Dengan gerakan yang sudah terbiasa, dan dengan wajah datar yang selalu ia miliki bahkan saat bertempurpun, ia berkali-kali mengarahkan ujung samurainya pada jantung serigala itu.
Jika sebelumnya hanya dengan beberapa gerakan musuhnya tumbang. Pria ini berbeda. Ia mampu terus menghalangi serangan Gallienne.
Hingga saat samurai pria itu mengenai punggung tangan kanan Gallienne, yang membuat samurai singanya hampir terjatuh, sebuah serangan balik yang ditujukan untuk leher putih Gallienne sedang bergerak cepat.
Mata Gallie terbuka lebar, namun lebih dari kecepatan samurai serigala itu, tubuh Gallie telah direngkuh oleh lengan kokoh disana.
Mata Gallie yang telah tertutup rapat itu mulai terbuka, saat ia merasa seperti melayang beberapa detik yang lalu.
Ia melihat sebuah jubah panjang yang mampu menutupi tangan kanan dan samurainya.
Tangan kirinya telah mengenggam erat lengan kekar, yang lengan satunya telah memeluk pinggang Gallienne.
Ia mendongak untuk memastikan argumennya.
Dan, iris matanya bertemu dengan iris mangsa yang ia idam-idamkan sejak ia lahir.
Iris mata berwarna hazel gelap itu, menatap tajam iris lain dengan warna merah darah.
Sejenak, ia melihat sang pembunuh dari kedua orang tuanya. Kebencian yang selalu ada jauh di dalam hatinya makin memuncak.