Wakil Presiden Respublik Indonesia, Jusuf Kalla, mengeluarkan sebuah pernyataan ketika menerima kunjungan para penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) pada hari Rabu, 27 September 2017, di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Jakarta. Dalam kesempatan itu, wapres mengharapkan agar penerima beasiswa LPDP mampu berinovasi, dan bukan menjadi Pegawai Negeri Sipil (www.tempo.co, 27 September 2017). Pertanyaannya, benarkah para penerima beasiswa LPDP itu benar-benar tak perlu jadi PNS?
Beasiswa LPDP adalah program pembiayaan pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Dalam prakteknya LPDP mengelola dana abadi (endowment fund) yang digunakan untuk membiayai program-program peningkatan kualitas sumber daya manusia indonesia dalam bentuk beasiswa magister dan doktoral, beasiswa dokter spesialis, beasiswa tesis dan disertasi, serta program khusus berupa beasiswa afirmasi dan beasiswa khusus Indonesia Timur.
Para calon penerima dipilih melalui serangkaian seleksi ketat, baik seleksi administrasi maupun seleksi substansi (wawancara, essay dan diskusi) sehingga diharapkan mereka yang terpilih adalah benar-benar sumber daya manusia indonesia yang potensial dan memiliki karakteristik pribadi yang kuat dan tangguh. Sebelum memulai studi mereka dibekali dengan nilai-nilai nasionalisme dan integritas yang diharapkan tertanam dalam diri masing-masing penerima beasiswa LPDP, agar terbentuk sumber daya manusis (SDM) yang tidak hanya berintelektual tinggi, tapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka.
Dengan kualifikasi demikian, tentu amat disayangkan jika mereka diminta tidak menjadi PNS sekembalinya mereka menyelesaikan studi. Pengembangan sains dan teknologi di organisasi pemerintah juga hal yang wajib, mengingat tuntutan yang besar dari stakeholderterkait reformasi birokrasi.
Seperti yang kita ketahui bersama, gerakan reformasi 1998, membawa indonesia kepada tahapan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang pemerintahan, kementerian PAN-RB telah menyusun Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan kelas dunia. Upaya ini pastilah membutuhkan SDM-SDM yang handal di berbagai bidang, baik yang diperoleh dari luar organisasi (melalui rekrutmen ataupun kerjasama dengan pihak lain) ataupun pengembangan SDM yang sudah ada di institusi pemerintah.
Perubahan dalam suatu organisasi membutuhkan kekuatan-kekuatan yang mampu mendorong adanya perubahan tersebut. Kurt Lewin, seorang ahli psikologi, pernah menyampaikan bahwa dalam suatu organisasi akan selalu ada kekuatan yang mendorong perubahan dan yang menolak perubahan (status quo). Perubahan hanya akan terjadi apabila kekuatan yang mendorong perubahan lebih besar daripada status quo.
Tidak dapat dipungkiri, meskipun reformasi birokrasi telah berjalan, di dalam organisasi pemerintah masih dapat banyak ditemukan personil institusi pemerintah, yang entah dia sadari atau tidak, bersikap ke arah status quo. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena yang bersangkutan telah berada pada situasi zona nyaman dan berupaya mempertahankannya.
Merekrut SDM yang berkualitas intelektual tinggi dan memiliki karakteristik kepribadian yang kuat dan berintegritas, merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk memperkuat kekuatan yang mendorong adanya perubahan. Agen-agen perubahan ini diharapkan mampu mengeliminasi kekuatan dari status quoyang menghalangi terwujudnya tujuan Grand Design Reformasi Birokrasi. Salah satunya tentu dapat diperoleh dari para penerima beasiswa LPDP.
Dalam benak para penerima beasiswa LPDP tersebut mungkin juga terdapat keinginan dan cita-cita untuk berkarir menjadi PNS sebagaimana ribuan rakyat indonesia lainnya. Yang perlu digarisbawahi adalah menjadi penerima beasiswa LPDP tidak boleh membuat para penerimanya mengharapkan prioritas dari pemerintah jika ingin berkarir menjadi PNS. Mereka tetap harus bersaing dengan ribuan peserta lainnya untuk membuktikan bahwa mereka layak, karena di luar para penerima beasiswa LPDP juga pasti banyak SDM-SDM yang tidak kalah berkualitas.
Pernyataan wapres yang menyatakan bahwa penerima beasiswa LPDP diminta tidak menjadi PNS, memang belum tentu sepenuhnya salah. Bisa jadi wapres ingin memotivasi agar penerima beasiswa LPDP memiliki pemikiran yang luas, dan sebagaimana yang disampaikan oleh beliau juga, agar tidak tergantung kepada pemerintah yang mungkin  termasuk tentang profesi masa depan mereka. Mengingat, pemikiran "tradisional" yang muncul di sebagian besar masyarakat bahwa seseorang belum dianggap sudah memiliki pekerjaan jika belum menjadi PNS atau pegawai kantoran.
Memang kontribusi kepada bangsa dan negara tidak harus selalu dilakukan di dalam organisasi pemerintah. Akan tetapi apabila ada penerima beasiswa LPDP yang berkeinginan untuk berkarir sebagai PNS, sudah selayaknya hal ini juga diapresiasi mengingat kebutuhan pemerintah akan SDM-SDM berkualitas sebagai lokomotif perubahan. Tentu harus tetap melalui sistem rekrutmen dan seleksi yang ketat, adil dan kompetitif dengan ribuan pelamar lainnya.
Jika memang demikian, mungkin seharusnya para penerima beasiswa LPDP ini "bukan" diminta tidak menjadi PNS, tetapi "tidak harus" menjadi PNS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H