Berlakunya BPJS ini, juga kemungkinan besar akan merubah sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Berlakunya sistem ini memaksa dokter bekerja ekstra. Masih ingat saat berlakunya KJS di Jakarta, puskesmas, rumah sakit, dsb 'kebanjiran' pasien. IDI saat itu, paling lantang mengkritik sistem KJS yang terlalu dipaksakan karena belum siapnya sarana kesehatan saat itu. Bayangkan ada 1 dokter sehari melayani 100 pasien.
Oleh karena itu, nanti di BPJS ini tidak semua orang seenaknya datang, periksa ke dokter, puskesmas, rumah sakit tanpa batas. Sistem pelayanan kesehatan nanti akan diarahkan ke kedokteran keluarga. Artinya 80% tenaga kesehatan nanti menjadi 'gate system' yang akan menyeleksi mana pasien yang berlu dirawat di rumah sakit tipe C, tipe B, dan tipe A.
Berubahnya sistem pelayanan ini berimbas pada kualitas lulusan dokter Indonesia yang dinilai belum siap menjadi 'gate keeper' dalam menyeleksi pasien yang datang. Kebanyakan sih yang yang jadi sekolah dokter lulus cepet, lulus jadi dokter spesialis, kerja di kota, di rumah sakit besar. Padahal, sistem JKN akan memprioritaskan tenaga kesehatan jadi 'gate keeper' yang berada di perifer.
Berubahnya sistem tersebut, membuat IDI dan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) membuat suatu program sekolah lanjutan dokter selama 3 tahun untuk mendapat gelar Spesialis Family Medicine (Sp.FM). Dimana lulusan dari Sp. FM ini diharapkan mampu menjadi 'gate keeper' dalam menyeleksi peserta JKN. Selain itu pula, sistem JKN ini juga akan mengupayakan preventive medicine yang lebih mengarahkan peserta JKN untuk berada dalam kondisi sehat. Semakin banyak yang sakit, semakin merugikan dokter dan tenaga kesehatan kelak.
Begitupun dalam merawat pasien yang sakit, setiap dokter akan berusaha mengobati pasien yang sakit dengan sebaik mungkin, akan sangat sedikit sekali dokter yang mengobati sakit berdasarkan keluhan, namun lebih berupaya mengobati pasien secara komprehensif dan holistik.
Tak ada lagi kemudian desas-desus masyarakat yang mencibir akan suksesnya program ini. Masyarakat cuma perlu berpartisipasi dalam suskesya program ini. Tak perlu lagi ragu dan takut. Begitupun para dokter perlu pula ikut aktif dalam mendukung program ini. Meskipun program ini dinilai syarat akan kepentingan politik karena diluncurkan di tahun 2014 yang merupakan tahun politik dan tahun suksesi kepemimpinan nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H