Teori Kontingensi menyatakan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam semua situasi. Sebaliknya, efektivitas kepemimpinan tergantung pada konteks dan situasi tertentu. Teori ini mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan yang paling sesuai, seperti karakteristik pengikut, tugas yang harus diselesaikan, dan lingkungan organisasi.
Contoh: Dalam situasi krisis, seperti bencana alam atau keadaan darurat, pemimpin yang mengambil pendekatan otoriter mungkin lebih efektif. Misalnya, dalam penanganan bencana tsunami di Aceh, pemimpin yang mampu mengambil keputusan cepat dan tegas, seperti Gubernur Aceh saat itu, dapat mengkoordinasikan bantuan dan sumber daya dengan lebih efektif. Namun, dalam situasi yang lebih stabil dan kolaboratif, seperti dalam proyek kreatif, pemimpin yang lebih demokratis dan inklusif, seperti Tim Cook di Apple, dapat mendorong inovasi dan partisipasi anggota tim. Ini menunjukkan bahwa pemimpin perlu menyesuaikan gaya mereka dengan situasi yang dihadapi.
Tujuan kepemimpinan menurut AristotelesÂ
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam kehidupan sosial dan politik, dan pemikiran Aristoteles memberikan wawasan mendalam tentang tujuan dan hakikat kepemimpinan. Dalam pandangannya, kepemimpinan bukan  sekadar jabatan atau kekuasaan, melainkan tanggung jawab moral dan etika yang harus dipenuhi oleh  pemimpin. Beberapa tujuan utama kepemimpinan menurut Aristoteles tercantum di bawah ini.
1. Menciptakan kesejahteraan bersama
Menurut Aristoteles, salah satu tujuan utama kepemimpinan adalah  menciptakan kekayaan dalam masyarakat. Aristoteles berpendapat bahwa pemimpin harus fokus pada kebaikan bersama, bukan hanya kepentingan individu atau kelompok. Dalam konteks ini, pemimpin diharapkan mampu membimbing masyarakat menuju tujuan yang lebih tinggi, yaitu tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Oleh karena itu, kepemimpinan yang baik harus mampu menghubungkan aspirasi individu dengan kepentingan publik.
2. Memberikan contoh moral
Aristoteles menekankan pentingnya karakter dan moralitas dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin yang baik harus memberi contoh bagi masyarakatnya. Artinya pemimpin harus memiliki kebajikan seperti keadilan, keberanian, dan kebijaksanaan. Dengan bertindak baik dan etis, para pemimpin dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka. Tujuan ini menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai positif dapat berkembang dan meresap ke dalam masyarakat.
3. Mengembangkan potensi individu
Kepemimpinan juga bertujuan untuk mengembangkan potensi individu dalam masyarakat. Aristoteles percaya bahwa setiap orang mempunyai kemampuan dan bakat  unik, dan tugas seorang pemimpin adalah membantu mereka mencapai potensi maksimalnya. Para pemimpin dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan di komunitas mereka dengan memberikan dukungan, pendidikan, dan peluang. Hal ini tidak hanya menguntungkan individu, tetapi juga memajukan masyarakat secara keseluruhan.
4. Mendorong partisipasi dan keterlibatan