Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Alasan Pernyataan Sikap Salah Satu Penandatangan Menolak RUU Permusikan

7 Februari 2019   19:15 Diperbarui: 9 Februari 2019   08:47 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pun mengambil contoh mengenai Pasal 5 yang sangat fundamental dan tidak masuk akal. Poinnya ini :
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.

Dari poin e, f dan g sangatlah tidak masuk akal. Apakah pernah musisi berkoar-koar melakukan perbuatan tidak baik? Paling-paling selalu kritik sosial dan mengajak masyarakat lebih terbuka lagi hati nuraninya untuk berbuat baik, dan berharap semoga pelaku korupsi dihukum dan diadili sesuai dengan perbuatannya - walau ada beberapa musisi yang bertindak sangat sekulari.  Justru orang korupsi yang banyak melawan hukum. Merugikan rakyat, mangkir dipanggilan sidang, pura-pura sakit, dan tiba-tiba mendapatkan pengampun (remisi).

Pengaruh negatif  budaya asing yang bagaimana? Apakah musik itu yang "sopan-sopan"terus? Apakah musik itu liriknya yang "baik-baik" terus? Apakah musik harus berbahasa Indonesia? Aduh, kalau ini diterapkan, kasihan sekali grup band Seringai, Burgerkill, Dead Squad, atau penyanyi solo Iksan Skuter, Jason Ranti, dan band-band indie yang liriknya keras dan isinya benar-benar makian terhadap kritik sosial dari kinerja para pejabat. 

Apalagi fashion Mbak Danilla Riyadi  yang begitu natural dan apa adanya. Pasti Mbak Danilla akan langsung dihujat---walau sekarang sudah banyak yang menceramahi Mbak. Katanya, gaya dan pakaian Mbak Danilla sangat bertentangan terhadap  perempuan Indonesia karena menato kulitnya dan merokok secara terang-terangan. Mbak Danilla akan langsung diklaim dan  bahkan didemo.

"Danilla ikutin budaya negatif orang asing dan  ini sangat bertentangan dengan asas perempuan Indonesia! Danilla antek Yahudi! Kami perempuan Indonesia menolak Danilla (baca : Mbak Agnes Monica bisa masuk juga tuh)  Landasan kami ada di Pasal 5 poin f dan g! Usir Danilla dari Indonesia. Setuju!"

Aduhai, jika hal itu terjadi, ini benar-benar seperti zaman pasca kemerdekaan di tahun 1950-an. Pertarungan antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) melawan Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Jika ada seniman yang tidak pro terhadap revolusi dan ikut bergabung dengan Manikebu, maka, orang-orang tersebut dianggap antek asing, dikucilkan bahkan yang menjabat diinstansi pemerintah atau pendidikan langsung diberhentikan. 

Pasca tumbangnya Orde Lama, giliran orang-orang Lekra yang dikucilkan, dibuang dan bahkan dibunuh---tanpa proses pengadilan, mereka dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).   

Tapi tenang saja Mbak Danilla. Jika ada yang mendemo Mbak, saya orang pertama yang akan membela Mbak di garis depan. Wkwkwkwkwk.  

Pasal ini akan dijadikan senjata dan tameng pemerintah, penguasa, atau siapa pun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai. Bisa jadi seperti ini : "Saya tidak terima dengan lagunya Iksan Skuter. Partai Anjing itu sangat merendahkan kami, sebagai anggota parlemen. Sebagai anggota legislative negara. Karena Iksan melanggar Pasal 5 di poin g, maka kami memperkarakan Iksan ke jalur hukum."

Ckckckckc. Jika memang seperti itu, ini benar-benar tidak masuk.  

Vokalis Band GIGI Armand Maulana mengambil contoh lain mengenai Pasal 5.  "RUU Permusikan ada beberapa pasal yang oke, tapi ada beberapa pasal yang sungguh tidak usah ada dan karet. Contohnya, mengenai cipta karya musik dan seni dilarang, poin A, B, C, masuk diakal, bisa didiskusikan. Tapi yang merendahkan harkat dan martabat manusia, itu terlalu luas kalau menurut saya. Manusia lho, manusia berapa ratus juta," kata Armand di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019) siang. Dikutip tirto.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun