Saya pun jalan, melewati Gapura Candi Bentar, di cungkup utama makam, sudah ada puluhan warga yang duduk bersila. Makam Soekarno tak sendiri, tepat di bagian kiri dan kanan, dihapit oleh Makam Ayahanda R. Soekeni Sosrodihardjo dan Ibunda. dan lbunda Ida Aju Njoman Rai.
Terus terang, hari itu panas sangat menyengat, tapi para peziarah tak memperdulikan hal itu.Penjaga makam, dengan suara microphone memanggil para peziarah yang belum berdoa untuk berkumpul di sekitar area makam. Mereka membuka alas kaki, menaiki anak tangga, dan duduk bersila.Â
Kawula tua, muda, dan anak-anak membacakan shalawat nabi, surah-surah pendek, atau lafal al-quran secara bersama-sama, serempak, dan penuh khidmat.Â
Dan ada juga beberapa orang yang memilih agak menjauh untuk memanjatkan doa. Toh, semua orang punya caranya masing-masing. Yang jelas niatnya : memanjatkan doa dan harapan di makam Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Saya juga melihat ada pasangan suami-istri dari Kalimantan Utara, memakai baju adat Dayak. "Saya dari Kalimantan Utara. Asli Dayak. Saya ke Blitar untuk berziarah ke makam Bung Karno," katanya.
Para peziarah datang dari berbagai penjuru Indonesia. Setelah selesai berdoa, kadang peziarah memegang batu nisan makam Soekarno, sambil menutup mata, setelah itu menabur bunga dan air. Pun juga ada peziarah yang meneteskan air mata.
Semakin menegaskan, julukan "penyambung lidah rakyat" memang tepat bagi si Bung yang akrab memperjuangkan kaum Marhaen ini.
"Saat ini memang butuh pemimpin seperti Soekarno. Tegas, berani, cerdas, dan disegani oleh negara lain," kata salah satu pengunjung, yang secara tak sengaja saya dengar ketika ia berbicara dengan temannya.
Tahun 2017 dan selanjutnya, adalah era di mana teknologi semakin berkembang pesat, serta peperangan internal politik di Tanah Air tetap saja tak ada habisnya.
Sudah terlalu banyak teori negara yang tercipta, mulai dari ekonomi kapitalisme Adam Smith, sang bapak komunis Karl Marx menulis das kapital yang menggerakkan buruh di belahan dunia, fundamentalisme, ultra nasionalisme, dan isme-isme lainnya, sampai pada nasionalisme Soekarno dan kawan-kawan memerdekakan Indonesia, lalu, dewasa ini teori-teori atau paham-paham radikal yang datang dari kelompok yang menamakan dirinya paling benar.