Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Konsep Keamanan Indonesia

15 September 2016   22:10 Diperbarui: 16 September 2016   05:09 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita mulai tulisan ini dengan sebuah keunikan di negeri kita

Jika anda sering ke pasar traditional, maka mungkin fenomena ini akan mudah anda pahami, apakah anda pernah merasa bahwa pasar-pasar traditional itu rata-rata memang aman, dan keamanan pasar traditional itu sangat misterius meski sering kali nihil kehadiran aparat keamanan resmi Negara.

Mari kita berkeliling dari satu pasar tradional ke pasar traditional lainnya, maka apakah akan kelihatan berbeda? Anda beruntung jika menemukan aparat keamanan resmi disana bahkan diseluruh Indonesia ini.

Pasar traditional itu hanya lah sebuah contoh saja, Entah bagaimana, disadari atau tidak secara umum negeri kita ini terasa “ aman” (meski dalam tanda kutip), rasa aman ini terlihat bukan hanya dipasar traditional saja, tapi bahkan menjalar kebanyak lini kehidupan bermasyarakat kita. Dijalan, dirumah, diberbagai tempat umum dimanapun tanpa perlu kehadiran aparat keamanan resmi negara secara nyata dan rutin.

Disini saya ingin bertanya apakah kita benar-benar membutuhkan aparat keamanan Negara dalam kehidupan kita sehari-hari?

kita sudah terbiasa jika jalan raya tanpa ada pengaturnya, kita sudah terbiasa saling serobot dijalan, kita sudah terbiasa membayar parkir tanpa bertanya apakah itu parkir resmi atau tidak, kita sudah terbiasa melihat para calo berkeliaran dihalte-halte tiket kereta dan bis, kita terbiasa melihat para preman dengan pakaian compang camping mengambil jatah pada sopir angkot.

Lalu dimana para aparat keamanan resmi Negara yang biasanya berpakaian rapi dan gagah  itu bersembunyi?

Jika anda pernah menonton sinetron Preman pensiun, dus kita akan paham jika Negara hadir sangat sedikit dalam memberi keamanan kepada kehidupan kita sehari-hari, namun akhirnya ada sebuah kelompok masyarakat yang berusaha mengambil ruang kosong kehadiran Negara tersebut dengan mengisinya dalam bentuk rupa-rupa.

Bentuk rupa-rupa bagaimana? Hal tersebut agak susah saya jabarkan, dan sayapun juga tidak mau menjabarkannya, silahkan anda coba pahami sendiri saja.

Mari kita sepakati saja, kelompok masyarakat yang menjadi rupa-rupa itu tadi dengan nama patner Keamanan kita.

Seterusnya, tidak peduli apakah siapapun anda yang jelas pemberi dan penjamin keamanan anda di pasar traditional adalah mereka itu tadi, anda anak bupati? Anak polisi? Istri tentara? Semua dibawah jaminan mereka ketika anda memasuki pasar traditional tersebut.

Keamanan kelas bawah dan teri tidak lah dilirik dengan baik oleh Negara namun dalam kasus besar tertentu malah aparat keamanan resmi Negara biasanya hadir sangat signifikan, fenemona ini sangatlah menarik bukan

Sebagai contoh, jika terjadi kerusuhan maka aparat keamanan akan hadir dengan tiba-tiba. Aparat keamanan resmi Negara terlihat lebih hadir dalam ranah kwalitas kasus yang dalam tanda kutip bisa kita sebut “lebih keren”.

Tapi jika saja analisis saya diatas tidak lah benar maka fenomena ini tetap saja menjadi sesuatu yang luar baisa dinegara kita ini. Negara sangat aman tanpa kehadiran aparat keamanan resmi adalah sebuah prestasi keberhasilan.

Apakah logika saya salah? Saya tidak tahu…

Pertanyaan lain seperti apakah aparat keamanan resmi Negara merasa bukanlah tempatnya untuk menjaga pasar tradional yang berbau dan kotor itu? Atau menjaga lalu lintas dibawah matahari yang panas, lebih baik diserahkan saja kepada patner keamanan rupa-rupa tersebut, yang penting mereka masih bisa terkontrol, ohh benarlah pula mereka serta merta memang disepakati secara tidak resmi sebagai patner keamanan kita, kerennya mereka masih bisa memberi rasa aman bagi istri dan keluarga aparat keamanan resmi ketika berbelanja di pasar traditional dan sebagainya.

Fenomena ini telah menjadi keseharian kita yang sulit sekali kita jelaskan dengan mudah. Kita bisa percaya ada berbagai macam metode,taktik dan teori dalam mengontrol keamanan, ya, saya lebih sependapat jika fenomena ini sebagai bentuk kontrol keamanan yang unik, hal ini bukan tanpa disadari, tapi sebenarnya malah ditemukan dan dijadikan sebagai taktik paling tepat guna dan lebih menguntungkan berbagai pihak berkepentingan.

Mengontrol keamanan bukan berarti dapat memberi rasa aman itu sendiri namun juga sebaliknya yaitu dapat memberi ketidakamanan, hal ini tergantung kepentingan yang melatarbelakanginya.

Apakah hal ini mirip  praktek mafia? Saya tidak paham dunia mafia dan segala kejahatan terselubung lainnya, “mirip” bukan berarti “sama”.

Untuk memahami ini mungkin ada baiknya kita memandang kembali kebelakang, melirik sejarah, praktek pecah belah kolonial terhadap musuh-musuh mereka merupakan taktik umum dalam masa-masa kolonial untuk bisa mengontrol kekuasaan di daerah jajahan mereka yang maha luas di Nusantara. Taktik ini sungguh mujarab mengingat terbatasnya petugas kolonial.

Selain itu, konsep kekuasaan di berbagai daerah di wilayah nusantara ini sangat variative mengingat banyaknya kerajaan yang ada. Terdengar kabar kebanyakan kekuasaan traditional kita berorientasi sangat borjuis, maksudnya mereka sangat tidak sosialis, kelas atas adalah kelas berkuasa yang terlalu sering sangat tidak menjamin kemakmuran dan keadilan rakyatnya.

Apakah kita pernah mendengar cerita penegak keadilan di Negara kita? Yang ada semenjak kecil kita sering mendengar kisah kancil yang licik dan suka menipu, apakah licik dan suka menipu itu baik? Jujur saja kita tidak mempunyai sosok pembela kebenaran dan keadilan.

Nah, hal-hal diatas sangat mirip dengan fenomena keamanan kita saat ini. Saya tidak ingin mengatakan bahwa para preman itu dibiarkan hidup oleh pihak yang berkepentingan tapi rasanya tak terbantahkan bahwa para preman merupakan pemain face to face  masyarakat itu sendiri, interaksi antara preman dan masyarakat ini sangat dinamis dan akhirnya mencapai keseimbangan, keseimbangan inilah yang dalam tulisan ini disebut sebagai fenomena unik dinegeri kita tercinta ini. Keamanan diindonesia tidak selalu lurus dengan penegakan hukum, keamanan selalu bisa menjadi dinamis dengan caraanya sendiri, bahkan kadang bisa berkompromi dengan penegakan hukum, keadilan bukan lah sebuah tujuan, lebih penting adalah pencapaian keseimbangan itu sendiri.

Saya akan mengatakan bahwa sepertinya dinegara kita ini keadilan bukan lah bagian utama dan penting dari logika dan konsep keamanan kita.

Itu lah mengapa ada rasa risih dengan narasi “penegak hukum dan keamanan”, penegakan hukum berkaitan erat dengan menjunjung tinggi keadilan,  sedangkan keamanan sepertinya tidak mengharuskan diri dengan diktum keadilan itu sendiri.

Apakah hal ini positive atau negative? Selama tidak ada tindak kejahatan kelas berat maka hal itu tidak lah masalah, benarkah begitu? Selama segalanya terasa aman-aman saja maka apa masalahnya, apakah seperti itu? Tentu saja ini sangat membantu aparat keamanan mengingat cuaca panas dan lembab khatulistiwa tidak selalu bisa membuat aparat keamanan dalam keadaan fit untuk turun lapangan, boleh saja kan seperti itu?

Bahkan kita sejujurnya telah mengesampingkan institusi, institusi lebih terlihat sebagai sebuah kekuasaan yang jauh disana, institusi itu lebih menyakinkan dengan sadar pada dirinya sendiri sebagai sebuah subjek kekuasaan yang terasa sangat traditionalis.

Saya tidak setuju jika ada yang mengatakan dengan fenomena diatas keamanan kita menjadi rentan, saya lebih setuju jika dikatakan bahwa fenomena itu malah membuat keamanan kita menjadi rapuh, penegakan hukum kita menjadi gamang dengan sendirinya pula, penegakan hukum menjadi bukan sebuah solusi yang bisa diambil, tapi menjadi sesuatu yang ditawarkan dan akhirnya menjadi sebuah pilihan.

Fenomenan ini jika kita kembangkan lebih lanjut akan terlihat sangat massif, macet Jakarta misalnya sebenarnya bisa diatas jika keamanan teratasi dengan baik, tapi nyatanya bagaimana? Keamanan adalah hal dominan dalam defenisi “kenyamanan”, apakah anda tega membawa anak istri anda keterminal yang penuh preman itu? Ke bus yang penuh copet dan sopir mabuk? Ke pasar becek yang terus becek? Ingat seluruh bagian ketikdanyaman itu sangat berkaitan erat dengan keamanan, ya kontrol keamanan itu sendiri, ketidaknyamanan anda adalah bagian penting secara psikologis untuk mengontrol anda, rasa tidak nyaman dan tidak aman anda adalah sesuatu yang diharapkan.

Bagi masyarakat, siapapun mereka itu, fenomena ini merupakan sebuah keniscayaan, yang sulit kita pahami dan lihat jelas, cara paling baik adalah menikmatinya saja sebagai sebuah keajaiban yang langka dan murah meriah, ya murah meriah.

Bagi patner keamanan, ini adalah sebuah kesempatan, sebuah opurtiniti, tempat mereka mengaktualisasikan diri dan belajar menjadi lebih baik, beberapa dari mereka berhasil bangkit menjadi lebih baik seperti menjadi pengusaha dan terjun dalam dunia politik.

Bagi aparat keamanan sendiri fenomena ini merupakan sebuah kemenangan dan keberhasilan yang patut dibanggakan, fenomena ini memberikan mereka ruang gerak yang lebih baik serta daya tawar yang lebih tinggi, terlepas itu daya politik dan sebagainya. Dalam supremasi sipil seperti saat ini menjadikan Manjemen mereka terhadap kontrol keamanan sangat bisa menjadi daya tawar paling kuat dinegeri ini ditambah dengan otoritas penegakan hukum mereka yang tiada banding.

Bagaimana bagi Negara sendiri secara umum? Fenomena ini adalah sebuah penyakit yang dapat melumpuhkan Negara dengan cepat. Ekonomi meski terus berputar akan sulit maju ditengah tradisi premanisme yang subur dan seolah formal. Tidak ada Negara maju dengan keamanan yang semu dan penegakan hukum yang yang selalu dipertanyakan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun