OLEH : ALFIANSYAH
Sebelum penyair Sapardi Djoko Damono menulis "Hujan Bulan Juni"-nya, yang penggalan puisinya di kutip  orang agar kesannya romantis atau mencoba sok romantic. Jauh dari kesan romantika nan mendayu-dayu, ada dua peristiwa bersejarah  yang dihadirkan di bulan Juni. Hari Lahir Pancasila yang jatuh di tanggal 1 Juni dan hari lahir Soekarno, yang lahir di tanggal 6 Juni.
Mengingat bulan Juni, saya mencoba mengingat kembali memori saya, 3 tahun silam. Ketika berziarah ke makam Soekarno, bapak pemersatu bangsa itu. Â
***
Kereta yang membawa saya dari Malang, Rabu (17/5/2017), tiba juga di Stasiun Blitar, Jawa Timur. Siang itu, sekitar pukul 10.00 WIB, matahari begitu menyengat. Ini pertama kalinya saya naik kereta api dan langsung menuju ke Blitar. Di luar stasiun, sudah ada kereta kuda dan ojek yang menawari saya.
"Mau ke makam Bung Karno, Mas?"
"Berapa?"
Saya masih belum bisa memutuskan. Perlu lobi-lobi harga dulu. Sudah berapa tukang ojek yang menawari saya dengan tawaran yang sama :
"Mau ke makam Bung Karno?"
Karena duit yang saya bawa lumayan, jadi saya harus benar-benar irit. Harganya tetap saja. Naik ojek dari stasiun ke Makam Bung Karno, Rp.15.000. Baiklah, dari awal niat saya ke Blitar adalah ke makam Bung Karno. Setelah melakukan negosiasi yang cukup alot, akhirnya saya membayar Rp 40.000 untuk di antar PP ke makam si Bung. Tambahan Rp 10.000, sebagai ongkos menunggu saya agar saya dijemput. Harap maklum.
Saya masuk di pintu utama depan. Saya lihat, ada patung Bung yang sedang duduk, melipat kakinya, memakai kopiah, membaca buku, namun menatap ke arah lain dengan pandangan yang tajam. Banyak yang ingin berfoto dengan patung si Bung.Â
Dari patung itu menandakan, semasa hidupnya, si Bung ini selalu keren, karismatik, serta berawawasan luas karena rajin membaca. Pantas saja ia disebut sebagai pemimpin flamboyan, Â namun segala kepentingan ide-ide briliannya, semata-mata untuk memerdekakan Indonesia.