Mohon tunggu...
Alfiatur Rohmania
Alfiatur Rohmania Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS | PRODI S1 AKUNTANSI | NAMA : ALFIATUR ROHMANIA | NIM : 43223010174

Mata kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu : Apollo, Prof, Dr, M.Si.AK Universitas Mercu Buana | Pogram studi : S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

27 November 2024   09:59 Diperbarui: 30 November 2024   20:36 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Indonesia, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan besar dalam memberantas korupsi yang telah mengakar di berbagai sektor. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan sosial dan ekonomi serta menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Dalam konteks ini, mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk pencegahan korupsi menjadi sangat krusial. Fenomena korupsi di Indonesia telah menjadi permasalahan sistemik yang mengakar dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Meskipun berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan melalui pendekatan hukum, kelembagaan, dan sistem, namun masih belum menunjukkan hasil yang optimal.

 Hal ini memerlukan pendekatan alternatif yang lebih mendasar, yakni transformasi pada dimensi mental dan spiritual individu. Dalam konteks budaya Jawa, terdapat kekayaan ideologi dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat dijadikan landasan filosofis dalam upaya antikorupsi.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Salah satu tokoh yang turut memberikan pemikiran mendalam mengenai hal ini adalah Ki Agen Suryomentharam (1892-1962). Ki Ageng Suryomentaram lahir pada tanggal 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta dengan nama asli Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmaji. 

Beliau merupakan putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dengan garwa ampeyan (selir) bernama Bendoro Raden Ayu (BRAy) Retnomandoyo. Beliau dibesarkan dalam lingkungan keraton dengan pendidikan Belanda di Europeesche Lagere School dan menguasai berbagai bahasa,

ia mengalami transformasi spiritual yang mendasar pada usia 29 tahun (1921) ketika memutuskan meninggalkan kehidupan keraton untuk mencari makna hidup yang lebih mendalam. Setelah mengubah namanya menjadi Ki Gede Suryomentaram, beliau hidup sebagai rakyat biasa dan mengembangkan ajaran Kawruh Jiwa (Ilmu Jiwa) yang mencakup konsep-konsep penting seperti pangawikan pribadi (pemahaman diri), mulur-mungkret (dinamika keinginan), dan kramadangsa (ego). 

Melalui karya-karyanya dan pengajaran langsung, beliau memberikan kontribusi besar dalam bidang psikologi, filsafat, pendidikan, dan spiritualitas Jawa hingga akhir hayatnya pada 18 Maret 1962, meninggalkan warisan pemikiran yang tetap relevan dalam konteks modern, terutama dalam pengembangan karakter, kepemimpinan, dan transformasi sosial.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Apa Yang dimaksud kebatinan?

Secara umum kebatinan merupakan sistem kepercayaan tradisional yang berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa, yang berasal dari kata "batin" yang berarti "dalam" atau "internal". Sebagai sebuah praktik spiritual, kebatinan menggabungkan unsur-unsur kepercayaan lokal, Hindu, Buddha, dan Islam, dengan fokus utama pada pencarian kebenaran dan kesempurnaan hidup melalui pengalaman spiritual pribadi.

 Praktik kebatinan menekankan pada pengembangan diri melalui berbagai metode seperti meditasi, puasa, semedi (kontemplasi), dan laku prihatin (asketisme), dengan tujuan mencapai kesatuan dengan kekuatan supernatural atau Tuhan, memperoleh kedamaian batin, dan mengembangkan karakter mulia. 

Dalam implementasinya, kebatinan mengajarkan prinsip-prinsip keselarasan dengan alam, keseimbangan hidup, pengendalian diri, dan hubungan harmonis dengan sesama manusia, yang biasanya dipraktikkan dalam komunitas atau paguyuban kebatinan melalui hubungan guru-murid dan kegiatan sosial bersama. 

Meskipun menghadapi berbagai tantangan modern seperti globalisasi dan sekularisasi masyarakat, kebatinan tetap memberikan kontribusi positif dalam pelestarian budaya, pembentukan moral masyarakat, dan pengembangan karakter bangsa, sambil terus beradaptasi dengan perkembangan zaman melalui revitalisasi ajaran dan integrasi dengan modernitas.

Menurut pandangan Ki Ageng Suryomentaram kebatinan adalah upaya mendalam untuk memahami dan mengolah rasa dalam diri manusia (pangawikan pribadi), yang bukan sekadar praktik mistis atau ritual, melainkan sebuah proses pencarian kebenaran hakiki melalui pengenalan diri secara menyeluruh. 

Dalam konsepnya, kebatinan merupakan jalan spiritual praktis yang berfokus pada pengembangan kesadaran internal melalui pemahaman tentang raos (rasa sejati) dan pencapaian kondisi "manusia tanpa ciri" (kondisi dimana seseorang terbebas dari atribut-atribut duniawi seperti status, jabatan, atau kepemilikan). 

Melalui praktik kebatinan ini, seseorang diharapkan dapat mencapai ketenangan batin, membebaskan diri dari penderitaan, dan menemukan kebahagiaan sejati dengan cara melakukan pengamatan diri secara terus-menerus (mawas diri), mengendalikan keinginan dan nafsu, serta mengembangkan kesadaran yang lebih tinggi tentang hubungan dirinya dengan kehidupan dan sesama manusia. 

Kebatinan dalam pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tidak hanya bertujuan untuk pencapaian spiritual pribadi, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang penting dalam membentuk karakter yang baik dan menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Kebatinan yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram menawarkan pandangan yang unik dan mendalam mengenai upaya pencegahan korupsi dan pengembangan kepemimpinan diri yang transformatif.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Bagaimana Mengimplementasikan ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dalam upaya pencegahan korupsi dan transformasi kepemimpinan diri memerlukan pendekatan yang holistik dan sistematis?

Yang pertama kita harus memahami tentang Mengolah diri dan Batin pada Enam "SA"versi Ki Ageng Suryomentaram yaitu :

1. Sabutuhe (Secukupnya)

Adalah hidup sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan.

Tujuan: Menghindari sikap berlebihan dalam hal materi.

Contoh:

Makan: Makan secukupnya untuk kenyang, tidak berlebihan.

Berpakaian: Berpakaian yang layak untuk menutup aurat, tidak harus mahal atau mewah.

Bekerja: Bekerja secukupnya untuk memenuhi kebutuhan, tidak perlu mencari kekayaan yang berlebihan.

2. Sabenere (Sebenarnya)

Adalah kejujuran dan kebenaran dalam bertindak.

Tujuan: Melihat realitas apa adanya tanpa distorsi.

Contoh:

Berbicara: Selalu berbicara sesuai fakta, tanpa menyembunyikan kebenaran.

Bertindak: Bertindak berdasarkan kebenaran dan prinsip-prinsip yang benar.

Menilai: Menilai sesuatu secara objektif, tanpa prasangka atau bias.

3. Sakperak (Sewajarnya)

Adalah bertindak sesuai norma dan kewajaran.

Tujuan: Menghindari perilaku yang ekstrem atau berlebihan.

Contoh:

Bergaul: Bergaul dengan orang lain secara wajar, tidak berlebihan.

Berpenampilan: Menjaga penampilan yang rapi dan sesuai konteks, tidak harus mewah atau mencolok.

Bersikap: Bersikap proporsional dalam berbagai situasi, tidak berlebihan atau terlalu pasif.

4. Sakepenake (Senyamannya)

Adalah Menjalani hidup dengan tenang dan nyaman.

Tujuan: Tidak memaksakan diri atau orang lain.

Contoh:

Bekerja: Bekerja dengan santai namun tetap bertanggung jawab.

Hidup: Menjalani hidup tanpa tekanan berlebih, mencari keseimbangan antara kerja dan istirahat.

Interaksi: Menciptakan suasana yang nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain.

5. Samasthane (Setempatnya)

Menempatkan diri sesuai konteks dan situasi.

Tujuan: Memahami posisi dan peran dalam berbagai situasi.

Contoh:

Bertindak: Bertindak sesuai status dan peran dalam masyarakat.

Etika: Memahami etika dan norma di berbagai tempat dan situasi.

Penyesuaian: Menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

6. Samadyane (Secukupnya/Sepadannya)

Keseimbangan dalam hidup.

Tujuan: Mengambil jalan tengah dalam setiap situasi.

Contoh:

Keputusan: Mengambil keputusan yang seimbang, mempertimbangkan berbagai faktor.

Sikap: Menghindari sikap ekstrem, mencari keseimbangan dalam segala hal.

Hubungan: Menjaga harmoni dalam hubungan dengan orang lain.

Sebagai seorang tokoh spiritual yang berpengaruh di Jawa, pemikiran beliau mengenai "kawruh jiwa" atau ilmu tentang jiwa manusia menyediakan landasan filosofis yang kuat. 

Ajaran-ajaran beliau tidak hanya membantu dalam memahami dan mengatasi godaan korupsi, tetapi juga dalam mengembangkan karakter kepemimpinan yang berintegritas. Ki Ageng Suryomentaram memperkenalkan sejumlah konsep dasar yang relevan dengan upaya pencegahan korupsi.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Konsep Utama Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram:

Memahami Konsep "Mimpin Diri Sendiri"

  • Menekankan Pemahaman Mendalam Tentang Diri Sendiri (Memimpin Diri Sendiri)

Kawruh Jiwa atau ilmu tentang jiwa yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri. Ini berarti seseorang harus merenungkan pikiran, perasaan, dan tindakan mereka secara terus-menerus. Dengan mengenali dan memahami kekuatan serta kelemahan diri sendiri, individu dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan membuat keputusan yang lebih baik. 

Pemahaman diri yang mendalam juga membantu seseorang untuk tetap jujur terhadap diri sendiri dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang mereka yakini. Seorang pemimpin yang berhasil adalah yang mampu mengendalikan egonya, tidak mudah tergoda oleh kekuasaan, dan selalu bertindak berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat.

  • Kramadangsa (Ego)

Salah satu konsep fundamental dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah Kramadangsa atau "si tukang klaim". Kramadangsa merepresentasikan ego atau "aku" yang selalu menuntut pengakuan dan pembenaran atas keinginan-keinginannya.

Kawruh Jiwa juga mengajarkan pentingnya mengendalikan ego dan keinginan duniawi. Ego sering kali membuat seseorang terikat pada status, jabatan, dan kekayaan material, yang dapat memicu tindakan koruptif. Dengan mengendalikan ego, individu dapat lebih fokus pada hal-hal yang lebih bermakna, seperti integritas, kejujuran, dan kontribusi positif bagi Masyarakat. 

Dalam konteks pencegahan korupsi, kesadaran ini sangat penting karena membantu individu untuk tidak tergoda oleh status dan kedudukan yang bisa memicu perilaku koruptif, Selain itu, mengendalikan keinginan duniawi membantu seseorang untuk hidup lebih sederhana dan tidak tergoda oleh godaan materi yang tidak pernah berakhir.

  • Manusia Tanpa Ciri (Wong Tanpa Tenger)

Mengembangkan Kesadaran Akan Kramadangsa (Keakuan) dan Manusia Tanpa Ciri Kramadangsa atau keakuan adalah identitas yang terbentuk dari status sosial, jabatan, dan kepemilikan material. Kesadaran akan kramadangsa membantu individu untuk memahami bahwa identitas sejati tidak terletak pada hal-hal eksternal tersebut, melainkan pada nilai-nilai intrinsik kemanusiaan.

a. Konsep ini mengajarkan untuk melepaskan keterikatan pada status dan jabatan, dan lebih fokus pada nilai-nilai ntrinsik kemanusiaan. Ini meliputi:

b. Melepaskan Keterikatan Pada Status dan Jabatan: Mengajarkan individu untuk tidak terlalu terikat pada status dan kedudukan, sehingga tidak tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan.

c. Mengembangkan Ketulusan Dalam Pelayanan: Mendorong individu untuk melayani dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan.

d. Membangun Integritas Berbasis Nilai Universal: Menekankan pentingnya integritas dan moralitas yang berbasis pada nilai-nilai universal, yang melampaui kepentingan pribadi atau kelompok.

Dengan demikian, individu dapat menjadi lebih tulus, rendah hati, dan fokus pada kontribusi yang bermakna bagi orang lain.

Hubungannya dengan Pencegahan Korupsi:

  • Ajaran tentang "Rasa Sama" Membantu Mengatasi Keserakahan

"Rasa sama" mengajarkan bahwa semua manusia pada dasarnya sama dan layak dihormati. Dengan memahami konsep ini, individu dapat mengurangi keserakahan dan keinginan untuk mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak sah. Ini membantu dalam menciptakan sikap yang lebih adil dan empati terhadap orang lain.

  • Konsep "Mulur-Mungkret" (Dinamika Keinginan) Mengajarkan tentang Pengendalian Nafsu Materialistis

Ki Ageng Suryomentaram memperkenalkan konsep "mulur-mungkret" yang menggambarkan sifat dinamis dari keinginan manusia. Mulur berarti mengembang, sedangkan mungkret berarti menyusut. Konsep mulur-mungkret menjelaskan bahwa keinginan manusia bersifat dinamis dan tidak pernah terpuaskan. Ketika satu keinginan terpenuhi (mulur), segera muncul keinginan baru yang lebih besar (mungkret). Dalam konteks korupsi, pemahaman ini penting karena banyak praktik korupsi bermula dari ketidakmampuan seseorang mengendalikan keinginan material yang tak terbatas.

Misalnya, seorang pejabat yang awalnya merasa cukup dengan gaji dan fasilitas yang dimilikinya mungkin akan terdorong untuk mencari sumber pendapatan tambahan melalui cara-cara ilegal setelah melihat peluang untuk memperoleh lebih banyak lagi.

  • Pemahaman bahwa Kebahagiaan Sejati Tidak Terletak pada Harta Benda

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, tetapi pada kedamaian batin dan hubungan yang baik dengan sesama. Pemahaman ini membantu individu untuk tidak tergoda oleh kekayaan material dan fokus pada nilai-nilai yang lebih luhur dan abadi.

Sedangkan bagaimana konsep "Memimpin Diri Sendiri" Ini dapat berhubungan dengan Pencegahan Korupsi?

Kendali Diri

Korupsi seringkali berakar dari keinginan yang tidak terkendali, seperti keserakahan atau ambisi berlebihan. Dalam konteks kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, mengendalikan diri adalah kunci utama dalam pencegahan korupsi. Seorang pemimpin yang mampu menguasai dirinya akan dapat menolak godaan untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi. Dengan latihan pengendalian diri, individu dapat mengurangi nafsu yang tak terkendali dan tetap berpegang pada nilai-nilai integritas.

Integritas

"Mimpin diri sendiri" juga berarti hidup dengan integritas. Seorang pemimpin yang berintegritas akan selalu konsisten antara ucapan dan perbuatan, serta bertanggung jawab atas tindakannya. Integritas adalah fondasi dari kepemimpinan yang efektif dan terpercaya. Dalam praktiknya, ini berarti seorang pemimpin harus jujur, transparan, dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil.

Spiritualitas

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan pentingnya spiritualitas dalam hidup. Dengan memiliki spiritualitas yang kuat, seorang pemimpin akan memiliki tujuan hidup yang lebih tinggi daripada sekadar kekayaan atau kekuasaan. Spiritualitas membantu individu untuk mencari makna yang lebih dalam dari kehidupan dan mendorong mereka untuk bertindak demi kebaikan bersama. Seorang pemimpin yang spiritual akan lebih cenderung membuat keputusan yang adil dan etis.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Transformasi kepemimpinan diri menurut Ki Ageng Suryomentaram

Adalah proses pengembangan diri yang mendalam dan holistik yang bertujuan untuk membentuk karakter kepemimpinan yang berintegritas dan beretika. Ajaran ini menekankan pentingnya introspeksi, pengendalian diri, dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Ki Ageng Suryomentaram mengelompokan transformasi kepemimpinan diri sebagai berikut:

Mawas Diri

Mawas diri adalah proses mengamati dan merenungkan diri sendiri dengan objektif. Ini membantu individu untuk mengenali kelemahan dan kekuatan diri, serta memperbaiki diri agar dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dan berintegritas. Mawas diri mendorong introspeksi yang mendalam dan pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri.

Praktik mawas diri adalah bagian penting dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram, yang melibatkan:

  • Refleksi Rutin Atas Tindakan dan Motivasi: Refleksi ini membantu individu untuk mengevaluasi tindakan dan motivasinya secara kritis, memastikan bahwa mereka bertindak sesuai dengan nilai-nilai integritas.
  • Evaluasi Keinginan dan Kebutuhan Secara Kritis: Mengevaluasi keinginan dan kebutuhan dapat membantu individu untuk menghindari godaan untuk melakukan tindakan yang tidak etis.
  • Pengembangan Kesadaran Akan Tanggung Jawab Sosial: Kesadaran ini penting untuk memastikan bahwa tindakan individu selalu mempertimbangkan dampak sosial dan tidak merugikan orang lain.

Pemahaman Raos 

Raos sanes mengacu pada perasaan atau pengalaman pribadi yang harus dikenali dan dikelola dengan baik. Dengan mengenali raos sanes, individu dapat memahami pengaruhnya terhadap tindakan dan keputusan yang diambil. Pengelolaan raos sanes yang baik membantu individu untuk bertindak lebih bijaksana dan bertanggung jawab

Konsep raos atau rasa sejati mengajarkan pentingnya mengembangkan kepekaan moral dan empati sosial. Ini bisa dilakukan melalui:

  • Mengembangkan Kepekaan Moral: Memahami dan merasakan apa yang benar dan salah, serta bertindak berdasarkan rasa tersebut.
  • Memahami Penderitaan Orang Lain: Dengan memahami penderitaan dan kesulitan yang dialami orang lain, seseorang dapat lebih empati dan terdorong untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan.
  • Menumbuhkan Empati Sosial: Empati yang kuat membuat seseorang lebih peka terhadap dampak tindakan mereka terhadap orang lain, mendorong perilaku yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Pengawasan Diri (Pangawikan Pribadi)

Pangawikan pribadi adalah pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri. Ini melibatkan kesadaran akan keinginan, motivasi, dan nilai-nilai yang dianut.

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan pentingnya pengawasan dan pemahaman diri sendiri. Praktik ini membantu individu dalam berbagai hal:

  • Mengenali Godaan dan Kecenderungan Koruptif Dalam Diri: Dengan memahami potensi dan kecenderungan koruptif dalam diri, seseorang bisa lebih waspada terhadap situasi yang bisa memicu tindakan korupsi.
  • Mengembangkan Kesadaran Akan Dampak Tindakan Terhadap Orang Lain: Kesadaran ini membantu individu untuk selalu mempertimbangkan dampak dari setiap tindakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, sehingga dapat menghindari tindakan yang merugikan.
  • Membangun Ketahanan Moral Menghadapi Godaan Korupsi: Dengan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri, individu dapat membangun ketahanan moral yang kuat untuk menghadapi berbagai godaan yang dating
  • Pengembangan kesadaran akan tanggung jawab sosial: Kesadaran akan tanggung jawab sosial adalah pemahaman mendalam bahwa setiap individu memiliki kewajiban untuk berkontribusi positif kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Pangawikan Pribadi adalah konsep yang bertujuan untuk mengendalikan keinginan dan hasrat individu dalam berbagai aspek kehidupan, agar dapat mencapai keseimbangan dan kedamaian batin. Konsep ini mencakup pengendalian terhadap tiga jenis keinginan utama:

1. Semat (Kekayaan, Kesenangan, Keenakan)

Semat merujuk pada keinginan untuk mengejar kekayaan materi, kenikmatan fisik, dan kesenangan duniawi. Ini termasuk segala bentuk kemewahan, kenyamanan, dan kesenangan yang bersifat sementara. 

Bertujuan mengendalikan keinginan semat berarti seseorang harus belajar untuk tidak terjebak dalam pencarian materi dan kesenangan fisik yang tiada habisnya. Dengan mengendalikan keinginan ini, individu dapat fokus pada hal-hal yang lebih bermakna dan abadi.

Contoh: Membatasi pembelian barang-barang mewah yang tidak diperlukan, Mengatur gaya hidup sederhana dan tidak berlebihan, Menghindari hedonisme dan mencari kebahagiaan dalam hal-hal yang lebih substansial seperti hubungan dengan orang lain dan pengembangan diri.

2. Derajat (Keluhuran, Kemuliaan, Kebanggaan)

Derajat merujuk pada keinginan untuk mencapai status sosial yang tinggi, mendapatkan pengakuan, kehormatan, dan kebanggaan. Ini mencakup usaha untuk diakui sebagai individu yang unggul di mata orang lain. 

Tujuannya mengendalikan keinginan derajat berarti individu harus memahami bahwa nilai sejati tidak terletak pada pengakuan atau status sosial, melainkan pada integritas dan nilai-nilai intrinsik kemanusiaan.

Contoh: Tidak terlalu mengejar jabatan atau posisi tinggi demi kebanggaan pribadi, Menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan ikhlas tanpa mengharapkan pujian, Menerima diri sendiri apa adanya tanpa perlu pembuktian dari orang lain.

3. Kramat/Status Sosial (Kekuasaan, Kepercayaan, Disegani, Dipuji-puji)

Kramat atau status sosial merujuk pada keinginan untuk memiliki kekuasaan, mendapatkan kepercayaan, dihormati, dan dipuji oleh orang lain. Ini mencakup hasrat untuk menjadi pusat perhatian dan dominan dalam berbagai situasi. Tujuannya mengendalikan keinginan kramat berarti seseorang harus melepaskan keterikatan pada kekuasaan dan pengaruh, serta fokus pada pelayanan yang tulus dan kontribusi positif tanpa mengharapkan balasan.

Contoh: Memimpin dengan rendah hati dan fokus pada kepentingan bersama daripada keuntungan pribadi, Mengembangkan hubungan yang berbasis kepercayaan dan respek, bukan dominasi, Mengapresiasi prestasi orang lain dan tidak mencari pujian atas setiap tindakan yang dilakukan.

Berikut adalah beberapa langkah utama dalam transformasi kepemimpinan diri menurut ajaran beliau:

1. Introspeksi

Introspeksi adalah proses merenungkan dan mengenali diri sendiri secara mendalam. Melalui meditasi dan introspeksi, seseorang dapat mengenali kelemahan dan kekuatan dirinya. 

Dengan demikian, ia dapat memperbaiki diri dan menjadi pemimpin yang lebih baik. Introspeksi membantu individu untuk merenungkan tindakan dan keputusan yang telah diambil, serta memahami dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan introspeksi yang rutin, pemimpin dapat terus mengembangkan dirinya dan menjaga integritas dalam setiap tindakannya.

2. Pengendalian Diri

Pengendalian diri adalah kemampuan untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan. Dalam konteks kepemimpinan, ini berarti tidak mudah tergoda oleh kekuasaan, materi, atau keinginan yang tidak terkendali. Pengendalian diri membantu pemimpin untuk tetap berpegang pada nilai-nilai integritas dan tidak terjerumus dalam perilaku koruptif.

3. Pengembangan Sikap Rendah Hati

Sikap rendah hati adalah kesadaran akan keterbatasan diri dan kesediaan untuk belajar dari orang lain. Pemimpin yang rendah hati tidak merasa dirinya paling benar dan terbuka terhadap kritik dan saran. Sikap ini penting untuk menciptakan kepemimpinan yang inklusif dan menghargai kontribusi semua pihak.

4. Menumbuhkan Kearifan dalam Bertindak

Kearifan dalam bertindak adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang bijak dan etis. Ini berarti mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kepentingan bersama dalam setiap keputusan yang diambil. Pemimpin yang arif mampu melihat gambaran besar dan tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

5. Melepaskan Keterikatan pada Status dan Jabatan

Transformasi kepemimpinan diri juga mencakup melepaskan keterikatan pada status sosial dan jabatan. Ini berarti tidak mencari pengakuan atau imbalan atas tindakan baik yang dilakukan. Pemimpin yang tidak terikat pada status dan jabatan lebih fokus pada pelayanan yang tulus dan berkontribusi untuk kebaikan bersama.

6. Mengembangkan Ketulusan dalam Pelayanan

Ketulusan dalam pelayanan adalah memberikan yang terbaik bagi orang lain tanpa mengharapkan balasan. Pemimpin yang tulus dalam pelayanannya akan selalu mengutamakan kepentingan orang lain dan berusaha untuk memberikan dampak positif dalam setiap tindakannya.

7. Membangun Integritas Berbasis Nilai Universal

Integritas adalah fondasi dari kepemimpinan yang efektif. Membangun integritas berbasis nilai-nilai universal berarti menjunjung tinggi kejujuran, transparansi, dan etika dalam setiap tindakan. Pemimpin yang berintegritas akan selalu konsisten antara ucapan dan perbuatan serta bertanggung jawab atas tindakannya.

8. Belajar dari Alam

Alam mengajarkan banyak hal tentang kesederhanaan, keseimbangan, dan keberlanjutan. Seorang pemimpin dapat belajar dari alam untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kepemimpinannya. Kesederhanaan mengajarkan pemimpin untuk tidak terjebak dalam kemewahan dan keserakahan.

Keseimbangan mengingatkan pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil keputusan. Keberlanjutan mengarahkan pemimpin untuk berpikir jangka panjang dan menjaga keberlanjutan sumber daya yang ada.

9. Berkomunitas

Manusia adalah makhluk sosial. Dengan berinteraksi dengan orang lain, kita dapat belajar dari pengalaman mereka dan memperluas perspektif kita. Berkomunitas memungkinkan pemimpin untuk mendengarkan berbagai pandangan dan saran dari orang lain, yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Melalui interaksi yang positif dengan komunitas, pemimpin dapat membangun hubungan yang kuat dan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

10. Relevansi dalam Konteks Modern

Meskipun ajaran Ki Ageng Suryomentaram berasal dari masa lalu, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi oleh pemimpin masa kini. Dalam era globalisasi dan informasi yang serba cepat, pemimpin dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, kemampuan untuk mengambil keputusan yang sulit, dan visi yang jelas tentang masa depan.

Pemimpin modern sering kali dihadapkan pada situasi yang kompleks dan penuh tekanan. Dalam konteks ini, kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi panduan yang berharga. 

Ajaran tentang pengendalian diri, integritas, dan spiritualitas memberikan dasar yang kuat untuk menghadapi tantangan tersebut. Selain itu, konsep belajar dari alam dan berkomunitas juga membantu pemimpin untuk tetap relevan dan adaptif dalam situasi yang terus berubah.

Modul: Alfiatur Rohmania 
Modul: Alfiatur Rohmania 
11. Penerapan dalam Praktik

Untuk menerapkan ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengambil langkah-langkah berikut:

Memulai dari Diri Sendiri

Perubahan dimulai dari diri sendiri. Setiap individu dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan korupsi dengan meningkatkan integritas pribadi. Ini berarti selalu bertindak jujur, transparan, dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan dan tindakan. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi orang lain dan menciptakan budaya integritas di sekitar kita.

Mendidik Generasi Muda

Menanamkan nilai-nilai moral sejak dini kepada generasi muda sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih baik. Pendidikan antikorupsi harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan dijadikan bagian dari pendidikan karakter. Dengan demikian, generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang kuat tentang pentingnya integritas dan etika.

Membangun Sistem yang Transparan

Sistem yang transparan dan akuntabel dapat mengurangi peluang terjadinya korupsi. Pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya harus menerapkan prinsip-prinsip transparansi dalam setiap aspek operasionalnya. Ini termasuk melakukan audit berkala, mempublikasikan laporan keuangan, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.

Menggalang Partisipasi Masyarakat

Masyarakat memiliki peran penting dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan tindakan korupsi, kita dapat menciptakan budaya antikorupsi yang kuat. Pemerintah harus menyediakan mekanisme yang mudah diakses bagi masyarakat untuk melaporkan tindakan korupsi, serta memberikan perlindungan bagi pelapor.

Menguatkan Lembaga Pengawas

Lembaga-lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diperkuat dengan wewenang dan sumber daya yang memadai. Ini termasuk memberikan dukungan finansial yang cukup, meningkatkan kapasitas melalui pelatihan dan pendidikan, serta memastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut dapat beroperasi secara independen dan bebas dari intervensi politik.

Menegakkan Hukum dengan Tegas

Penegakan hukum yang tegas dan adil merupakan kunci dalam pencegahan korupsi. Pelaku korupsi harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tanpa pandang bulu. Hukum harus ditegakkan dengan adil untuk menciptakan efek jera dan menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi.

Implementasi dalam Kehidupan Modern

Pengembangan Integritas Melalui Pemahaman Diri

Integritas merupakan salah satu pilar utama dalam membangun karakter yang kuat. Dengan memahami diri sendiri secara mendalam, seseorang dapat mengidentifikasi nilai-nilai intrinsik yang penting baginya, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Pemahaman diri ini membantu individu untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut dan tetap konsisten dalam tindakan sehari-hari. Ketika seseorang memiliki integritas yang kuat, mereka lebih cenderung untuk mengambil keputusan yang etis dan bertanggung jawab, menghindari perilaku koruptif.

Menumbuhkan Kesadaran Sosial dan Tanggung Jawab Moral

Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan keadaan serta kebutuhan orang lain. Dengan menumbuhkan kesadaran sosial, individu menjadi lebih peka terhadap dampak dari tindakan mereka terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Tanggung jawab moral melibatkan rasa kewajiban untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika dan kepentingan bersama. 

Dalam kehidupan modern, menumbuhkan kesadaran sosial dan tanggung jawab moral berarti selalu mempertimbangkan kepentingan orang lain dalam setiap keputusan yang diambil, serta berusaha untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Mempraktikkan Hidup Sederhana dan Bijaksana

Hidup sederhana dan bijaksana adalah prinsip yang menekankan pentingnya mengendalikan keinginan duniawi dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup. Dalam praktiknya, ini berarti menghindari konsumsi berlebihan, memilih gaya hidup yang berkelanjutan, dan membuat keputusan yang bijaksana dalam penggunaan sumber daya. 

Hidup sederhana membantu individu untuk tidak terjebak dalam keinginan material yang tak terbatas dan lebih fokus pada pengembangan diri serta hubungan yang bermakna dengan orang lain.

Modul: Alfiatur Rohmania
Modul: Alfiatur Rohmania
Mengapa kita harus mengikuti atau mengimplementasikan ajaran Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Pada Upaya Pencegahan Korupsi Dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri?

Mengikuti dan mengimplementasikan ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dalam upaya pencegahan korupsi dan transformasi kepemimpinan diri memiliki sejumlah manfaat yang signifikan baik untuk individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

1. Pencegahan Korupsi

Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya pengendalian diri, introspeksi, dan kesadaran spiritual yang mendalam. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri dan kontrol atas keinginan duniawi, individu dapat menghindari godaan untuk melakukan tindakan koruptif. 

Prinsip-prinsip seperti sabutuhe (hidup secukupnya), sabenere (kejujuran), dan sakperak (tindakan wajar) membantu membangun integritas pribadi yang kuat. Individu yang berpegang pada nilai-nilai ini cenderung bertindak dengan jujur dan etis, mengurangi risiko korupsi dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Pengembangan Karakter dan Kepemimpinan Diri

Implementasi ajaran kebatinan ini membantu dalam pengembangan karakter yang berintegritas dan kepemimpinan yang efektif. Konsep pangawikan pribadi (pemahaman diri yang mendalam) dan ngelmu pambuka (kesadaran akan keterbatasan diri) mendorong individu untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri.

 Kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual seperti ketulusan, rendah hati, dan keadilan akan lebih efektif dan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Ajaran ini menuntun individu untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi tetapi juga kesejahteraan orang lain.

3. Harmoni dan Keseimbangan Hidup

Prinsip-prinsip kebatinan Ki Ageng Suryomentaram membantu individu untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual. Hidup sesuai dengan konsep sabutuhe (secukupnya) dan sakepenake (senyamannya) membantu mengurangi stres dan tekanan hidup yang sering kali disebabkan oleh keinginan yang berlebihan. 

Dengan fokus pada nilai-nilai spiritual dan kebijaksanaan, individu dapat mencapai ketenangan batin dan hidup dengan lebih seimbang.

4. Peningkatan Kesadaran Sosial dan Tanggung Jawab

Ajaran ini juga menekankan pentingnya kesadaran sosial dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Dengan memahami konsep samasthane (menempatkan diri sesuai konteks) dan kramadangsa (identitas sejati), individu dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan mendukung. Kesadaran ini mendorong individu untuk bertindak dengan empati, membantu orang lain, dan berkontribusi positif dalam komunitas.

5. Relevansi dalam Konteks Modern

Meskipun ajaran Ki Ageng Suryomentaram berasal dari masa lalu, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi oleh pemimpin dan individu di era modern. Dalam dunia yang sering kali digerakkan oleh materialisme dan persaingan ketat, prinsip-prinsip kebatinan ini menawarkan panduan untuk hidup dengan integritas, keseimbangan, dan tujuan yang lebih tinggi.

Implementasi nilai-nilai ini dapat membantu individu untuk tidak hanya mencapai kesuksesan pribadi tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih adil dan bermoral.

Manfaat Penerapan Enam "SA" Menurut Ki Ageng Suryomentaram

1. Manfaat dalam Pengembangan Diri

Keseimbangan Hidup: Penerapan enam "SA" membantu menciptakan harmoni antara kebutuhan material dan spiritual. Dengan prinsip-prinsip seperti sabutuhe (secukupnya) dan sakperak (sewajarnya), seseorang dapat mengembangkan pola hidup yang sehat dan seimbang, serta mengurangi stres dan tekanan mental yang sering kali muncul akibat keinginan berlebihan.

Pengendalian Diri: Enam "SA" juga mengajarkan pengendalian diri yang baik. Dengan pengendalian terhadap emosi dan keinginan duniawi, seseorang dapat meningkatkan kemampuan mengelola emosi, mengembangkan kesadaran akan batas-batas pribadi, dan memperkuat ketahanan dalam menghadapi godaan. 

Prinsip-prinsip seperti sakepenake (senyamannya) mendorong individu untuk hidup dengan tenang dan nyaman tanpa memaksakan diri.

Kebijaksanaan: Enam "SA" membantu dalam mengembangkan kebijaksanaan. Dengan merenungkan tindakan dan keputusan, individu dapat meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan, mengembangkan cara pandang yang lebih matang, dan membangun karakter yang tangguh dan bijaksana.

2. Manfaat dalam Hubungan Sosial

Interaksi Positif: Penerapan enam "SA" dalam hubungan sosial dapat membantu membangun hubungan yang lebih sehat. Prinsip-prinsip seperti samasthane (setempatnya) membantu individu untuk memahami posisi dan peran dalam berbagai situasi, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, dan mengembangkan empati serta pengertian.

Kepemimpinan Efektif: Enam "SA" juga penting dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin yang menerapkan prinsip-prinsip ini dapat menjadi teladan bagi orang lain, membangun kepercayaan dan kredibilitas, serta menginspirasi perubahan positif dalam organisasi atau komunitas.

Harmonisasi Sosial: Dengan menerapkan enam "SA," individu dapat mengurangi konflik dan ketegangan dalam lingkungan sosial. Prinsip-prinsip ini membantu menciptakan lingkungan yang supportif dan menciptakan atmosfer kerja yang positif dan harmonis.

3. Manfaat dalam Pencegahan Korupsi

Integritas Personal: Penerapan enam "SA" memperkuat nilai-nilai kejujuran dan integritas. Dengan prinsip-prinsip seperti sabenere (sebenarnya), individu dapat membangun resistensi terhadap godaan korupsi dan mengembangkan tanggung jawab moral yang kuat.

Budaya Anti-Korupsi: Enam "SA" membantu dalam menciptakan lingkungan yang berintegritas dan membangun sistem yang transparan. Prinsip-prinsip ini mendorong akuntabilitas bersama dan menciptakan budaya anti-korupsi yang kuat dalam organisasi atau masyarakat.

Transformasi Sistemik: Penerapan enam "SA" juga dapat mendorong perubahan struktural dalam organisasi. Dengan mengubah pola pikir materialistis dan membangun kesadaran kolektif, prinsip-prinsip ini membantu mendorong perubahan sistemik yang mendukung integritas dan kejujuran.

Modul: Alfiatur Rohmania 
Modul: Alfiatur Rohmania 
Tantangan Implementasi Ajaran Ki Ageng Suryomentaram

Mengimplementasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam kehidupan sehari-hari dan konteks organisasi dapat menghadapi beberapa tantangan utama yaitu:

Resistensi Terhadap Perubahan

Banyak individu dan organisasi cenderung menolak perubahan, terutama ketika perubahan tersebut menuntut mereka untuk meninggalkan kebiasaan dan praktik yang sudah lama mereka lakukan. Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram mengharuskan introspeksi mendalam, pengendalian ego, dan pengembangan kesadaran sosial, yang bisa menjadi tantangan besar bagi mereka yang terbiasa dengan cara berpikir dan bertindak yang berbeda.

Contoh: Dalam sebuah perusahaan yang telah lama beroperasi dengan budaya kerja yang kompetitif dan fokus pada keuntungan materi, mengimplementasikan nilai-nilai seperti ketulusan dalam pelayanan dan pengendalian ego dapat menghadapi penolakan dari karyawan dan manajemen. Mereka mungkin merasa bahwa nilai-nilai ini bertentangan dengan cara mereka menjalankan bisnis dan mencapai tujuan.

Keterbatasan Pemahaman

Tidak semua orang memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Ki Ageng Suryomentaram dan konsep-konsep kebatinan. Keterbatasan pemahaman ini dapat menjadi hambatan dalam mengimplementasikan ajaran tersebut secara efektif. Pemahaman yang dangkal atau salah interpretasi bisa menyebabkan penerapan yang tidak tepat atau bahkan bertentangan dengan tujuan ajaran itu sendiri.

Contoh: Seorang pemimpin organisasi mungkin tidak sepenuhnya memahami konsep "kramadangsa" dan "manusia tanpa ciri." Akibatnya, dia mungkin menerapkan ajaran tersebut dengan cara yang tidak tepat, seperti menunjukkan rendah hati tetapi tetap mementingkan status sosialnya. Ini bisa menyebabkan kebingungan dan ketidakefektifan dalam penerapan nilai-nilai integritas dan ketulusan.

Tekanan Lingkungan

Lingkungan sekitar, termasuk budaya masyarakat, norma sosial, dan tekanan dari kelompok sebaya atau rekan kerja, dapat mempengaruhi implementasi ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Tekanan lingkungan untuk mencapai kesuksesan materi atau memenuhi harapan tertentu bisa membuat individu sulit menerapkan nilai-nilai seperti kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial.

Contoh: Dalam sebuah perusahaan yang beroperasi di industri yang sangat kompetitif, karyawan mungkin merasa tertekan untuk mencapai target kinerja yang tinggi dengan cara apa pun, termasuk dengan mengabaikan integritas atau melakukan tindakan koruptif. 

Tekanan dari manajemen dan rekan kerja untuk "menghasilkan angka" bisa membuat karyawan sulit untuk menerapkan ajaran kebatinan tentang pengendalian keinginan material dan fokus pada nilai-nilai moral.

Modul: Alfiatur Rohmania 
Modul: Alfiatur Rohmania 
Strategi Mengatasi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan dalam mengimplementasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram, diperlukan pendekatan yang strategis dan berkelanjutan:

Pendekatan Bertahap: Mulailah dengan langkah-langkah kecil dan bertahap dalam mengadopsi ajaran ini. Edukasi dan penyadaran terus-menerus dapat membantu individu dan organisasi menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru.

Pelatihan dan Edukasi: Investasi dalam program pelatihan dan edukasi untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Pelatihan harus mencakup contoh-contoh konkret dan studi kasus untuk membantu peserta memahami bagaimana menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.

Keterlibatan Pemimpin: Pemimpin organisasi harus menjadi contoh dalam menerapkan nilai-nilai kebatinan. Keteladanan dari pemimpin akan memotivasi karyawan untuk mengikuti jejak yang sama.

Menciptakan Budaya Dukungan: Ciptakan budaya kerja yang mendukung nilai-nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Ini bisa dilakukan melalui kebijakan yang adil, transparansi dalam pengambilan keputusan, dan penghargaan terhadap perilaku etis.

Evaluasi dan Penyesuaian: Lakukan evaluasi berkala untuk menilai efektivitas implementasi ajaran ini. Berdasarkan hasil evaluasi, lakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai kebatinan diterapkan secara efektif dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menawarkan pendekatan yang holistik dalam pencegahan korupsi dan pengembangan kepemimpinan diri. Melalui pemahaman dan praktik ajaran-ajarannya, individu dapat mengembangkan ketahanan moral untuk menghadapi godaan korupsi, membangun karakter kepemimpinan yang berintegritas, dan berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih bermoral.

Transformasi ini dimulai dari pemahaman dan pengendalian diri, yang kemudian berkembang menjadi kepemimpinan yang berdampak positif bagi masyarakat luas. Nilai-nilai yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram, seperti pengendalian diri, integritas, spiritualitas, introspeksi, dan berkomunitas, tetap relevan dalam konteks modern.

 Dengan menerapkan ajaran-ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, transparan, dan adil. Selain itu, langkah-langkah praktis seperti memulai dari diri sendiri, mendidik generasi muda, membangun sistem yang transparan, menggalang partisipasi masyarakat, menguatkan lembaga pengawas, dan menegakkan hukum dengan tegas dapat membantu dalam upaya pencegahan korupsi. 

Sebagai bangsa, Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dan maju. Namun, untuk mencapai hal tersebut, kita harus memberantas korupsi dan membangun budaya integritas.

Pusat dari ajaran ini adalah konsep "mimpin diri sendiri," yang menekankan pentingnya introspeksi, pengendalian diri, dan pengembangan kesadaran spiritual. Dengan memahami diri sendiri secara mendalam, individu dapat mengendalikan keinginan duniawi yang tak terbatas, seperti kekayaan (semat), status sosial (kramadangsa), dan kehormatan (derajat). 

Ajaran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda atau status sosial, melainkan pada kedamaian batin dan nilai-nilai intrinsik kemanusiaan.

Secara keseluruhan, ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memberikan landasan filosofis yang kuat untuk membangun kehidupan yang seimbang, bermakna, dan penuh integritas. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, individu dan organisasi dapat mencapai transformasi diri yang mendalam dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

Daftar Pustaka 

Suryomentaram, Ki Ageng. (1985). Kawruh Jiwa: Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram. Jakarta: CV Haji Masagung.

Prihartanti, N. (2004). Kepribadian Sehat menurut Konsep Suryomentaram. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2020). Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Jakarta: KPK.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun