Halo sahabat kompasiana...
Negeri kita ini memang masih tergolong negara berkembang, namun soal sumber daya alam Indonesia sangat dipandang dunia. Sumber daya alam terbesar di dunia dipegang oleh Brazil dan Indonesia berada di posisi kedua. Bahkan di sektor tambang Indonesia punya peringkat di atas, berada di Kabupaten Timika Papua.
PT Freeport memegang kendali mengelola tambang ini, yang sudah terafiliasi dengan Freeport McMoran. Cerita lama yang terus diperbincangan yaitu soal bagi persen Freeport dalam menangani kekayaan Indonesia yang terus menjadi rebutan. Berikut fakta unik PT Freeport yang menguasai harta karun Tanah Papua yang harus kamu ketahui.
Freeport adalah salah satu perusahaan tambang terbesar dunia
Salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia, PT Freeport Indonesia atau PTFI berdiri sejak April 1967. Mulai mengelola kekayaan Indonesia yang terletak di Mimika Papua. Freeport Indonesia bagian dari BUMN sektor pertambangan yakni Mining Industry Indonesia dan sahamnya dimiliki PT Indonesia Asahan aluminium atau Inalum serta Freeport-McMoran.
Freeport-mcmoran ini salah satu produsen emas terbesar di dunia asal Amerika yang memiliki jajaran anak perusahaan, termasuk PT Freeport Indonesia. Tambang di Papua bernama Tambang Grasberg. Bayangkan saja kapasitas produksi tembus angka 238 ribu ton perhari.
Puncak eksplorasi cadangan tembaga dan emas terjadi pada 2001
Eksplorasi cadangan tembaga dan emas mencapai puncaknya tahun 2001, bahkan lebih dari 140 triliun investasi telah dibenamkan di pertambangan ini. Setelah Presiden Soekarno lengser, PT Freeport mulai mengeruk isi perut gunung emas Papua. Sejak itulah Freeport seolah Jadi hal yang selalu menjadi pembahasan turun-temurun setiap peralihan pemerintahan. Siapapun presiden Indonesia yang terpilih sepertinya tak berdaya menghadapi soal tambang terbesar, yang jelas-jelas berada di Indonesia.
Menurut data PT Freeport Indonesia, cadangan tambang yang tengah digarap PT Freeport Indonesia mencapai 2,27 miliar ton bijih. Terdiri dari 1,02 % tembaga, 0,83 gram per ton emas, dan 4,32 gram per ton perak. Sedangkan berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dari cadangan ini produksinya bisa mencapai 109,5 juta ton bijih per tahun, dengan usia tambang 23,5 tahun.
Jadi bukan hanya memproduksi emas, perak, dan tembaga saja, Freeport pun memproduksi molybdenum dan rhenium, sebuah hasil samping dari proses biji tembaga. Begitu melimpah hasil yang didapatkan dari kekayaan Indonesia.
Freeport memiliki jumlah pekerja yang fantastis
Sebagai tambang dengan sistem kontrol satu titik ini mampu mengawasi area tambang seluas 10 ribu hektar dengan wilayah pendukung 202 ribu hektar. Tentu saja memerlukan pekerja yang tidak sedikit yakni mencapai 12 ribu orang.
Puluhan tahun sudah freeport mengeruk emas dan mineral lainnya di bumi Papua, sayangnya hasil tambang justru tidak diolah dalam negeri melainkan diekspor dalam bentuk konsentrat. Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam tidak sebanding dengan hasil kepemilikan yang diperolehnya sehingga negara tidak terlalu diuntungkan dalam hal ini.
Mengakali penerimaan yang seharusnya masuk ke negara pemerintahan akan melarang ekspor mineral mentah. Dibuatlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara yang mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun smelter yakni pengolahan bahan mentah tambang menjadi bahan jadi.
Untuk itu Freeport bersikeras untuk membangun smelter berkapasitas 2,5 juta ton per tahun senilai 2,3 miliar US Dollar. Tahun 2017 proyek smelter pun rampung dengan bantuan perusahaan tambang.
Kontrak Freeport yang kurang menguntungkan Indonesia
Sungguh miris jika kekayaan sumber daya alam Indonesia banyak diambil oleh negara lain. Tambang yang paling besar boleh saja berada di Indonesia, tapi sangat disayangkan karena mayoritas kepemilikan tambang emas malah jatuh ke tangan perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport - McMoran Copper & Gold Inc. Perusahaan ini memiliki saham sebesar 81,28 % yang berarti pemerintah Indonesia hanya pegang sekitar 9,36 % dan PT Indo Copper Investama sebanyak 9,36%.
Upaya pasti saja dilakukan pemerintah untuk menambah kepemilikan saham melihat tanah kita diambil asing. Maka pemerintah meminta Freeport untuk mendisvestasikan sahamnya sebesar 30% secara bertahap.
Kontrak karya kekal Freeport berakhir pada tahun 2021, perusahaan ini tentu saja ingin segera memperpanjang kontrak dengan pemerintah. Menurut undang-undang minerba nomor 4 tahun 2009 dan PP nomor 77 tahun 2014 perpanjangan operasi hanya boleh diajukan paling cepat 2 tahun sebelum kontrak karya berakhir. Maka seharusnya pengajuan perpanjangan bisa dilakukan tahun 2019.
Proses negosiasi intensif pun dilakukan yang melibatkan pemerintah, holding industri pertambangan PT Inalum Persero, Freeport McMoran Inc, dan Rio Tinto akhirnya menemukan titik terang. Resmi sudah pengalihan saham mayoritas divestasi PT Freeport Indonesia atau PTFI kepada Inalum. Perusahaan milik Freeport McMoran asal Amerika Serikat ini, lebih dari 5 dekade memanfaatkan emas, tembaga, perak, dan mineral lainnya dari Papua.
Saham Freeport dibeli oleh PT Inalum
Perusahaan ini awalnya milik asing, namun kini sudah beralih ke PT Inalum. Pihak Inalum telah  berhasil membayar 3,85 miliar US Dollar kepada Freeport McMoran.Inc dan Rio Tinto untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia. Sehingga kepemilikan Inalum meningkat, yang dulunya hanya 9,36 % kini menjadi 51,23 %. Saham 51,23 % ini terdiri dari 41,23 % untuk Inalum dan 10 % untuk pemerintah daerah Papua.
Jika sudah mendapatkan keuntungan besar tak ada satupun pihak yang ingin melepaskan apa yang sudah digenggamnya. Begitu juga yang terjadi pada Freeport mereka terus akan menguasai tambang Grasberg. Freeport bahkan mengalokasikan dana sebesar 17,3 Miliar US Dollar, untuk mengembangkan penambangan bawah tanah 15 miliar US Dollar, dan pembangunan smelter 2,3 miliar US Dollar.
Begitulah kondisi negeri ini, Indonesia negara yang kaya tetapi kekayaannya justru bisa habis dikelola negara lain. Sayangnya hasil sumber daya alam yang digenggam indonesia malah tidak sepenuhnya digenggam. Kita sebagai anak bangsa patut berbangga dengan kekayaan indonesia, namun kita juga harus bisa mengelolanya agar kekayaan Indonesia tidak diambil oleh negara asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H