Abikusno Cokrosuyoso) adalah salah satu figur penting dalam perjuangan melawan penjajahan awal abad ke-20. Abikusno Cokrosuyoso lahir di Dolopo, Madiun, pada tanggal 15 Juni 1897. Ayahnya bernama Raden Mas Tjokroamiseno, seorang pensiunan Wedono Distrik Kanigoro, Madiun.
Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso (EBI: Raden MasIa mulai mengenyam pendidikan di Koningin Emma School di Surabaya, dan lulus pada 8 Juni 1917. Dikenal sebagai seorang otodidak, dan dengan kemampuan yang dimilikinya, Abikusno dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Architectsexamen, pendidikan yang dilakukan dengan cara korespondensi menggunakan diklat-diklat yang dikirim dari Belanda. Ia lulus sebagai arsitek pada 7 Februari 1925 di Jakarta.
Sebagai seorang arsitek yang terkenal, banyak proyek pembangunan diberikan kepada Abikusno. Namun, Abikusno enggan bekerja sama dengan Belanda, dan selalu meluangkan waktu untuk melihat dan membantu perjuangan Sarekat Islam.
R. M. Abikusno Cokrosuyoso dan Sarekat Islam adalah satu dan sama, karena hidup dan perjuangannya dihabiskan untuk Sarekat Islam. Sejak tahun 1923, Abikusno menjadi pengurus Sarekat Islam cabang Kediri. Selain menjabat sebagai pemimpin partai, Abikusno juga merangkap sebagai direktur majalah mingguan Sri Joyoboyo. Majalah ini sangat penting dalam perjuangan rakyat karena berbagai masalah dapat diungkapkan melaluinya. Antara lain isu-isu yang berkaitan dengan ekonomi, sejarah, kebudayaan, termasuk penangkapan tokoh-tokoh Sarekat Islam, bahkan kebusukan pemerintah Belanda saat itu. Majalah Mingguan Sri Joyoboyo terus berkembang dan menjadi satu-satunya majalah yang tersedia di wilayah selatan Jawa Timur, yaitu KediriÂ
R. M. Abikusno Cokrosuyoso adalah salah satu tokoh yang Jepang manfaatkan selama penjajahan. Keahlian beliau dalam bidang arsitektur rupanya diketahui Jepang. Karena itu, ia dipekerjakan untuk mengurus pembuatan gedung-gedung baru di Jakarta, dan perbaikan Istana Merdeka yang rusak dan hampir roboh.
Dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo pada 7 September 1944, Perdana Menteri Kaiso, yang menggantikan Perdana Menteri Tojo, mengumumkan Hindia Timur (Indonesia) untuk menjadi negara merdeka. Alasan di balik pernyataan pemerintah Jepang tersebut adalah karena angkatan perang Jepang semakin terjepit pada bulan Juli 1944. Pada bulan Agustus 1944 situasi Jepang semakin memburuk. Seluruh garis pertahanan Pasifik berada dalam teror pasukan Sekutu. Menghadapi situasi tersebut, pada tanggal 29 April 1945, pemerintah militer Jepang di Jawa, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Chosakai). Tujuan dibentuknya badan tersebut dimaksudkan untuk mempelajari dan menyelidiki berbagai aspek politik, ekonomi dan tata pemerintahan yang penting untuk membangun negaraÂ
Abikusno tergabung dalam keanggotaan BPUPKI sebagai tokoh dari golongan Islam dan mengikuti sidang pertama BPUPKI pada 29 Mei 1945. Beliau juga tergabung dalam Panitia Sembilan yang berhasil membuat Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Pada saat rapat mengenai sumpah presiden, R. M. Abikusno memberikan usulan untuk rancangan sumpah presiden dan sumpah wakil presiden, yang diterima dengan beberapa perubahan.
R.M. Abikusno Cokrosuyoso ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum di Kabinet Republik Indonesia yang pertama, dari 19 Agustus hingga 14 November 1945. Tindakan pertama sebagai Menteri Pekerjaan Umum ialah menetapkan bahwa Departemen Pekerjaan Umum akan menangani Jawatan Listrik dan Gas Seluruh Jawa dan Madura. Pada tanggal 29 Oktober 1945 beliau mengangkat Kepala Jawatan Listrik dan Gas Seluruh Jawa dan Madura, Ir. M.A. SafwanÂ
Sebagai Menteri Perhubungan, beliau membangun jalur kereta api antara Jakarta dengan Merak. Beliau juga membenahi berbagai pekerjaan sehingga dalam waktu singkat, banyak program pembaruan dan peningkatan berhasil dibuat, sehingga menjadi faktor yang meningkatkan perekonomian dan perdagangan.
Seringkali nama Abikoesno Tjokrosoejoso dikaitkan dengan peristiwa 3 Juli 1946, yang dianggap sebagai kudeta pertama di Indonesia. Saat itu, Tan Malaka memimpin kelompok Persatuan Perjuangan untuk melakukan kudeta guna menggulingkan Kabinet Sjahrir. Namun, organisasi tersebut berhasil dibubarkan, dan orang-orang utamanya, termasuk Abikoesno, ditangkap. Abikoesno sempat ditahan di beberapa tempat, seperti Tawangmangu, Ponorogo, dan akhirnya di Madiun. Ia ditahan bersama dengan Tan Malaka, Iwa Kusuma Sumantri, Achmad Subardjo, Buntaran Martoatmodjo, dan Moh. Yamin. Pada 17 Agustus 1948, para tahanan ini dibebaskan setelah menerima grasi.
Setelah tidak menjadi Menteri, R. M. Abikusno Cokrosuyoso melanjutkan aktifitasnya sebagai arsitek dan aktif dalam partai. Setelah beberapa saat terkena penyakit tekanan darah tinggi, Raden Mas Abikusno Cokrosuyoso meninggal dunia pada 11 November 1968. Jenazahnya dimakamkan melalui upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Surabaya.
Daftar Pustaka
Suratmin. (1982). R.M. Abikusno Cokrosuyoso: Hasil karya dan pengabdiannya. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Â
Umum, I. D. P. (1990). 45 tahun Departemen Pekerjaan Umum. Departemen Pekerjaan Umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H