Mohon tunggu...
Alfian Oky
Alfian Oky Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pria sederhana yang sedang berproses

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Kolaboratif Menurunkan Tingkat Individualisme Mahasiswa

12 November 2022   21:06 Diperbarui: 12 November 2022   21:12 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Individualisme adalah tingkatan dimana seseorang lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok. Istilah individualisme pertama kali dikemukakan oleh Alexis deTocqueville untuk menyebutkan sebuah gejala  terisolasinya  individu  dari masyarakat. Orang yang memiliki sifat individualisme disebut individualis. Seorang individualis akan melawan segala pendapat yang menempatakan tujuan kelompok lebih penting dari tujuan pribadi. Individualisme di kalangan mahasiswa merupakan kondisi dimana mahasiswa lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan yang lain. Moral tersebut menjadikan mahasiswa menjadi kurang peka terhadap satu sama lain. Individualisme disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan karena paham atau pemikiran mahasiswa itu sendiri. Faktor eksternal disebabkan karena faktor diluar kepribadian mahasiswa itu sendiri. Hal itu dapat disebakan karena perbedaan antara status sosial, ekonomi, maupun budaya. Modernisasi dapat menimbulkan budaya baru dalam kehidupan mahasiswa. Budaya baru tanpa adanya penyaringan dapat menyebabkan ketimpangan dalam kehidupan mahasiswa.

Sifat individualis mahasiswa membuat munculnya sikap apatis terhadap lingkungan kampus. Sikap apatis adalah  sikap acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitar. Sikap apatis dapat menimbulkan permasalahan yang cukup serius dalam kegiatan mahasiswa di kampus. Mahasiswa apatis akan kehilangan rasa simpati, ketertarikan, dan antusiasme dalam suatu hal. Apatis dapat menjadikan mahasiswa menjadi pasif, tunduk, bahkan mati rasa terhadap hal-hal kehidupan. Ketidak pedulian mahasiswa akan menimbulkan kesenjangan dan perpecahan di lingkungan kampus. Kesenjangan menjadikan mahasiswa memiliki strata sosialnya masing-masing di lingkungan kampus. Strata sosial dapat menyebabkan kurang idealnya pergaulan antar mahasiswa. Mahasiswa akan membuat pergaulan dengan batas-batas tertentu yang menyebabkan kesenjangan antar sesama. Faktor kesenjangan ekonomi menjadi faktor terkuat penyebab mahasiswa membuat batas-batas pergaulan. Mahasiswa dengan latar belakang ekonomi kuat akan cenderung bergaul dengan mereka yang berlatar belakang sama. Hal itu membuat rasa solidaritas antar mahasiwa menjadi berkurang.

Rasa solidaritas adalah sebuah rasa kesetiakawanan atau kekompakan antar sesama. Solidaritas berpengaruh besar dalam kegiatan belajar mahasiswa di kampus. Sikap apatis dan kesenjangan menjadikan rasa solidaritas di kalangan mahasiswa menjadi berkurang. Faktor tersebut dapat membuat kehancuran dalam kehidupan sosial mahasiswa. Mahasiswa akan cenderung mencari kebenaran dirinya sendiri dan tidak mempertimbangkan orang di sekitarnya. Hubungan sosial yang buruk antar mahasiswa juga berpengaruh terhadap rasa solidaritas. Mahasiswa cenderung akan sulit diajak berdiskusi. Kurang lancarnya komunikasi antar mahasiswa menyebabkan masalah di sekitar menjadi lebih buruk. Masalah akan semakin berkembang tanpa adanya solusi antar mahasiswa. Kegiatan belajar menjadi kurang kondusif karena masalah yang terus berkembang. Hubungan sosial mahasiswa juga menjadi kurang kondusif karena masalah yang terjadi.

Mahasiswa perlu meningkatkan kesadaran diri terhadap lingkungan sekitar. Rasa peka terhadap sesama perlu lebih ditingkatkan. Sikap tersebut diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan kampus. Rasa peka antar mahasiswa dapat menciptakan dampak yang besar di lingkungan kampus. Rasa peka terhadap sesama mampu menciptakan solidaritas antar mahasiswa. Solidaritas yang tinggi antar mahasiswa menciptakan kerukunan sosial di lingkungan kampus. Kerukunan sosial yang terbina mampu menghilangkan sekat pembatas dalam pergaulan. Kerukunan akan tercipta antar mahasiswa lama dan mahasiswa baru di lingkungan kampus.  

Di kampus tentunya kepentingan suatu kelompok lebih penting daripada kepentingan pribadi. Seorang mahasiswa harus memiliki sikap seperti itu agar individualisme dianatara mahasiswa ini berkurang.  Dalam pergaulan antar warga sivitas akademika, mahasiswa mengembangkan kepribadian, sopan santun, nilai-nilai budaya dan agama, sebgai landasan utamanya. Mahasiswa mampu bergaul secara baik dengan sesama mahasiswa, dosen, karyawan, dan masyarakat sekitar kampus sebagai langkah awal untuk menciptakan iklim kerjasama yang kondusif. Dalam pergaulan mahasiswa saling menghormati satu sama lain. Dalam bergaul mahasiswa tidak membedakan suku, ras, latar belakang sosial ekonomi, dan agama. Mahasiswa dalam pergaulan senantiasa menunjukkan kepekaan, kepedulian, serta rasa kesetiakawanan sosial.

Di mata masyarakat, mahasiswa merupakan teladan bagi mereka dimana mahasiswa adalah seseorang dengan kemampuan yang melebihi mereka dalam hal pengetahuan, mahasiswa adalah sosok yang kritis untuk menjadi suatu model acuan yang dapat masyarakat contoh. Mahasiswa memiliki pengetahuan yang lebih di banding dengan meraka dan dengan apa yang mahasiswa miliki diharapkan mahasiswa mampu memberikan timbal balik yang dapat masyarakat terapkan dalam kehidupan mereka. Untuk itu mahasiswa harus mampu menjadi sosok pemimpin yang ideal di mata masyarakat.

Pembelajaran di kampus dapat menerapkan pembelajaran secara berkelompok dengan model pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu pembelajaran yang sangat membutuhkan kerja kelompok sehingga dapat menghilangkan rasa individualisme pada mahasiswa yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.

Sehingga disini mahasiswa harus belajar bekerja sama. Selain itu, dengan pembelajaran kolaboratif akan membuat mahasiswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompok dalam menangani tugas yang diberikan oleh dosen. Melalui belajar kolaboratif anak dapat mengetahui target dan prosedur dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini meliputi aturan berperilaku, kapan dan dimana harus mencari bantuan serta standar dalam kegiatan pembelajaran. Dengan belajar kolaboratif mahasiswa yang mempunyai kemampuan kurang dapat belajar dengan mahasiswa yang mempunyai kemampuan lebih. Dengan belajar kolaboratif mahasiswa dapat belajar menghormati orang lain, mendengarkan orang lain, dan menyelesaikan masalah.

Individualisme merupakan sesuatu yang harus dihindari seorang mahasiswa. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang mempunyai kesadaran jiwa, peka, peduli, dan punya imajinasi akan kehidupan yang lebih baik harus mampu bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu pemebelajaran kolaboratif perlu dikembangkan sebagai solusi menurunkan tingkat individualisme mahasiswa di lingkungan kampus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun