"Salamnya buat yang lagi ngerjain tugas disana pokoknya tetep semangat aja. Dan buat yang lagi siaran, makasih salamku udah dibacain..."
Begitu bunyi pesan yang dengan renyah dibacakan oleh penyiar radio. Pesan itu dikirimkan melalui layanan pesan singkat (SMS) yang kala itu harga sekali mengirim pesan masih cukup mahal, yakni 350 rupiah per satu pesan. Itupun dibatasi maksimal hanya 150 kata. Jangankan WhatsApp, blackberry messenger (BBM)Â pun belum ada.Â
Bagi yang tidak punya gawai tidak patah arang. Maklum, perangkat gawai pada waktu itu masih cukup ekslusif. Tak semua orang punya. Tanpa gawai, mereka mengirim pesan lewat secarik kertas atau mengisi kupon dengan datang langsung ke kantor stasiun radio.Â
Hanya sekedar ingin pesannya pada gebetan ataupun teman-teman dibacakan di radio. Ada rasa bangga bercampur senang. Besoknya diceritakan ke orang-orang.
Pesan yang dibacain oleh penyiar itu kebanggaan tersendiri sob! Saking banyaknya pesan yang masuk, tak semua bisa dibacakan.Â
Radio pada masa itu menjadi media hiburan yang cukup populer bahkan menjadi tren di kalangan anak muda dan remaja. Wajarlah, sosial media belum meraja.Â
Beda dengan dimasa sekarang ketika orang lebih tertarik dengan sosial media. Kini semuanya serba mudah. Berkirim pesan radio bisa via WhatsApp ataupun mention lewat Twitter. Tak cuma pesan tertulis, buat yang males ngetik tapi pengen curhat panjang bisa mengirim pesan suara lewat voice note. Alangkah canggihnya!
Tetapi dulu saking jadulnya karena teknologi belum secanggih sekarang, semua itu jadi momen yang memorable banget. Kenangannya susah dilupakan. Hayo, yang mengalami jadi remaja tahun 2000-an, mari bernostalgia!
Pubertas remaja tahun 2000-an salah satunya ditandai "kedekatannya" dengan radio. Media ini begitu digemari disaat sosial media belum ada. Jangankan Facebook, Friendster pun belum terdengar gaungnya.Â
Jadi kalau anak-anak yang tadinya masih bermain ular tangga, mobil-mobilan, monopoli, dan permainan anak-anak lainnya lalu beralih ke radio itu artinya ia sudah mulai memasuki masa puber.Â
Anak-anak ini sudah mulai malu diantar orang tuanya ke sekolah. Pun mereka sudah mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan dengan lawan jenis. Mereka mulai memasuki "dunia" yang berbeda. Sebuah fase yang setingkat lebih tinggi.