Mohon tunggu...
hendi cahyadi
hendi cahyadi Mohon Tunggu... Editor - blogging captcha

menulis membaca menonton

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati-hati Menjaga Lisan dari Mencaci Maki dengan Nama Binatang

5 September 2019   13:11 Diperbarui: 23 Juni 2021   16:14 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak sedikit saudara kita yang telah menghina mencaci merendahkan saudaranya baik itu seiman maupun seagama."

Dari ayat alquran surat at-tin surat ke 95 ayat 4 yang berisi :

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (95:4)

Allah subhanahu wa ta'ala dengan jelas diawal dengan huruf lam sebagi penegas, penguat dan huruf qod sebagai sumpah bahwa manusia merupaka satu-satunya mahluk yang paling sempurna dari segi fisik.

Sungguh ironis, di satu sisi Allah telah menciptakan manusia dengan dengan fisik yang paling sempurna, tapi kenapa tidak sedikit saudara kita yang telah menghina mencaci merendahkan saudaranya baik itu seiman maupun seagama dengan nama-nama hewan ataupun nama-nama binatang. 

Baca juga : Bahasa Anak Indonesia, Terpengaruh Nama-nama Binatang

Entah hinaan, cacian, itu karena perselisihan, pertengkaran, perbedaan pendapat perbedaan pilihan, atau perbedaan golongan. Tapi dia berani menghina saudaranya mencaci saudaranya merendahkan saudaran dengan cara memanggil saudaranya dengan nama-nama hewan.

Bahkan fenomena ini tidak sedikit terjadi dikalangan anak muda, anak sekolah, sampai anak kecil dia berani menyebut memanggil saudaranya teman bermainnya dengan nama binatang. Entah anak-anak itu itu karena sudah menjadi kebiasaan, atau ada perselisihan di antara mereka bahkan tidak adanya didikan dari orang tuanya.

Lebih-lebih kalo panggilan nama-nama binatang ini terdengar dalam suatu keluarga islam, entah itu dari mulut sang suami kepada istrinya, atau sebaliknya sang istri kepada suaminya, atau yang lebih parah dan keji sang anak kepada orang tuanya dengan nama-nama binatang.

Tanpa disadari, apakah hal itu sengaja, terpaksa ataukah lupa, karena perselisihan, pertengkaran, sakit hati, kita sering sebut teman kita pada seiman, satu agama dengan kita dengan nama-nama binatang:

Misalnya, si A menyebut atau memanggil si B dengan kata-kata :"Dasar kecobong lu" atau "Hai kecobong"

Karena si B sakit hati dengan panggilan itu, lantas si B langsung membalas dengan kata-kata yang lebih kotor lagi : "Dasar Anjing lu" atau "Hai anjing".

Baca juga : Jangan Sampai Komunikasi Kita Penuh dengan Caci Maki

Nah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan, untuk orang-orang seperti ini yang telah berani menghina mencaci maki merendahkan dengan nama-nama binatang seperti kecobong, kelelawar, babi hutan, atau kata-kata yang jelas-jelas dikategorikan sebagai najis dalam ilmu fiqih seperti anjing atau babi, maka Nabi bersabda :

"Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas." (HR. Muslim no. 2587 dan Abu Dawud no. 4894)

Hadist ini merupakan PR renungan bagi kita semua bahwa kata-kata yang sudah menjadi darah daging dalam diri kita, yang biasa diucapkan, mudah dikeluarkan dari lisan, ternyata dihapan Nabi itu merupakan perbuatan terlarang sekaligus berdosa.

Dengan hadist ini juga, itu sebagai pagar untuk semua anggota tubuh kita terutama lisan yang bukan hanya setiap jam tapi setiap detik mengeluarkan kata-kata yang sering menyakitkan saudara kita.

Mungkin kita menganggap kata-kata itu hanya sebagai bercandan, senda gurau, ucapan reflek karena sudah terbiasa dengan lingkungan, tapi ternyata dihadapan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata kata-kata itu ibarat pedang yang dengan mudah menusuk menyakiti hati saudara kita. 

Baca juga : Gus Dur Sudah Ajarkan Kritik Tanpa Caci Maki

Luka di luar kulit bisa terlihat oleh mata, bisa dengan cepat kita obati, tapi bagaimana jika luka itu ada pada hati saudara. Kita tidak bisa melihat, merasakan, apalagi mengobati luka sakita hati karena kata-kata kita. Hanya orang lain dan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Mengetahuinya.

Dalam kehidupan sehari-hari tak terasa, jangankan kepada saudara, teman, tetangga, atau orang lain yang baru kenal, bahkan kepada binatang pun yang tak punya dosa dan salah, kita sering tanpa sengaja mencaci maki atau menyakitinya. 

Coba renungkan, kita sering mendengar ayam jantan berkokok di waktu shubuh jam 3 maupun jam 4. Apakah kita yang mendengarnya mengucakan alhamdulilah karena telah dibangunkan oleh sang Ayam Jantan terus berwudlu sampai akhirnya kita melaksanakan shalat tahajud shalat shubuh berjama'ah, atau kah sebalik. Kita malah memarahi, mencacki maki ayam jantan yang telah membangunkan itu?

Rasanya, kebanyakan dari kita bukan mengucapkan alhamdulilah karena telah dibangunkan oleh sang Ayam Jantan, tapi malah mencaci maki sang Ayam Jantan. 

Kita sebagai orang beriman jangan menganggap sikap seperti itu sebagai sikap biasanya aja, sikap yang tidak ada balasan atau peringan. Karena untuk orang seperti ini Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai memperingatkan :

"Janganlah Engkau mencela ayam jantan, karena sesungguhnya ayam jantan itu yang membangunkan kalian shalat." (HR. Abu Dawud no. 5101, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Jika memahami, merenungi hadits tersebut ini sebuah pukulan bagi kita semua. Kita yang nyata-nyata telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai mahluk yang paling sempurnya ternyata masih kalah, ternyata masih memiliki dosa dan salah atas perbuatan kita sendiri terhadap binatang yang tidak memiliki akal. 

Yang seharusnya, kita sebagai mahluk paling sempurna justru memberikan contoh budi perkerja baik kepada binatang, memberikan perilaku kasih sayang, penyayang kepada binatang sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menganugerahi semua anggota tubuh ini tanpa ada bayaran. 

Apakah kita lupa, bahwa kalau kita menyayangi, mengasihi orang lain, maka kita pun akan menerima kasih sayang dari orang lain pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun