Berbeda fragmen yang merupakan pecahan atau degradasi plastik tebal dan kaku misalnya kemasan multilayer dan plastik berbahan kerass, meliputi kemasan schet, tutup botol minum, botol sampo dan plastik keras lain. Sedangkan foam merupakan pecahan sampah plastik dengan struktur foam (berbusa), misalnya dari Styrofoam atau plastik lain meliputi poliestirena (PS), polietilena (PE), atau polivinil (PVS).
Riset yang dilakukan oleh Gita Pertiwi dengan Ecoton pada tahun 2024 ini menunjukan pada jajanan ditemukan beberapa jenis mikroplastik. Terdapat 3 jenis jajanan yang menjadi sample dalam riset ini berupa risol (bungkus plastik bening), nasi goreng (bungkus kertas minyak), dan roti kemasan (bungkus single layer). Dari ketiga jajanan tersebut terdapat dua jenis mirkoplastik yang paling banyak menempel di sample jajanan sekolah yaitu dari fiber dan fragmen.
 Jenis fiber ditemukan pada sample risoles dengan jumlah 2 mikroplastik yang menempel. Sedangkan jenis fragmen ditemukan pada semua sample. Untuk jumlah jenis fregmen tersebut pada sample nasi goreng ditemukan 3 mikroplastik, risoles ditemukan 3 mikroplastik, dan roti kemasan ditemukan 1 mikroplastik. Ukurannya pun sangat kecil tak kasat mata, dimana paling kecil berukuran 17 m dan yang tersbesar 465 m.
Keberadaan mikroplastik pada makanan tersebut nyatanya berbahaya bagi kesehatan manusia terutama untuk anak-anak sekolah yang masih membutuhkan gizi baik, tetapi karena kemasan terbungkus plastik mengakibatkan mereka harus menanggung beban untuk masa depan mereka. Hal tersebut dikarenakan dampak dari mikroplastik bagi tubuh yang memiliki efek buruk jangka panjang. Menurut penjelasan pada artikel Halodoc.com yang telah ditinjau oleh Dr. Rizal Fadli, Dalam paparan tingkat tinggi, pertumbuhan sel kanker, reaksi alergi, kerusakan sel, gangguan metabolisme, dan gangguan hormon jadi bahaya mikroplastik bagi kesehatan.
Walaupun proses plastik menjadi mikroplastik memerlukan waktu yang sangat lama, dengan menjamurnya keberadaan kemasan yang menggunakan plastik sekali pakai tidak heran lagi si kecil berbahaya ini mudah masuk dalam tubuh manusia. Umumnya melalui jajanan yang banyak dibungkus dengan plastik-plastik sekali pakai.
Di Kota Solo sendiri komposisi sampah plastik mencapai 22.73% dan menjadi produksi terbesar kedua dari jenis sampah lainnya. Riset yang pernah dilakukan oleh Gita Pertiwi terkait dengan penggunaan kantong plastik sekali pakai juga pernah dilakukan disejumlah pasar di Kota Solo. Hasil riset menunjukan dari 5 pasar yang berbeda, hasil akumulatifnya adalah 22.260 buah PSP setiap harinya. Dari 5 pasar tersebut rata-rata per-hari setiap pedagang Pasar Jebres menggunakan kantong plastik 83 buah, Pasar Nongko 66 buah, pedagang Pasar Gading 29 buah, pedagang Pasar Purwosari 22 buah, dan Pasar Singosaren 12 buah.
Hal tersebut juga dikhawatirkan terjadinya kontak makanan dengan kantong plastik sehingga mikroplastik menempel pada makanan tersebut. Karena ukurannya yang kecil, tubuh manusia dapat terpapar mikroplastik yang dapat terjadi melalui pernafasan, konsumsi makanan atau minuman, dan penyerapan pada kulit.
Sebagai pencegahan untuk mengurangi paparan mikroplastik kepada anak sekolah Gita Pertiwi memberikan rekomendasi dalam beberapa hal. Hal yang dapat dilakukan seperti membawa wadah guna ulang sendiri dari rumah dengan memperhatikan bahan dari wadah tersebut, bijak dalam menggunakan kemasan yang dijajakan seperti menggunakan daun pisang, mengindari pengemasan dan penyimpanan makanan dalam kondisi panas dan terpapar sinar matahari secara langsung, memperhatikan jajanan yang dijual dikantin sekolah, Memastikan proses produksi bersih dan steril untuk menghindari kontaminasi mikroplastik yang dapat berasal dari pecahan kain/lap yang digunakan saat proses pengolahan  makanan, dan membuat kebijakan dalam mengontrol penggunaan kemasan plastik pada jajanan yang dikonsumsi anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H