lebih diarahkan kepada peran pemerintah daerah dalam pemberantasan  korupsi diinternal mereka yang tidak berjalan baik.

Alangkah tidak beruntungnya jika kabar angin yang mengatakan daerah dianggap seperti anak kecil adalah benar, Mereka di beri wejangan dan ancaman supaya jangan korupsi, berbagai macam ini dan itu telah dilakukan. Dan toh akhirnya daerah tetap dianggap tidak bisa bebas dari korupsi dan sekarang mau dihadirkan lagi Detasemen khusus Tipikor untuk mengawasi daerah dan sekaligus menangkap para koruptor daerah.

Bukan kami tidak mendukung pemberantasn korupsi, tapi sebaiknya pemberantasan korupsi bisa lebih adil dengan terlebih dahulu memberantas korupsi dipusat kekuasaan. Sehingga dengan begitu tidak ada lagi penetrasi kekuasaan yang bisa melobi-lobi baik merayu dengan uang atau menekan dan mengancam penyelenggara pemerintahan daerah, sehingga korupsi didaerah bisa dikurangi.

Selain itu daerah tidak boleh dijadikan sebagai anak kecil lagi dalam pemberantasn kejahatan korupsi, daerah juga harus menjadi subjek penegak hukum dan bukan hanya sebagai objek penegakan hukum saja, ini adalah salah satu solusi yang patut dituntut oleh daerah.

Kita akui saja bahwa daerah tidaklah pandai dalam penegakan hukum, karena daerah tidak bisa menangkap maling, menangkap pencopet dan daerah memang tidak ada rasa tanggung jawab untuk menegakkan hukum secara penuh, daerah hanya punya tanggung jawab melakukan tugas yang tidak melanggar hukum. Secara psikologi dictum antara "Penegak hukum" dan "tidak melanggar hukum" sangat terasa berbeda tanggung jawabnya.

maka dengan berbagai pertimbangan diatas, penulis melihat adanya Densus Tipikor tidak akan banyak mengurangi budaya korupsi daerah, korupsi berbeda dengan terorisme, pemberantasannya perlu sebuah telandan dan harus bermula dari akar bukan dari buah, meski secara taktis kehadiaran Densus Tipikor mungkin akan memberikan dampak kejut, tapi seberapa lama? ujung-ujungnya daerah akan menjadi resah dan takut, berdampak psikologis politik yang negative.

sebaliknya, pemberantasan ditingkat pusat perlu lebih digalakkan, pusat perlu memberi teladan, pusat perlu bersih dari korupsi, dan hati-hati jangan sampai terasa daerah hanya sebagai korban atas perseteruan dari cicak dan buaya.

Jangan sampai hal ini meretakkan semangat persatuan Negara kita Republik Indonesia ini akibat dari bias penegakan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun