Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikah Muda dan Nekat, Apakah Keputusan yang Tepat?

13 Februari 2018   07:54 Diperbarui: 13 Februari 2018   08:33 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsuf Erich Fromm,dalam buku "Seni Mencintai" mengungkapkan, kebudayaan kita seluruhnya berdasar pada hasrat membeli, pada gagasan tentang pertukaran saling menguntungkan. Manusia modern bahagia ketika melihat etalase toko, dan ketika membeli segala yang dia sanggup, baik lunas maupun mencicil. Laki-laki dan perempuan memandang orang lain dalam cara yang sama. Bagi lelaki, perempuan yang menarik---dan bagi perempuan, lelaki yang menarik---adalah hadiah yang mereka cari.

Makna "menarik" biasanya suatu paket kualitas yang disukai dan dicari dalam pasar kepribadian. Mengikuti perkembangan zaman dimana semua itu diukur dari hal fisik, mental dan material. Maka dari itu, pernikahan diikat oleh persetujuan---baik oleh keluarga masing-masing, atau makelar pernikahan, atau bantuan perantara semacam itu. Pernikahan diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, dan cinta diharapkan tumbuh setelah menikah.

Harusnya, laki-laki itu harus bisa mengambil keputusan bijak, sebijak-bijaknya. Berani bertanggungjawab, tak berdasarkan nafsu semata, atau keterpaksaan---dimana si doi hamil duluan, jadi sebagai bukti pertanggungjawaban, ia mesti menikahi doi. Akibatnya, pernikahan dipandang sebagai sesuatu yang main-main dan hanya formalitas belaka. Tak heran jika ada persoalan perselingkuhan, ketidakharmonisan sampai pada persoalan klasik, yakni tuntutan ekonomi menjadi alasan klise hancurnya rumah tangga.

 "Tapi tergantung lagi dari keduanya. Niatnya menikah untuk apa? Jika hanya mengejar nafsu semata, maka bersiaplah untuk babak belur. Tanyakan baik-baik kepada pasanganmu, apakah dia mencintai Allah, mencintai keluargamu, mencintai semesta, mencintaimu apa adanya, tanpa menuntut ini dan itu. Kalau ia menuntut demi kebaikan, maka kamu akan siap ke jalan yang lebih benar. Jika tuntutannya itu berupa material yang mengalahkan logika, maka apa arti dari pernikahan? Apakah acara resepsi yang mewah, atau uang mahar yang nominalnya kelewat batas itu? Lantas apa yang dicari ketika pernikahan sudah seperti itu? " tegas orang tua tersebut.

Jadi, apakah nikah muda dan nekat adalah keputusan yang tepat?

Jogja, 30 Januari 2018

CAPTION-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun