Sepasang mata menghunus pandangan pada jam yang berdiri kokoh di sudut alun-alun kota barat
Ini kota yang sendu menyaru rindu
Berapa lama lagi, tanyamu
Kira-kira dua purnama lagi, jawabku pelan
Mengapa begitu lama, katamu,Â
seakan  kau mohon padaku untuk mempercepat waktu
Tak terhitung banyaknya pertanyaan yang sama terus kau ulang
Seakan kau takbisa menaja kata yang lain
Tak adakah yang ingin kau tanyakan tentangku?
Rindumu itu menyiksaku, menambah sayatan dihati yang membuatku merintih perih
Sedangkan harapmu itu seperti tong kosong yang sebentar lagi hanyut
Sudah kubilang untuk melepaskan sayang
Tapi sekali lagi kau menolak
Sementara ia yang kau rindu tak peduli apa kau masih ada atau sudah tergilas masa
Kali ini sudah waktunya aku jujur , gejolak rasa terlalu sulit untuk dipendam, membuatku menderita terlalu lama
Kau terhenyak, mengapa baru sekarang kau ucap, katamu sendu
Aku takkan pernah bersamamu, lanjutmu lirih
Air mata mulai turun membasahi pipimu yang ayu
Sejurus kemudian kau diam, aku membeku
Menit-menit berjalan pelan, tapi kita tak saling berkata
Pelan kudengar kau menghela nafas panjang..., "Sesosok bayi ada disini, ditubuhku"
Kualihkan pandang kepada langit
Haruskah aku pergi meski tak ingin?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H