Setelah menampilkan band pembuka, lampu panggung masih remang. Lampu hias kecil berkedip-kedip. Setelah master of ceremonies omong-omong demi menghibur penonton agar tidak garing, maka, waktu yang ditunggu-tunggu pun telah tiba.
"Kita panggilkan, Pusakata!"
Beberapa personil band, dengan alat musiknya masing-masing telah bersiap. Ia pun berada di tengah panggung, dengan gitar andalannya, yang body-nya transparan. Kali ini ia memakai pakaian serba hitam. Rambutnya lebih gondrong dan dibiarkan terburai, kadang menutupi mata, dan sedikit tambun.
Jika di Payung Teduh lebih folk, natural, dan ritmis, di Pusakata, Mohammad Istiqamah Djamad atau kerap disapa Is, tampil lebih berani dan sekejap, warna musiknya sungguh berbeda. Ada pop/jazz dan petikan gitar folk, terkesan lebih ceria. Tapi, liriknya tetap nuansa Is.
Tampil di Universitas Balikpapan, Sabtu, (28/9/2019), ditengah-tengah konsernya, ia menyapa penonton yang mayoritas para mahasiswa.
"Hidup Mahasiswa!"
Serempak, penonton membalas, "Hidup mahasiswa!" sambil mengepalkan tangan kiri, sebuah simbol perlawanan dan perjuangan mahasiswa.
Melihat fenomena apa yang telah dilakukan gerakan mahasiswa saat ini, adalah sebagai bukti otentik bahwa mahasiswa itu tetap ada sebagai penyambung suara rakyat. Tukang protes kebijakan pemerintah yang tak masuk akal itu, adalah kewajiban para mahasiswa.
"Jika kalian diam, berarti tidak berguna bagi bangsa ini. Sebaik-baik makhluk (manusia), dialah yang bermanfaat bagi bangsa ini," lanjutnya, disambut tepukan penonton.
Bahkan, ada satu lagu yang saya lupa apa judulnya, yang lirik dan lagunya dibuat oleh Is. Katanya, lagu ini cocok dipakai untuk berorasi di jalan dan sebagai bentuk representasi kegelisahan mahasiswa dan politik yang amburadul itu. Saat itu juga ia mengganti gitarnya dengan gitar elektrik warna merah. Rambutnya yang diikat, dilepas, lalu di biarkan terburai.
"Lagu ini saya buat ketika heboh-hebohnya pemilihan Presiden. Bisa dipakai di jalan untuk berorasi. Lagu ini aku ciptakan untuk pemuda yang berguna untuk bangsa ini."
Nuansa "Payung Teduh" benar-benar hilang. Is dengan bandnya tampil nge-rock. Bahkan ada bagian-bagian tertentu yang membuatnya nge-lead. Tapi tetap, walau nge-rock-nya bagaimana, kebersahajaan masih terdengar pada suara Is.
Setelah tidak terikat kontrak dengan Payung Teduh, sejak 31 Desember 2018, lantaran menurut Is, visinya dalam bermusik sudah sangat berbeda dan tak ada perselisihan yang besar, seperti ketidakharmonisan di internal atau kasus-kasus kontroversial yang membuat wartawan gosip selalu mencari-cari setiap kesalahan individu demi meningkatkan jumlah oplah atau rating media daring.
Intinya satu, hanya perbedaan cara pandang bagaimana menjalankan Payung Teduh.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa perjalanan karier bermusiknya Is tidak lepas dari Payung Teduh, band yang ia buat bersama Comi (basist Payung Tedung) di tahun 2007 dan jadi hits berkat lirik-liriknya yang lebih puitis dan terasa akrab di telinga. Maka dari itu, dipenampilannya ini, ia membawakan tiga lagu hits Payung Teduh, Berdua Saja, Angin Pujaan Hujan dan penutup, "Akad". Biar bagaimanpun, ia tetap rendah hati.
"Tanggung jawab aku untuk membawakan lagu-lagu itu. Membawakan album yang paling laku di tahun 2018 lalu. Dan aku berterima kasih pada Payung Teduh karena dari itu, bisa sampai menafkahi keluarga, tetap anak saya," jelasnya, di tengah-tengah menyapa penonton.
"Biar dibilang apa, yakan," ungkap salah satu penonton dengan logat khas Balikpapan, yang mem-video penampilan Pusakata di instastory pribadinya. Ya, biar dibilang apa, yakan.
Balikpapan, 28 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H