Mohon tunggu...
Alfian Rasyid
Alfian Rasyid Mohon Tunggu... Programmer - mahasiswa

seorang pribadi yang ini berkembang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ancaman AI Terhadap Eksistensi Generasi Muda: Krisis Identitas dan Kreativitas

24 Desember 2024   11:07 Diperbarui: 24 Desember 2024   11:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Alfian Rasyid El Fahmi

Generasi muda dewasa ini berada dalam pusaran bahaya hilangnya identitas intelektual akibat ketergantungan berlebihan pada kecerdasan buatan yang menawarkan solusi instan dan tanpa usaha. Fenomena ketergantungan ini menciptakan lingkaran setan di mana teknologi AI tidak sekadar menjadi alat bantu, melainkan telah mengambil alih fungsi berpikir dan kreativitas generasi digital. Survei yang dilakukan oleh Tirto dan Jakpat  pada Mei 2024 mengungkapkan fakta mengejutkan: dari 1.294 responden yang menggunakan AI untuk mengerjakan tugas, 51% mengakui hampir setengah tugasnya diselesaikan dengan bantuan AI, bahkan 9,43% mengaku sekitar 90 persen tugasnya dikerjakan oleh algoritma. pernyataan dari Profesor Johan Steyn, pendiri AIforBusiness.net, pada laman  ITWeb  ini semakin memperkuat temuan ini dengan membuktikan bahwa generasi Z memiliki ketergantungan tinggi pada teknologi berbasis AI dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebutuhan sosial hingga pekerjaan. Dampak terburuknya adalah potensi hilangnya kemampuan manusia untuk berpikir mandiri dan inovatif.

Platform diskusi daring dan luring kini telah berubah menjadi arena di mana percakapan sepenuhnya dibangkitkan oleh algoritma, menggantikan interaksi manusia yang bermakna. dikutip dari artikel  Sukabumi Update bahwa 62% orang dewasa merasa lebih nyaman berinteraksi dengan teknologi daripada sesama manusia, yang menandakan terputusnya rantai transfer pengetahuan antargenerasi. Dalam konteks akademis dan sosial, generasi muda kini cenderung menggunakan AI untuk bertanya dan menjawab pertanyaan, menciptakan siklus komunikasi yang hampa makna. Studi terbaru dari Bryan Robinson yang dipublish di  Forbes menunjukan bahwa 46% gen z lebih mengandalkan AI daripada manajer mereka. Fenomena ini tidak hanya mengancam kualitas dialog, tetapi juga mengikis kemampuan generasi muda untuk membangun koneksi sosial yang mendalam dan bermakna.

Integrasi AI telah mencapai titik di mana algoritma tidak sekadar menjadi alat bantu, melainkan berpotensi menggantikan seluruh spektrum fungsi manusia. Berdasarkan penelitian oleh Stanford dan Google DeepMind yang dipublish di  arXiv , menunjukkan bahwa algoritma AI kini mampu mensimulasikan kepribadian atau pola pikir manusia dengan akurasi mencapai 85% dalam berbagai domain kompleks.  World Economic Forum  memproyeksikan bahwa 83 juta pekerjaan berisiko hilang dalam 5 tahun ke depan, yang mengindikasikan transformasi fundamental dalam konsep produktivitas. Siklus perkembangan intelektual manusia berada dalam bahaya serius, di mana AI berpotensi menjadi parameter utama berpikir dan berinteraksi. Dampak terburuknya adalah potensi generasi mendatang yang kehilangan kemampuan fundamental dalam pemecahan masalah dan inovasi.

Menghadapi tantangan kompleks ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek teknologi. Tiga strategi utama yang dapat diterapkan adalah: pertama, reformasi pendidikan yang secara intensif mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas; kedua, pembentukan regulasi yang melindungi kreativitas manusia dari dominasi AI; dan ketiga, pengembangan etika AI yang menempatkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai prioritas utama. Seperti pendekatan Neuralink yang berhasil menanam chip otak pada pasien pertama, Noland Arbaugh, pada Januari 2024, di mana teknologi seperti chip neural dapat membantu komunikasi bagi mereka yang berkebutuhan khusus, kita melihat potensi positif integrasi teknologi. Kuncinya adalah menjadikan AI sebagai mitra intelektual, bukan pengganti total kapasitas manusia, dengan tetap mengedepankan kreativitas, pertumbuhan personal, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap interaksi teknologis.

Generasi muda harus menjadi pionir cerdas yang memanfaatkan AI secara bijak, bukan sekadar menjadi konsumen pasif yang tergiur oleh kemudahan instan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun