Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dear Pemerintah, Masih Banyak Pekerja yang Menolak Vaksin Gotong Royong

21 Mei 2021   11:04 Diperbarui: 21 Mei 2021   11:15 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vaksin gotong royong. Gambar: detik.com

 

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pemerintah tengah gencar melakukan vaksinasi covid-19 bagi masyarakat. Tenaga kesehatan (nakes), para lanjut usia (lansia), serta pelayan publik sudah mendapatkan prioritas untuk mendapatkan vaksin terlebih dahulu. Dan yang terbaru adalah hadirnya vaksin gotong-royong yang mulai disuntikkan bagi pekerja swasta pada 17 Mei yang lalu.

PT Unilever di Bekasi dan PT Indah Kiat di Tangerang mengawali penyuntikan vaksin bagi perusahaan swasta. Presiden Jokowi pun turun langsung untuk memantau pelaksanaan vaksin gotong royong.

Vaksin yang digunakan adalah sinopharm, yang didatangkan dari Tiongkok. Menurut Presiden yang dilansir dari pemberitaan kompas.com, target vaksin gotong-royong adalah sebanyak 30 juta vaksin.

Sementara berdasarkan rilis dari Ketua Umum Kamar Dagang  dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani, yang mendaftar vaksin gotong royong hingga saat ini ada sebanyak 22.376 perusahaan di seluruh Indonesia. Adapun lebih dari 10 juta pekerja yang didaftarkan. Di beberapa perusahaan, tak hanya karyawan saja tetapi juga beserta keluarga dekat.

Sekilas tidak ada masalah dalam vaksin gotong royong yang diinisiasi oleh Kadin. Saya pun sebagai pekerja swasta harus mengapresiasi karena dengan hadirnya vaksin mandiri berharapnya proses vaksinasi bisa dipercepat.

Herd immunity atau kekebalan kelompok bisa segera terwujud. Mimpi bangsa ini untuk bisa menang melawan covid-19 akan menjadi nyata. Itulah harapannya.

Bagaimana tidak, bagi pekerja swasta khususnya yang berada di sektor manufaktur seperti saya ini sungguh merasakan bagaimana dampak seretnya ekonomi akibat pandemi yang berkepanjangan. Mulai dari pemotongan gaji sampai hilangnya benefit karyawan seperti bonus tahunan misalnya.

Memang sudah ada sinyal kebangkitan, beberapa mungkin sudah pulih. Tetapi saya yakin, situasinya belum kembali seperti semula. Sinyal kebangkitan masih hanyalah secercah harapan bagi yang tadinya jatuh untuk mulai merangkak. Belum sampai berdiri tegak.

Namun, vaksinasi gotong royong ternyata tidak berjalan lancar-lancar saja. Saya harus sampaikan ini kepada para pemangku kebijakan. Ini mungkin juga bisa sekaligus sebagai laporan dari lapangan. Inipun sebagai wujud keprihatinan yang mendalam. Karena fakta dilapangan adalah: tidak semua pekerja mau menerima vaksin. Bahkan tidak sedikit pekerja yang terang-terangan menolak hadirnya vaksin. Contoh kecil, seorang rekan pernah bercerita dalam sebuah obrolan di warung kopi.

"Kemarin saya nanya HRD, ini data kesehatan buat apa pak?"

"Oh itu cuman untuk data BPJS kesehatan. Emang kenapa?" jawab staf HRD

"Soalnya kalau buat vaksin saya nggak mau"

Rekan tersebut melanjutkan lagi. Kalau perusahaan maksa, dia juga bakal melawan.

Cerita diatas hanya sebuah potret kecil dari gambaran besar tanggapan penerimaan vaksin dikalangan pekerja swasta. Tidak sedikit orang yang menolak vaksin. Rekan saya dalam cerita tadi memang sudah seperti antipati (acuh tak acuh) terhadap kabar adanya covid-19. Kasarnya, ia beranggapan bahwa covid-19 itu tidak ada. Hanya akal-akalan pemerintah. Pelarangan mudik dan seluruh kebijakan terkait pengendalian covid-19 hanya dipandang sebagai dosa besar pemerintah. Yang beranggapan seperti itu tidak sedikit. Tidak bisa hanya dihitung jari.

Mau bagaimana lagi, di negara demokrasi ini memang semua bebas menyuarakan pendapat. Perbedaan pendapat dan pandangan merupakan hal yang wajar. Apalagi covid-19 memang hal yang baru. Saya sudah semampu saya untuk memberikan pengertian mengenai bahayanya covid-19. Namun saya juga tidak bisa memaksakan pandangan saya itu diterima oleh orang lain. Jadilah kami beriringan, baik kami yang menolak vaksin maupun menerima vaksin, kami tetap berkawan baik. Meskipun tetap pada pendirian masing-masing.

Maka sedikit saran bagi pemerintah, harus ada treatment (perlakuan) khusus dalam rangka sosialisasi pelaksanaan vaksinasi. Perlu juga menggunakan cara yang tidak biasa dalam mensosialisasikan vaksin bagi masyarakat. Khususnya vaksin gotong royong. Untuk sekarang ini, saya lihat malah sama sekali belum ada sosialisasi terkait vaksinasi gotong royong dikalangan pekerja. Untuk sekedar mekanismenya saja, saya sebagai pegawai swasta juga belum paham. Saya rasa perlu disosialisasikan mengenai pentingnya vaksin khususnya bagi pekerja industri. Baik itu untuk kesehatan maupun juga untuk perbaikan ekonomi. Apalagi vaksin gotong royong itu berbayar. Perusahaan harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk mendaftarkan karyawannya. Jangan sampai itu mubazir. Beberapa perusahaan kemudian jadi wait and see karena tidak semua karyawan mau divaksin. Bisa jadi alasan inilah yang membuat pengusaha enggan mendaftar. 

Rasanya hingga saat ini tidak ada jalan lain untuk terbebas dari pandemi selain dengan vaksin. Untuk itu sebagai warga negara, saya berharap program vaksinasi berjalan lancar. Indonesia dapat segera pulih.

Sekian.

Bacaan : satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun