Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sepenggal Cerita Nyata dari Kebakaran di Klandasan Ulu, Balikpapan

7 Januari 2018   12:04 Diperbarui: 7 Januari 2018   14:42 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di setiap bencana, terutama kebakaran pasti banyak yang menyumbangkan baju bekas. Bahkan, baju bekas bisa sampai dua truk lebih. Pakaian dihampar dan korban bencana disuruh memilih pakaian apa saja yang diinginkan. Karena terlalu menumpuk, baju bekas ada yang tak dipakai terpaksa dibuang. Tapi kebanyakan baju bekas itu tak dipakai dan dibuang percuma. Sayang sekali.

Kedua, soal sembako. Sembako juga sangat menumpuk. Bahkan bisa jadi korban bencana menjual lagi sembako tersebut untuk "diuangkan". Memang, saya sendiri berpikir, lebih baik menyumbang tak usah dengan dana tunai atau diuangkan. Lebih baik langsung "benda jadi". "Benda jadi" yakni berupa sembako dan perlengkapan lainnya. Karena rasa ketidakpercayaan dengan pihak kedua yang dipercaya menyalurkan sumbangan atau bahkan kepada pihak yang pertama.

Dari penjelasan pertama dan kedua, dapat disimpulkan, realitanya, korban membutuhkan uang. Memang, kata orang materialis uang bisa membeli segalanya, tapi kata-kata bijaksana mengatakan, tak semuanya bisa dibeli dengan uang. Namun, saat ini korban membutuhkan uluran tangan berupa uang.

Korban butuh uang. Butuh uang untuk menyambung hidup bersama keluarga, di mana mereka ingin tinggal di tempat yang layak dan tak selamanya tinggal di tenda pengungsian atau di rumah sanak dan keluarga.

Jika sudah ada rumah sewaan atau secara perlahan-lahan sewa rumah sambil bangun rumah, otomatis korban, terutama kepala keluarga bisa tenang. Tenang dalam arti bisa fokus bekerja untuk menafkahi anak dan istri. 

Serta, istri bisa melakukan rutinitas kesehariannya, masak, cuci piring, menyapu, cuci pakaian, nabung-nabung sedikit untuk keperluan ini itu. Dan anaknya bisa bersekolah dan belajar dengan tenang tanpa memikirkan bahwa ayah dan ibu tak kesulitan lagi mencari tempat tinggal.

Saya yakin, korban kebakaran tak selamanya selalu ingin diberikan uluran tangan. Korban akan bangkit untuk memulai dari awal, di mana melakukan rutinitas itu. Tapi namanya rutinitas, harus juga diseimbangkan dengan tempat tinggal yang layak berupa rumah.

Memang benar, dalam memberikan sumbangan pasti ada rasa kecurigaan. Tapi, untuk saat ini dan seterusnya, sebaiknya dalam memberikan sumbangan, rasa kekhawatiran dan kecurigaan itu dihapuskan. 

Jika masih saja curiga, lantas apakah kita benar-benar tulus dan ikhlas memberikan sumbangan itu? Jika disalurkan ke pihak kedua atau pihak ketiga, percayalah sama mereka. Jika saluran itu "dimakan" sendiri oleh pihak kedua, ketiga, keempat dan seterusnya, biarlah mereka yang mempertanggungjawabkanya di akhirat nanti.

Dan saya juga mendengar berbagai cerita. Entah itu hanya isu, gosip atau tidak. Tapi kejadian seperti ini selalu ada disetiap kota-kota besar. Katanya, ini bukan "cerita mati". "Cerita mati" dalam arti bukan "omong kosong". "Omong kosong" yakni bukan cerita yang dibuat-buat. Cerita ini benar-benar terjadi di mana-mana, yang katanya demi pembangunan modern dan menata estetika kota. Mungkin Anda tahu sendiri apa yang saya pikirkan terkait cerita tersebut.

Entah apa yang ada dipikiran mereka yang membumihanguskan rumah rakyat. Jika Anda sendiri yang tinggal di tempat itu, apa yang Anda pikirkan jika melihat rumah Anda terbakar dan yang tersisa hanya baju dibadan. Penderitaan itu lengkap jika anak dan istri menjadi korban dari musibah tersebut. apakah masih melakukan bakar-bakar rumah dengan sengaja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun