"Saya sedikit-sedikit bisa bahasa Bugis. Seperti makan, minum, dan kata-kata kerja atau keseharian lainnya. Jika ada yang bicara bahasa Bugis, saya paham apa itu artinya, tapi tak bisa ucapkan dengan lancar. Saya lebih lancar pakai bahasa Madura," jelasnya. Hal itu saya iya, 'kan, karena ia berbicara dengan logat Madura.
Sore tadi, Pak Hamsah baru tiba di Pelabuhan Kali Anget, Sumenep, dengan menggunakan kapal Perintis dengan jarak tempuh kurang-lebih 12 jam. Kapal Perintis, lanjut Pak Hamsah, adalah kapal penumpang sekaligus kapal yang dikhususkan untuk mengantar sembako atau bahan pokok lainnya dari pulau ke pulau. Satu orang dikenakan tarif Rp. 20.000; dan untuk satu dus barang Rp. 5.000;
Orang Mandar di Pulau Masalembu
Penduduk di Pulau Masalembu merupakan campuran etnis, termasuk suku Madura, Jawa dan suku Bugis. Karena Pulau Masalembu didominasi oleh orang Bugis, bahasanya pun mayoritas beraksen Bugis. Saya bertanya, apakah di sana ada suku Mandar?
"Ada banyak di sana orang Mandar, bahkan ada satu dusun yang dinamakan Dusun Mandar. Bahkan salah satu bahasa di sana adalah bahasa Mandar. Hampir semua yang tinggal di sana adalah orang Mandar. Jika mau ke dusun itu, maka orang-orang akan langsung mengatakan 'mau ke Mandar'," ungkapnya.
Saya jadi ingat, ayah saya yang asli orang Mandar dan tinggal di Adolang, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat dan sudah lama tinggal dan menetap di Balikpapan mengatakan, dulu di Sulawesi telah dilanda dua revolusi yaitu pembantaian Westerling (1946-1947) dan pemberontakan pasukan DI/TII (1950-1965) yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar.Â
Di situlah migrasi besar-besaran orang Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan dan Barat dimulai. Apalagi, ketika itu pasukan Kahar Muzakkar menentang praktik-praktik adat istiadat dan menjarahnya. Mereka--terutama yang masih memegang prinsip adat-istiadat--- memilih lebih baik meninggalkan negeri daripada diperbudak dan dijajah di kampung sendiri.
Kendati demikian, sejak dulu orang Sulawesi terkenal dengan pelaut ulung. Migrasi bagi orang Bugis telah berlangsung lama sejak abad XVII di Kepulauan Nusantara akibat Perang VOC-Makassar. Apalagi pasca perang, telah diadakan  Perjanjian Bungaya, yang ditandatangani pada  tanggal 18 November 1667,dimana isi perjanjian tersebut sangat berat sebelah dan memberatkan Kerajaan Gowa dari VOC.Â
Maka dari itu, beberapa pemimpin kerajaan Gowa dan kerajaan yang beraliansi dengan Gowa lebih memilih meninggalkan negerinya daripada tunduk terhadap kompeni. Tidak terlepas dari unsur politik dan kekuasaan, sebagian lagi pergi merantau yakni untuk memperbaiki bidang ekonomi.
Menurut sejarawan Anhar Gonggong , dalam Kata Penganta di buku  "Migrasi dan Orang Bugis" yang ditulis oleh Andi Ima Kesuma mengatakan, migrasi orang Bugis yang paling banyak jumlahnya berada di Kalimantan Timur, Riau, Aceh, dan Irian Barat (kini bernama Provinsi Papua). Bahkan sampai ada yang ke Johor, Malaysia. Inti dari migrasi itu adalah untuk memulai kehidupan yang lebih baik.
Pulau Masalembu secara geografis lebih berdekatan dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Apalagi, di sekitar pulau tersebut  banyak pulau-pulau Kalimantan Selatan yang juga dihuni mayoritas orang Bugis, Makassar dan Mandar.Â