Mohon tunggu...
Alfian Hidayat
Alfian Hidayat Mohon Tunggu... -

Masih muda, masih 15 tahun, baru saja move on dari SMP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pita Biru dan Semangat Memupuk Kejujuran Sejak Dini

4 Desember 2017   16:34 Diperbarui: 5 Desember 2017   09:51 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, salah satu teman saya di sekolah pernah curhat di dekat saya dan teman-teman lainnya. "Eh, yang minta izin siapa nih? Jangan gue mestinya," ujar teman saya yang satu ini dengan muka agak polos.

Segera saya berbalik badan, melihat seorang teman saya yang lainnya. Mungkin karena dia termasuk salah satu anggota OSIS, saya hampir merasa perlu mengandalkannya dalam urusan minta izin.

"Eh, ****** (nama teman saya), yang masuk kamu dong."

Segera, teman saya melangkah maju, lalu mengetuk pintu kelas di hadapan kami dan segera dibalas dengan sahutan yang mempersilakan teman saya itu masuk. Tidak sampai dua puluh detik kemudian teman saya telah selesai meminta izin dari guru, kemudian memberi tanda bagi kami (yang memang berada di luar kelas) untuk masuk. Sejumlah teman saya yang lain tampak siap, seraya menggulung poster yang mereka bawa. Saat itulah pertama kali kami melakukan kampanye darat mengenai gerakan baru sekolah saya.

Singkat cerita, "perjalanan" kampanye kami di kelas-kelas kakak kelas dapat dikatakan berjalan dengan cukup lancar, meski kami keluar dalam keadaan agak berkeringat. Kami berpikir ini hanya hal yang lumrah, karena tokh, bersikap sopan kepada kakak kelas dan siapapun itu adalah hal yang biasa, hanya saja kami tampak agak terlalu mengkhawatirkan kesopanan kami.

Setidaknya mereka mendapat introduksi yang lengkap soal Pita Biru.

Masuk ke pokok pembahasan, Pita Biru adalah nama sebuah gerakan baru di sekolah saya. Bermula dari guru debat sekolah kami yang memang merupakan salah satu founder dari sebuah gerakan anti-korupsi, namun lebih cenderung fokus dalam mengajak para pelajar Indonesia untuk berbuat kejujuran. Berdasarkan apa yang telah saya temukan sejauh ini juga, beliau sendiri berpendapat bahwa ketidakjujuran yang dibawa sejak kecil merupakan perilaku yang menjadi bibit-bibit tindak korupsi. 

Begitu juga dalam sebuah talkshow di mana beliau menjadi pembicara, beliau menyatakan bahwa tindakan tidak jujur di masa kecil seseorang bila tidak diperbaiki, mana orang itu kelak berpotensi menjadi orang yang tidak jujur dalam hidupnya, atau lebih parah lagi menjadi koruptor. Itulah alasan beliau mendirikan komunitasnya beberapa waktu yang lalu, dengan tujuan mengajak siswa-siswi Indonesia menjadi manusia yang berintegritas.

Pada sebuah pertemuan klub debat sekolah kami, beliau (atau lord, julukan para murid debat sekolah kami kepadanya) membicarakan sesaat perihal kejujuran. Pada saat itulah kami mulai membahas tentang sebuah gerakan, yang kelak akan dinamakan Pita Biru. Tujuan gerakan ini juga dibahas, juga soal pengusulan gerakan ini ke Kepala Sekolah untuk diaplikasikan ke sekolah kami.

Namun, apa sih sebenarnya Pita Biru itu?

"Warna biru adalah warna yang melambangkan kejujuran," kata sang lord. Sedangkan pita tentu saja adalah benda simbolik, menjadi sebuah bukti komitmen. Dalam gambaran besar, Pita Biru dibuat sebagai sebuah gerakan kejujuran di sekolah kami yang merupakan gerakan opsional, sehingga dapat dikatakan setiap siswa di sekolah kami dapat bergabung dengan gerakan tersebut (kelas berapapun mereka), namun juga tanpa paksaan. Tujuannya yang paling utama: memunculkan perilaku jujur di setiap siswa di sekolah, tanpa adanya pemaksaan. Nantinya, ketika Penilaian Akhir Semester (atau singkatnya PAS) diadakan, Pita Biru akan disediakan untuk siswa satu sekolah (namun mereka juga tidak akan dipaksa mengenakannya karena bersifat opsional) dan menjadi sebuah bukti komitmen mereka untuk bersikap jujur dalam PAS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun