[caption id="attachment_326299" align="aligncenter" width="557" caption="Sebuah Desa..dokumentasi pribadi"][/caption]
DESA ADALAH TEMPAT YANG MENAKUTKAN
Oleh: Alfigenk Ansyarullah Naim
Salah satu titik lemah Indonesia dalam hal pertahanan adalah lemahnya pertahanan dalam struktur pemerintahan tingkat bawah yaitu desa.
Mungkin akan sangat mengejutkan jika kita tahu jika jepang yang hanya sebentar menjajah Indonesia tapi berhasil membentuk salah satu struktur pemerintahan yang efektive dan tetap digunakan sampai saat ini. Itu lah bentuk rukun tetangga, rukun keluarga sampai rukun warga
Apa yang pernah dibayangkan tentang desa?.. daerah yang tenang. Damai, lingkungan yang masih terjaga, warga yang ramah, perilaku kekeluargaan dan gotong royong dan kental dan sebagainya.. sepertinya desa merupakan angan-angan indah, sebuah anti klimax perkotaan yang individualis, egoistis, nafsi-nafsi, melelahkan.
Hal diatas tidak lah salah, karena seperti itu lah adalah suasana pedesaan. kebanyakan dari kita memang berasal dari pedesaan. Desa tempat segala kenangan dimulai, tempat kembali, tempat beristirahat.
Desa merupakan salah satu sumber daya dalam urbanisasi di perkotaan, ini telah jelas sekali adanya.
Sayangnya, desa seperti telah terlanjur mendapat pandangan menyenangkan dan positive dari kebanyakan dari kita, hingga kita telah lupa bahwa desa juga merupakan sesuatu yang dinamis karena seiring perkembangan jaman, Â desa pun tak pernah kita sadari juga bergerak dalam caranya sendiri, , sebagian dari desa itu tidak lah statis, contoh saja, sepeda motor yang sering kali anak-anak desa kendarai meski mereka dibawah umur, telfon seluser, termasuk juga internet sebagai sarana informasi dan komunikasi yang telah menjamur.
Dalam tulisan ini menitik beratkan kritikan saya kepada pedesaan di daerah saya di Provinsi Kalimantan selatan.
Dalam beberapa tahun terakhir kita melihat diberbagai pemberitaan media akan banyaknya masalah yang terjadi dipedesaan, dari tindak criminal sampai dengan perebutan lahan. Jika di lihat lebih teliti kembali, seharusnya dengan system dan jalur pemerintahan kita yang telah teratur sampai kepada tingkat desa berbagai potensi permasalahan bisa dideteksi sedari awal dan diatasi. Disinilah letak dan gagalnya Negara menghadirkan diri lebih kuat dan implicit di pedesaan.
Jika di andaikan seperti sarang laba-laba, maka perkotaan adalah pusat dan induk, sedang pedesaan merupakan jaringan titik-titik yang menyangga dan membentuk serta mempertahankan pedesaan, meski terlihat sepele, namun apa jadinya sebuah kota tanpa jarring-jaring itu. Kota akan seperti sebuah wilayah ompong tanpa pertahanan. Dengan sendirinya kota pun akan runtuh kekuatannya. Semisal  bagaimana memproduksi bahan pangan tanpa mempunyai pedesaan yang menyuplai hal itu. Dalam perang jangka pendek pun, kota akan jatuh dalam perang modern.
Tidak seperti pedesaan di pulau jawa yang terkenal memang sangat damai dan nyaman untuk dikunjungi, pedesaan di Kalimantan sedikit berbeda, pedesaan dikalimantan terkesan lebih rawan dalam hal ketidaknyamanan untuk di kunjungi berkenaan masyarakat yang lebih sering curiga terhadap orang yang datang dan juga ancaman kriminalitas setempat.
Desa terkadang bukan dipimpin oleh orang yang bijak, biasanya malah dipimpin seseorang yang dianggap pemberani atau seorang yang dianggap lebih berharta. Jika pun ada kepala desa (pambakal) yang baik namun dalam beberapa kasus dia masih dibawah pengaruh orang lain seperti para preman kampung dan orang-orang kaya setempat.
Pembangunan dikampung sering kali terganggu oleh campur tangan kepala kampung atau preman setempat yang ingin ikut campur mendapatkan jatah proyek, berbagai urusan birokrasi masyarakat juga sering kali menjadi sulit dan mahal dengan biaya kompensasi yang harus dibayarkan kepada kepala desa atau aparatnya.
Tapi tidak lah selalu seperti itu, ada juga kepala desa yang sangat kelelahan dan mengeluh menghadapi masyarakatnya yang selalu egois dan menang sendiri, seperti kasus pembagian dana bantuan untuk masyarakat miskin, banyak sekali kasus dimana orang yang mampu juga ingin dibantu, dan orang yang sudah tidak mampu ingin dia saja yang dibantu sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya.
Pedesaan dikalimantan selatan ketika pagi hari dan siang hari akan sangat menyenangkan untuk dikunjungi. Pemandangan alam yang indah dan penduduknya terasa ramah ketika mereka pergi ke sawah, ladang atau kebun mereka, atau menjelang sore ketika matahari mulai turun ,para penduduk desa mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Nuansa seperti itu akan terbalik ketika senja datang atau menjelang malam, banyak desa adalah wilayah yang menakutkan, dimana para anam muda mereka sudah mulai muncul bergerombol dipinggir jalan, banyak dari mereka sedang hanyut dalam aroma minuman keras oplosan murah dan obat-obatan. Tradisi kekerasan masih hidup dan tidak pernah terputus.
lemahnya pengamanan dipedesaan oleh pihak keamanan menjadi salah satu permasalahan utama, misal saja disebuah kecamatan dengan beberapa desa (dalam banyak kecamatan terdiri dari puluhan desa) hanya diwakili oleh beberapa orang anggota POLRI, biasanya antara sepuluh orang anggota atau lebih sedikit, mungkin akan ditambah dari Pihak Koramil yang juga jumlahnya tidak jauh berbeda. Permasalahan hukumpun lebih banyak didominasi dengan penyelesaian secara adat dan kekeluargaan yang sering kali tidaklah efektive dalam memberikan rasa jera, dan masalah sering terulang.
Penyelesaian masalah (perdamaian) secara adat dan kekeluargaan lebih tergantung kepada tarik ulur negosiasi yang sering kali tidak lepas dari berbagai tekanan dari pihak yang lebih kuat, sebagai contoh sebuah kasus dimana seseorang dari Kampung A telah membuat masalah dikampung B, masyarakat kampung B menegur seseorang dari kampung A, kemudian seseorang dari Kampung A tidak terima dan menusuk penduduk kampung B dengan pisaunya, dalam perdamaian yang dilakukan ternyata seseorang yang telah ditusuk dari kampung B lah yang harus membayar denda kepada si penusuk dari kampung A, hal ini terjadi dibawah ancaman dari penduduk kampung A yang terkenal dengan kriminalitasnya yang berencana menyerang kampung B jika mereka tidak mau memberi uang perdamaian. Pihak keamanan biasanya lebih cenderung untuk memilih opsi perdamaian seperti ini, selain juga didukung oleh masyarakat setempat agar seseorang itu tidak masuk penjara, alasan lainnya adalah ini lebih mudah dan nyaman bagi mereka. Masyarakat juga bisa saja memberikan tekanan kepada aparat keamanan dengan cara mengintimidasi pihak keamanan seperti menyerang kantor pihak keamanan khususnya polisi, sedangkan Pihak Koramil biasanya hanya ikut menyimak saja karena mereka tidak punya otoritas dalam masalah pidana perdata.
Sebagaian besar desa bukanlah desa yang indah, lebih banyak desa yang kacau dalam tata ruang desanya, desain perumahan yang semeraut, jalan yang rusak, selokan air yang tidak berfungsi karena sengaja ditutup atau dihancurkan dan sebagainya. Jarang sekali sebuah desa yang tertata dengan baik, jika ada desa yang bagus kemungkinan besar itu adalah ketidaksengajaan. Cita rasa seni tata ruangnya begitu rendah, terlihat jauh sangat berbeda dengan dipulau jawa atau bali, atau desa-desa ada di sumatera barat, batak atau toraja dan nusa tenggara Timur.
Bukan maksud untuk membandingkan, tapi keharusanlah yang membuat kita harus membandingkannya. Desa seolah menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang, membuat mereka memilih untuk melarikan diri ketempat yang lebih nyaman, Kota menjadi pilihan.
Jika dulu ada banyak orang kota yang mencari istri ke desa-desa dengan alasan mencari istri yang mempunyai kecantikan alami desa dan tata karma yang baik, maka sekarang hal itu sudah sangat jarang terjadi bahkan mungkin sudah hampir punah. Bunga-bunga desa sekarang lebih suka mengejar kumbang-kumbang kota.
Sumber saya manusia yang stagnan dan cenderung menurun adalah penyebabnya, perhatian pemerintah khususnya pemerintah daerah era otonomi daerah sangat lah rendah terhadap perkembangan desa, pembangunan fisik lebih diutamakan di perkotaan atau ibukota kabupaten sedangkan pembangunan sumber daya manusia cendrung diabaikan, sehingga moralitas pendudukpun  menurun tanpa ada yang menyadarinya.
*tulisan ini adalah opini yang dihasilkan dengan penelitian pribadi yang terbatas dan tanpa metodologi yang jelas, lebih mengedepankan para kritik realitas dan dengan sengaja tidak memberikan pendapat yang berbau solutif, diharapkan tulisan ini dapat memancing atau menginspirasi orang-orang yang setuju ataupun tidak setuju terhadap tulisan ini untuk memberikan tulisan/opini/penelitian lebih lanjut, terutama terhadap kritisk social, antropologi pedesaan, dan sebagainya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H