Beberapa hari yang lalu tersiar kabar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang melakukan sidak di sebuah kawasan perkantoran di bilangan Sudirman, Jakarta.Â
Menurut Anies, banyak perusahaan yang tidak menaati peraturan pada masa PPKM Darurat. Anies pun terlihat marah dan meminta kantor tersebut untuk disegel. Sebenarnya bagaimanakah aturan kerja dimasa PPKM darurat?
Berikut aturan yang dikutip dari akun instagram Kementerian Ketenagakerjaan @kemnaker:Â
1. Sektor esensial diberlakukan 50 persen maksimum Work From Office (WFO) atau bekerja di kantor. Cakupannya meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina covid-19, dan industri orientasi ekspor.
2. Sektor kritikal diberlakukan 100 persen WFO. Sektor ini meliputi bidang energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, obyek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar, serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
3. Sektor non-esensial diberlakukan 100 persen Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah. Cakupannya tentu diluar sektor esensial dan kritikal. Bila tidak masuk daftar keduanya, otomatis harus menerapkan 100 persen work from home.
Menjadi seorang pegawai atau karyawan tentu saja tunduk pada aturan perusahaan. Dalam hal ini, aturannya merupakan turunan kebijakan pimpinan yang dikeluarkan melalui departemen personalia (HRD).Â
Setiap karyawan terikat dengan aturan tersebut. Karyawan itu bagaikan pasukan. Jikalau aturan mengatakan ia harus masuk, maka ia pun pasti berangkat kerja. Tetapi jika aturan membolehkan ia bekerja dari rumah (WFH), maka ia tidak akan ngantor.
Seperti yang kita ketahui bersama, hari-hari ini Covid-19 semakin gila. Kasus baru terus mencetak rekor dalam 2 minggu belakangan. Di kawasan Jabodetabek sendiri, kasus positif Covid-19 bukan lagi kasus langka.Â
Ada saja rekan atau handai taulan yang dikabarkan terpapar. Pun kabar duka terus berdatangan. Inilah realita yang harus dihadapi saat ini. Maka, rasa-rasanya berangkat kerja belakangan ini laksana berangkat ke medan perang. Potensi untuk terpapar amatlah besar.
WFO atau bekerja di kantor menjadi dilema tersendiri bagi para karyawan. Saya sendiri masih beruntung, walaupun perusahaan tempat kerja saya masuk sektor kritikal (karena masuk dalam bidang energi), manajemen memberlakukan Work from home (WFH) 50 persen selama pemberlakuan PPKM Darurat. Mekanismenya, satu hari WFO dan satu hari WFH. Diselang-seling supaya protokol kesehatan bisa lebih terkontrol.Â
Di beberapa pabrik lain, aturan PPKM ini banyak dilanggar. Tak usahlah jauh-jauh melihat berita di media massa. Sebagai pekerja di kawasan industri, saya melihat sendiri bagaimana ramainya situasi kawasan ditengah pemberlakuan PPKM darurat. Begitulah nasib karyawan yang serba dilematis. Kalau nekad tidak masuk kerja, gaji bisa dipotong.Â
Mana ada karyawan yang mau gaji dipotong. Potongan gaji satu hari itu tidak sedikit untuk ukuran karyawan. Cicilan rumah, cicilan kendaraan, atau biaya sekolah anak bisa terganggu.Â
Tetapi jika tetap masuk kerja menunaikan kewajiban, Covid-19 menghantui. Faktanya, tidak sedikit pekerja yang terpapar dan harus isolasi mandiri. Di tempat kerja saya sendiri sudah ada beberapa orang yang terpapar. Masih beruntung kalau hanya isolasi mandiri. Banyak juga yang harus dirawat karena gejala berat.
Risiko terbesar menurut saya bukan ketika berada di kantor. Saya percaya banyak perusahaan yang sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan kerja seperti pengisian assesment Covid-19, penataan area kerja untuk physical distancing, swab antigen secara berkala, pemberian multivitamin, sampai pada kewajiban tamu untuk menunjukkan hasil swab antigen saat akan memasuki area perusahaan.Â
Contoh di tempat saya bekerja, setiap karyawan yang mengeluh meriang/batuk/pilek/pusing tidak boleh masuk ke area kerja. Mereka akan langsung diarahkan untuk swab antigen oleh satgas Covid-19.Â
Potensi terbesar terpapar justru berada di sepanjang perjalanan menuju tempat kerja. Lihatlah bagaimana kemacetan malah mengular saat PPKM diberlakukan. Penyekatan yang dilakukan justru menimbulkan masalah baru. Potensi lainnya adalah ketika menaiki transportasi umum. Kemungkinan untuk terpapar cukup tinggi.Â
Belum lagi banyaknya oknum masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Pedagang-pedagang kecil dipinggir-pinggir jalan yang tak mau memakai masker. Kita menyatu dengan orang-orang yang tidak percaya akan Covid-19. Celakanya, oknum masyarakat seperti itu tidak sedikit.
Sebagai karyawan, harus bagaimana?
Ya tentu saja karyawan hanya bisa pasrah pada kebijakan pimpinan. Bagaimanapun yang menggaji karyawan itu adalah pengusaha. Kasarnya, pengusahalah yang memberi makan.Â
Mau tak mau harus tunduk pada putusan pimpinan. Bekerja merupakan tujuan mulia guna memenuhi kebutuhan hidup. Yang bisa hanya dilakukan hanyalah menjaga diri sebaik mungkin.Â
Memperlengkapi diri dengan nutrisi dan multivitamin guna menunjang daya tahan tubuh serta menerapkan protokol kesehatan yang ketat sebagai perisai diri. Jangan lupa tetap persiapkan diri untuk kemungkinan terburuk sebagai langkah kewaspadaan karena semua bisa saja terjadi.Â
Apa yang harus dilakukan pada saat terpapar supaya jangan sampai panik bila kemungkinan terburuk terjadi. Lalu senantiasa berdoa pada Yang Maha Kuasa agar diberikan kesehatan dalam usaha mencari rezeki.
Yang terakhir, jangan lupa tetap bergembira karena hati yang gembira adalah obat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H