Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KUA Menanti Perubahan

6 November 2015   13:34 Diperbarui: 10 November 2015   07:29 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="kuamarikit.blogspot.com"][/caption]

 

KUA MENANTI PERUBAHAN

oleh: Andin Alfigenk Ansyarullah Naim

Membahas masalah KUA dan pencatatan pernikahan selalu menjadi hal menarik, mengapa menarik? Karena kita jarang sekali ingin memahami apa itu KUA, Kantor Urusan Agama.

Pandangan masyarakat awam terhadap KUA identik dengan birokrasi yang koruptif, kita bisa melihatnya dari beberapa kasus yang timbul ke permukaan dan juga berbagai tulisan serta film. Ini sungguh sangat memalukan dan tidak cukup hanya dilampiri dengan kata diplomatik seperti “ini sangat disesalkan”.

Dengan berbagai kasus itu lah dikalangan internal kementerian agama sendiri permasalahan KUA menjadi momok dan mulai mendapatkan perhatian, salah satu masalah peliknya adalah cara pandang dan paradigma yang konon sangat fanatik diinternal kementerian agama, KUA dianggap seolah baku, bak hukum syariah yang tidak dapat diganggu gugat, mereka yang berani menggugat kementerian agama dan berani bersuara tentang sebuah perubahan maka akan disebut dengan mengganggu rumah sendiri.

Memang tidak mudah melakukan perubahan, butuh waktu, butuh banyak kritik, penuh ketelitian, penuh pengorbanan, butuh keterbukaan hati dan kesadaran diri untuk menerima kenyataan bahwa perubahan adalah keniscayaan dan harapan baru, tidak hanya untuk kalangan internal kementerian agama, namun juga mempersembahkannya untuk masyarakat, negara dan Agama.

Kembali ke KUA yang lebih cenderung kepada sebuah institusi dengan banyak fungsi namun kurang aplikatif, dari permasalahan haji, zakat, wakaf, penyuluhan dan pernikahan, dan lain-lainnya tertumpu dan berujung kepada KUA, dengan pegawai yang hanya di isi 1,2 bahkan hanya 3 orang pegawai apakah KUA mampu melakukannya semua itu? Kadang-kadang kita bertanya apa guna kementerian agama di kabupaten kota jika semua hal berujung kepada KUA. Kita tidak pernah membahas keefisian organisasi dalam kementerian agama.

Fungsi kementerian agama yang diserahkan kepada KUA seperti masalah haji, zakat, wakaf dan penyuluhan keagamaan akhirnya jadi terbengkalai dan lebih sering dilaksanakan secara formalitas.

Akan hal ini Masyarakat luas semestinya memberikan kritik, berikan kritik meski tanpa solusi, tampakan kekurangan kami dan nyatakan kehendak dan keinginan masyarakat, seterusnya solusi akan kita cari bersama, jalan keluar akan kita gali bersama, dan kementerian agama juga harus berani membuka diri menyongsong perubahan yang sudah menjadi keniscayaan jika tidak ingin tenggelam dalam permasalahan yang sama terus menerus. Kita harus memilih apakah KUA menjadi institusi utama dalam pencatatan pernikahan dan secara bersamaan menjadi Balai Nikah atau menjadikan KUA benar-benar menjadi ujung tombak kementerian agama dalam masalah haji , zakat, wakaf, penyuluhan agama dan sebagainya. Kita tidak mungkin menyatukan seluruh peran kementerian agama tersebut dalam sebuah institusi kecil seperti KUA.

Sampai sekarang saya belum mendapati sejarah bagaimana KUA bisa berada di posisi ditingkat paling bawah yang membawahi wilayah kecamatan, apakah KUA ini juga sejenis dengan peran teritorial bidang pertahanan seperti KORAMIL atau bagian dalam ihwal keamanan seperti POLSEK yang mana keduanya mempunyai otoritas kuat sebagai alat Negara. Kita juga akan kesulitan menyamatan KUA dengan kantor kecamatan karena kecamatan mempunyai peran signifikan dan utama dalam pemerintahan daerah.

Sepak terjang KUA juga dipertanyakan dalam otonomi daerah saat ini, pemerintahan sekarang lebih tertumpu kepada pemerintah daerah setempat, peran KUA menjadi sangat rentan dan ringkih karena sering kali terjadi koordinasi yang tidak manis dengan instansi kemenerian dan lembaga pemerintah lain didaerah dan pemerintahan daerah setempat, kondisi dimana kepala KUA menjadi unsur MUSPIKA atau Musyawarah Pimpinan Daerah mulai pudar dan hilang diberbagai daerah.

Jika kita menyebut KUA hanya sebuah institusi pencatatan pernikahan belaka maka itu sebuah pemborosan dalam pelayanan, lebih baik kita membangun balai nikah besar di ibukota kabupaten yang lebih efisein dari pada membangun ditiap kecamatan tapi tidak dapat dikontrol seperti saat ini,  namun jika kita menyebut peran KUA sebagai perpanjangan tangan kementerian agama Kabupaten maka itu sungguh keterlaluan, kita seperti meletakkan seekor gajah besar di atas sebuah sepeda motor.

Lihat saja, bagaimana banyak peraturan tentang pernikahan yang tidak pernah berubah mengikuti jaman semenjak 25 tahun yang lalu, kita masih bisa mendapat lembaran berkas bertanggal tahun awal 90-an yang bisa digunakan oleh KUA. Dengan segala keruwetan karena ketidaksinkronan dengan instanti lain dalam masalah data. Ini menunjukkan sangat tidak ramahnya birokrasi pernikahan dengan perubahan jaman yang menuntut kemudahan dan keringkasan birokrasi dan bukannya semakin jelemet dan menebalkan berkas yang harus diisi disertakan dan dibawah oleh calon penganten.

terakhir tentu kita sadari masih banyak hal lain yang dapat kita bicarakan dan diskusikan untuk mencari pencerahan.

Semoga tulisan singkat ini bemanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun