Â
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pemerintah tengah gencar melakukan vaksinasi covid-19 bagi masyarakat. Tenaga kesehatan (nakes), para lanjut usia (lansia), serta pelayan publik sudah mendapatkan prioritas untuk mendapatkan vaksin terlebih dahulu. Dan yang terbaru adalah hadirnya vaksin gotong-royong yang mulai disuntikkan bagi pekerja swasta pada 17 Mei yang lalu.
PT Unilever di Bekasi dan PT Indah Kiat di Tangerang mengawali penyuntikan vaksin bagi perusahaan swasta. Presiden Jokowi pun turun langsung untuk memantau pelaksanaan vaksin gotong royong.
Vaksin yang digunakan adalah sinopharm, yang didatangkan dari Tiongkok. Menurut Presiden yang dilansir dari pemberitaan kompas.com, target vaksin gotong-royong adalah sebanyak 30 juta vaksin.
Sementara berdasarkan rilis dari Ketua Umum Kamar Dagang  dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani, yang mendaftar vaksin gotong royong hingga saat ini ada sebanyak 22.376 perusahaan di seluruh Indonesia. Adapun lebih dari 10 juta pekerja yang didaftarkan. Di beberapa perusahaan, tak hanya karyawan saja tetapi juga beserta keluarga dekat.
Sekilas tidak ada masalah dalam vaksin gotong royong yang diinisiasi oleh Kadin. Saya pun sebagai pekerja swasta harus mengapresiasi karena dengan hadirnya vaksin mandiri berharapnya proses vaksinasi bisa dipercepat.
Herd immunity atau kekebalan kelompok bisa segera terwujud. Mimpi bangsa ini untuk bisa menang melawan covid-19 akan menjadi nyata. Itulah harapannya.
Bagaimana tidak, bagi pekerja swasta khususnya yang berada di sektor manufaktur seperti saya ini sungguh merasakan bagaimana dampak seretnya ekonomi akibat pandemi yang berkepanjangan. Mulai dari pemotongan gaji sampai hilangnya benefit karyawan seperti bonus tahunan misalnya.
Memang sudah ada sinyal kebangkitan, beberapa mungkin sudah pulih. Tetapi saya yakin, situasinya belum kembali seperti semula. Sinyal kebangkitan masih hanyalah secercah harapan bagi yang tadinya jatuh untuk mulai merangkak. Belum sampai berdiri tegak.
Namun, vaksinasi gotong royong ternyata tidak berjalan lancar-lancar saja. Saya harus sampaikan ini kepada para pemangku kebijakan. Ini mungkin juga bisa sekaligus sebagai laporan dari lapangan. Inipun sebagai wujud keprihatinan yang mendalam. Karena fakta dilapangan adalah: tidak semua pekerja mau menerima vaksin. Bahkan tidak sedikit pekerja yang terang-terangan menolak hadirnya vaksin. Contoh kecil, seorang rekan pernah bercerita dalam sebuah obrolan di warung kopi.